Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Salah Kaprah Memahami Naturalisasi

12 September 2023   05:05 Diperbarui: 12 September 2023   13:48 1620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
GAMBAR: Tangkapan layar kolom komentar YouTube

DI tengah santernya kabar mengenai Jay Idzes, ada satu fakta yang menarik perhatian saya. Ternyata masih ada, kalau tidak mau disebut masih banyak, pandemen sepakbola Tanah Air yang belum paham benar apa yang dimaksud naturalisasi dan bagaimana prosedurnya.

Baru tadi malam saya membaca satu-dua komentar di YouTube yang menggambarkan situasi ini. Lalu pernah juga membaca konten di sejumlah web yang jatuhnya misleading mengenai naturalisasi.

Contoh komentar yang saya maksud, di antaranya, mengatakan bahwa Irfan Bachdim dan Elkan Baggott adalah pemain naturalisasi, padahal bukan.

Lalu ada satu komentar yang keliru bahkan bisa dibilang misleading: jika seorang pemain belum sampai tiga kali membela timnas negara asalnya, maka masih bisa dinaturalisasi oleh Indonesia.

Ada pula yang masih kesulitan membedakan antara pemain keturunan dan pemain naturalisasi. Bahkan sebuah web yang memakai kata "timnas" pada nama domainnya memberikan penjelasan keliru tentang hal ini.

Ya, masih banyak pemahaman yang salah kaprah. Untuk itu, melalui coret-coretan ini saya mencoba "meluruskan" perihal naturalisasi pemain sepanjang apa yang saya ketahui.

Landasan Hukum Naturalisasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, naturalisasi adalah pemerolehan kewarganegaraan bagi penduduk asing. Dalam kaitan dengan negara dan timnas Indonesia, maka yang dimaksud adalah pemerolehan status WNI bagi pesepakbola WNA.

Aturan dan tata cara naturalisasi WNA ada landasan hukumnya, yakni Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Produk hukum ini menggantikan UU No. 62 Tahun 1958.

Dalam aturan terbaru tersebut dirincikan apa saja syarat-syarat seorang WNA agar bisa mendapatkan status WNI. Tiga di antaranya adalah: berusia minimal 18 tahun atau sudah menikah, telah tinggal di Indonesia selama 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut, serta tidak pernah melakukan tindak pidana dengan hukuman setahun atau lebih.

Memakai klausul lama tinggal inilah dulu Cristian Gonzales memenuhi syarat untuk dinaturalisasi. Bomber kelahiran Uruguay tersebut telah tinggal di Indonesia sejak memperkuat PSM Makassar pada 2003.

Artinya, Crisgo telah tinggal di Indonesia selama 7 tahun saat dinaturalisasi pada November 2010. Selama itu pula ia tidak mudik ke Uruguay, termasuk ketika ayahnya meninggal dunia.

Jalan sama ditempuh Otavio Dutra dan sederet pemain Liga Indonesia asal Brazil. Mereka sama-sama telah tinggal di Indonesia lebih dari 5 tahun, sehingga memenuhi syarat untuk dinaturalisasi.

Ada pula proses naturalisasinya yang sedikit menarik dan juga rumit, yakni Marc Klok. Akan kita bahas soal ini pada bagian selanjutnya.

Kondisi Khusus

Lalu bagaimana dengan Jordi Amat, Shandy Walsh, Rafael Struick, Shayne Pattynama dan Ivar Jenner? Mereka berlima tidak pernah tinggal di Indonesia, kecuali saat berlibur bagi sebagian dari mereka, tetapi mengapa bisa dinaturalisasi?

Khusus mereka-mereka ini ada aturan main tersendiri. Amat, dkk. menjadi WNI lewat jalur pewarganegaraan bagi orang asing yang dianggap berjasa atau dapat memberikan kontribusi besar bagi negara.

