Pada era STY, proses naturalisasi pemain dilakukan dengan lebih cermat. Si pemain haruslah punya darah Indonesia, usianya masih muda, juga yang terpenting sesuai dengan kebutuhan tim.
Pada akhirnya, STY dengan deretan pemain naturalisasinya punya tujuan sama dengan para pelatih lokal: memberi prestasi bagi Indonesia. Mereka memang belum sampai pada tujuan itu, tetapi arahnya sudah terlihat benar.
Maka, terus-terusan membanding-bandingkan Shin Tae-yong dengan Indra Sjafri adalah tindakan sia-sia. Kedua-duanya sama-sama pelatih Indonesia, sama-sama ingin mengharumkan nama negara.
Sebagai suporter, yang seharusnya kita lakukan adalah mendukung keduanya mencapai target-target yang telah dicanangkan PSSI. Bukan malah mengadu mereka sehingga jadi kegaduhan di media sosial.
Ketika mereka mencapai keberhasilan, entah berupa raihan gelar juara atau lolos ke turnamen bergengsi, ikut bergembiralah. Ketika mereka gagal, tetap dukung dan semangati agar segera bangkit lagi.
Kegagalan di Asian Games 2022 yang baru lalu hendaklah menjadi momentum. Sudahlah, hentikan segala omong kosong mengenai Shin Tae-yong vs Indra Sjafri.
Namanya permainan, menang dan kalah bisa menimpa kita kapan saja. Lebih baik fokus mendukung mereka baik saat menang maupun kalah, tanpa perlu membanding-bandingkan mana yang lebih hebat di antara keduanya.
Dalam konteks ini kutipan legendaris Bill Shankly saya rasa sangat pas disampaikan. Eks manajer Liverpool FC tersebut pernah berkata:
If you can't support us when we lose or draw, don't support us when we win.
Jadi, jika kalian tidak bisa mendukung Coach Shin maupun Coach Indra saat mereka mengalami kegagalan, jangan ikut bersorak ketika keduanya merengkuh kejayaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H