Masing-masing tentu punya alasan di balik sikap yang diambil. Yang antinaturalisasi, misalnya, berpendapat bahwa Indonesia tak kekurangan stok pemain. Kenapa harus impor?
Pendapat tersebut memang ada benarnya. Ada ratusan klub sepak bola di negara ini, baik yang profesional maupun amatir. Total jumlah pemainnya kisaran belasan ribu. Masa iya dengan stok pemain sebegitu banyak, mencari 24 orang untuk timnas saja kesulitan? Sampai-sampai harus berburu ke luar negeri segala?
Kubu pro naturalisasi melihat persoalan dari sudut pandang lain. Ini bukan sekadar soal jumlah atau kuantitas, melainkan kualitas si pemain. Kalau cuma untuk mencari 24 orang sebagai anggota skuat timnas, tentu mudah-mudah saja. Toh, kita sudah melakukannya sejak dahulu kala, bahkan pada era gonjang-ganjing tak lama setelah proklamasi kemerdekaan. Masalahnya, mohon maaf, apa yang bisa kita raih dengan skuat lokal itu? Seberapa jauh Tim Garuda bisa terbang?
Di lain pihak, FIFA tidak melarang naturalisasi pemain di timnas. Aturan terbaru yang dikeluarkan FIFA malah melonggarkan praktik ini.
Negara dengan tradisi sepak bola kental seperti Spanyol saja tidak pantang menaturalisasi pemain, kok. Italia juga memakai pemain keturunan ketika menjuarai Piala Dunia 2006.
Jadi, menurut saya pro-kontra naturalisasi pemain ini adalah perdebatan yang tidak perlu. Akan lebih bermanfaat jika kita membahas persoalan ini dari sudut lain yang merupakan esensinya. Apa itu? Kualitas pembinaan sepak bola di Indonesia dan kaitannya dengan prestasi timnas.
Dua Kutub untuk Disatukan
Timnas adalah kumpulan pesepak bola terbaik di sebuah negara. Para pemain tersebut dihasilkan oleh liga domestik.
Ketika seorang pelatih dengan portofolio Piala Dunia menilai pemain-pemain yang dilihatnya di liga tidak cukup untuk membangun sebuah timnas tangguh, sama artinya ada yang salah dengan liga domestik kita.
Pembahasan terkait kualitas liga ini bisa memakan jumlah kata lebih panjang. Ringkasnya saja, ada yang kurang tepat dengan sistem pembinaan sepak bola nasional selama ini.
Karena kebutuhan akan pemain berkualitas menurut standarnya tidak ia peroleh di liga domestik, naturalisasi pemain keturunan jadi alternatif yang ditempuh Shin Tae-yong. Terlebih ia diberi tanggung jawab level dunia kala meneken kontrak, yakni menangani tim untuk Piala Dunia U-20.
Selain itu, PSSI juga ingin Indonesia kembali tampil di Piala Asia. Kali terakhir berpartisipasi pada 2007, timnas mendapat tiket putaran final dari jalur tuan rumah.