Gampangnya, ada dua jalur menjadi WNI bagi WNA. Pertama, mengajukan permohonan sendiri setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan UU; kedua, diajukan oleh pihak tertentu karena si WNA dianggap punya kemampuan yang bakal diperlukan negara atau punya potensi yang bisa mengharumkan nama bangsa.

Dari jalur kedua inilah pemain naturalisasi seperti Amat, Jenner, Struick, Walsh, Pattynama dan kelak Jay Idzes berasal.

Mereka tidak perlu memenuhi persyaratan lama tinggal. Karena dinilai punya potensi lebih yang bakal mengharumkan nama Indonesia di kancah sepakbola, menurut peraturan mereka boleh dijadikan WNI.

Untuk prosesnya, yang mengajukan nama-nama mereka haruslah PSSI selaku federasi yang menaungi timnas sepakbola. Katakanlah sebagai promotor atau pemberi rekomendasi.

Ketentuan FIFA

Itu tadi ketentuan naturalisasi berdasarkan aturan legal formal negara Republik Indonesia. Berlaku umum untuk siapa saja, tak hanya pesepakbola.

Khusus pemain sepakbola, ada aturan lain yang harus dipatuhi agar sah berganti timnas. Disebut sebagai FIFA Eligibility Rules, yakni aturan mengenai kelayakan membela timnas termasuk soal perpindahan antar asosiasi.

Ingat, keanggotaan FIFA berdasarkan asosiasi sepakbola, bukan negara. Kebanyakan asosiasi memang mewakili negara, tetapi tidak semua asosiasi merupakan representasi sebuah negara. Bahkan ada satu negara dengan 2-3 bahkan lebih banyak lagi asosiasi.

Bingung? Saya beri contoh saja biar mudah memahaminya.

Masih ingat Curacao yang jadi lawan tanding Indonesia di FIFA Matchday tahun lalu?

Di ranah sepakbola dalam yurisdiksi FIFA, Curacao ini sebuah entitas timnas tersendiri. Timnas Curacao dengan asosiasinya bernama Federashon Fotbol Korsou (FFK).

Di dunia internasional, Curacao merupakan bagian tak terpisahkan dari Kerajaan Belanda. Oleh sebab itu orang Curacao memegang paspor Belanda karena statusnya memang warga negara Belanda.

Terdapat 25 anggota FIFA yang berbagi kewarganegaraan seperti Curacao dan Belanda ini. Misalnya Kepulauan Faroe dengan Denmark atau Cina dengan Hong Kong dan Makau.

Per 2004, FIFA mengimplementasikan sebuah aturan yang mengatur ketat bagaimana seorang pemain dapat membela sebuah timnas di kompetisi FIFA dan turunannya. Termasuk jika si pemain ingin berganti asosiasi.

Aturan tersebut baru saja diperbarui pada September 2020 dan kemudian pada 2021. Beberapa penyesuaian diberlakukan, terutama dalam hal perpindahan antar asosiasi.

Dalam regulasi terbaru ini FIFA menegaskan pentingnya keberadaan koneksi jelas antara si pemain dengan timnas yang hendak dibela. Ada semacam ikatan yang membuat si pemain memang layak berada di timnas itu.

Syarat emasnya adalah: pemain yang berhak membela sebuah timnas adalah yang memegang kewarganegaraan dan atau punya kebangsaan negara tersebut. Status kewarganegaraan dan kebangsaan ini mengacu pada norma internasional, yakni jus sanguinis dan jus solii.

Berdasarkan ketentuan ini, maka Elkan Baggott pada mulanya berhak membela Thailand (negara tempat lahir) berdasarkan asas jus solii, sekaligus berjal membela Inggris (negara asal ayahnya) dan Indonesia (negara asal ibunya) berdasarkan asas jus sanguinis.

Demikian pula dengan Welberlieskott de Halim Jardim. Lahir di Brazil dari pasangan WNI, ia berhak membela negara kelahirannya berdasarkan asas jus solii sekaligus berhak membela Indonesia berdasarkan asas jus sanguinis.

