Total tujuh tahun Paul membesut PSBL. Durasi kerja yang sangat tidak lazim mengingat pada masa itu umumnya pelatih klub hanya diberi kontrak tahunan.
Paul datang ke Lampung pada 1991. Kepercayaan penuh Poedjono ia bayar tuntas dengan membawa PSBL meraih tiket promosi ke Divisi Utama pada 1996.
Tak cukup sampai di sana, Paul berhasil mempertahankan PSBL di kasta tertinggi. Laskar Radin Inten selalu finish di papan tengah klasemen Wilayah Barat.
Tak Putus Dirundung Malang
Sayang, krisis moneter yang meluas menjadi krisis kepemimpinan membuat situasi di Jakarta dan beberapa kota di Jawa mencekam. Keadaan tak kondusif ini mengharuskan liga berhenti.
Nasib Paul ikut terkena imbas krisis. Dengan alasan penghematan, kontraknya dengan PSBL diputus. Paul kembali menjadi pengangguran sepak bola.
Semenjak itu, kemalangan demi kemalangan terus menimpa Paul. Jalan hidupnya bak judul sebuah novel lawas karya Sutan Takdir Alisyahbana, Tak Putus Dirundung Malang.
Demi mengisi kekosongan, Paul menggunakan tabungannya untuk merintis usaha kecil-kecilan di obyek wisata Pantai Sari Ringgung. Kini pantai tersebut masuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Pesawaran.
Paul membeli selusin perahu dan menyewakannya secara harian. Ia juga membuka warung sederhana yang menyediakan kopi hingga mi instan. Rupiah demi rupiah ia kumpulkan sebagai penghasilan.
Malang, usaha tersebut dirusuhi preman. Warung Paul terus-terusan didatangi pemalak. Jika ia menolak memberi uang, perahu-perahunya dirusak. Hewan-hewan piaraannya pun diracun.
Puncak kemalangan Paul di Lampung terjadi pada 27 Juli 2001. Ketika itu ia tengah berbelanja di sebuah toko grosir di Bandar Lampung. Kulakan untuk kebutuhan warungnya di Sari Ringgung.
Ketika ia datang, segerombolan preman bersenjata tengah memalak pemilik warung. Malang bagi Paul, ia yang tak tahu apa-apa tahu-tahu saja ikut diserang preman sehingga mengalami beberapa luka tusuk.