Berdasarkan ini pulalah Elkan dan Welber tidak bisa disebut sebagai pemain naturalisasi. Terlebih keduanya menjadi WNI pada saat berusia di bawah 21 tahun. Mereka berdua lebih cocok menyandang sebutan pemain diaspora.

Jauh sebelum Elkan dan Welber, sudah ada Irfan Bachdim. Meski lahir dan tumbuh besar di Amsterdam, Irfan berhak atas status WNI. Ayahnya orang Malang keturunan Arab yang merantau ke Belanda sejak 1980-an, tetapi tetap memegang status WNI.

Lain halnya Jenner, Struick, Pattynama dan Walsh. Ketiga pemain ini berkewarganegaraan Belanda karena lahir di Belanda dan kedua orang tuanya berpaspor Belanda. Maka, pada saat mereka lahir hanya punya satu opsi kewarganegaraan atau kebangsaan: Belanda.

Ketika kemudian Walsh, Jenner, Struick dan Pattynama berganti kewarganegaraan menjadi WNI, mereka adalah pemain naturalisasi.

Negara Domisili

Jika seorang pemain ingin membela timnas yang ia tidak punya kewarganegaraan maupun kebangsaannya, di sinilah aturan naturalisasi FIFA berlaku. Aturan yang berlaku baik bagi perpindahan internasional (seperti Indonesia-Belanda) maupun intranasional (Belanda-Curacao atau Denmark-Kep. Faroe).

Dalam kerangka "ada kaitan jelas antara pemain dan timnas yang dibelanya" tadi, FIFA menggariskan syarat-syarat tegas berdasarkan jalur keturunan biologis. Bila tidak ada, baru kemudian dikenai syarat lama tinggal.

Dari segi keturunan biologis, seorang pemain yang tidak lahir di wilayah teritorial sebuah asosiasi sepakbola hanya dapat membela timnas yang berada di bawah asosiasi tersebut apabila memenuhi salah satu dari dua syarat.

Syarat tersebut adalah: 1) Ayah atau ibu kandungnya lahir di wilayah teritori asosiasi tujuan, dan atau 2) Kakek atau neneknya lahir di wilayah teritori asosiasi tujuan.

Atas dasar ketentuan inilah FIFA mengizinkan proses naturalisasi deretan pemain Eropa keturunan Indonesia di atas. Pemain-pemain yang, Anda sudah tahu, tidak pernah tinggal di Indonesia.

Walsh, Struick, Jenner, juga Amat dan segera menyusul Idzes adalah deretan contoh pemain naturalisasi yang memanfaatkan ketentuan jalur keturunan biologis ini.

Bagaimana dengan naturalisasi Klok?

Mulanya, Klok dinaturalisasi karena mengaku punya leluhur yang lahir di Indonesia. Namun dalam perjalanannya ia gagal membuktikan klaim tersebut kepada FIFA.

Itu sebabnya FIFA sempat melarang Klok membela timnas Indonesia usai dinaturalisasi. Padahal ia sudah berstatus WNI sejak November 2020.

Karena itulah Klok diminta menunggu lagi, supaya ia memenuhi ketentuan lama tinggal. Ia baru bisa membela Tim Garuda setelah berdomisili selama minimal lima tahun di Indonesia.

Klok mulai bermain di Liga Indonesia ketika bergabung dengan PSM Makassar pada 2017. Artinya, baru pada 2022 ia diperbolehkan FIFA untuk berseragam timnas.

Itulah yang kemudian terjadi. Klok pertama kali membela Indonesia di SEA Games 2021 yang tertunda pada 2022.

GAMBAR: Tangkapan layar kolom komentar YouTube
GAMBAR: Tangkapan layar kolom komentar YouTube

Sebelum 3x Boleh Pindah?

Lalu, bagaimana dengan komentar kalau belum tiga kali membela timnas masih bisa pindah tadi?

Seperti saya sebut, ini komentar misleading. Sebelum tiga kalinya benar, tetapi ada bagian lebih detail yang tidak disebutkan oleh si komentator.

Mari kita bedah.

Sudah saya singgung di atas, FIFA terus memperbarui aturan mengenai perpindahan antar asosiasi. Beberapa hal mengalami penyesuaian, termasuk klausa tentang pernah membela suatu timnas lalu ingin pindah.

Pada aturan sebelumnya, apabila seorang pemain sudah pernah membela timnas level senior di sebuah kompetisi resmi, secara otomatis ia tidak boleh membela timnas lain.

Mau cuma turun sedetik juga tidak boleh. Mau cuma bermain di pertandingan persahabatan juga tidak boleh.

Dalam aturan terbaru, perkara ini dibuat lebih detail lagi disertai beberapa revisi. Pemain yang pernah membela timnas senior masih boleh pindah asosiasi, dengan syarat:

  • Pemain sudah memegang kewarganegaraan timnas baru pada saat ia pertama kali membela timnas lama di event resmi.
  • Pemain bermain tidak lebih dari tiga pertandingan kompetitif di level senior sebelum berusia 21 tahun. 
  • Pemain tidak pernah tampil pada putaran final sebuah kompetisi resmi level senior, seperti Piala Dunia, Piala Asia, dll. Kalau pernah tampil di fase kualifikasi, masih boleh.
  • Pemain baru bisa membela timnas barunya paling cepat tiga tahun sejak penampilan terakhir bersama timnas lama.

Menilik pada poin pertama, aturan terbaru FIFA ini tidak cocok bagi pemain dari negara penganut asas kewarganegaraan tunggal seperti Indonesia. Pun bagi pemain asing calon naturalisasi yang ternyata pernah membela timnas negara asalnya.

Ambil contoh Jay Idzes.

Karena lahir di Belanda dari orang tua Belanda, maka secara norma kewarganegaraan Idzes hanya bisa menjadi WN Belanda. Tidak ada jalurnya ia berhak atas kewarganegaraan Indonesia.

Lalu karena usianya sudah lebih dari 21 tahun, sekali saja Idzes membela timnas Belanda di pertandingan kompetitif level senior, sekalipun hanya merumput sedetik, ia sudah tidak bisa lagi dinaturalisasi oleh Indonesia. Alasannya, ia tidak bisa memenuhi poin pertama di atas.

Bagaimana dengan Tijjani Reijnders yang jadi bahan obrolan di kolom komentar YouTube pada gambar di atas?

Betul, Reijnders baru dua kali membela timnas Belanda. Betul juga, ibunya punya garis keturunan Indonesia sehingga Reijnders berhak atas kebangsaan (nationality) Indonesia.

Cuma coba lihat deh berapa usia Reijnders sekarang? 25 tahun!

Pemain di bawah usia 21 saja dibatasi maksimal 3 kali main oleh FIFA. Lebih dari itu sudah tidak boleh pindah timnas.

Ini malah sudah berusia 25 tahun, sudah main di dua pertandingan kompetitif level senior pula. Tidak bisa, Pak.

Untuk pemain berusia di atas 21 tahun, ia hanya boleh pindah asosiasi apabila baru sekali membela timnas lama di pertandingan persahabatan atau fase kualifikasi sebuah turnamen. Reijnders sudah dua kali tampil di Kualifikasi Euro 2024.

So, jangan berharap lagi sama Reijnders, ya.

***

Terakhir, apa bedanya pemain naturalisasi dan pemain keturunan?

Gonzales, Dutra dan Klok itu pemain naturalisasi. Walsh, Jenner dan Struick itu juga pemain naturalisasi.

Bedanya, Walsh, Jenner dan Struick itu pemain naturalisasi yang punya garis keturunan Indonesia. Sedangkan Gonzales, Dutra dan Klok itu tidak. Itu saja.

Kira-kira demikian yang saya pahami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun