Saya benar-benar tidak mengerti ke mana arah pembicaraan si pemuda AS itu tadi. Sampai kemudian dia menambahkan ucapan, yang membuat saya semakin tidak habis pikir.
"You're a Muslim, right? So, I think you must be happy...."
Ah, oke, barulah saya paham apa maksud si pemuda AS ini.
Rupanya bule Amrik ini berpikir, kalau Muslim sudah pasti pendukung Al-Qaeda. Maka, pastilah bakal mendukung apa yang dilakukan gerombolannya Osama bin Laden tersebut. Paling tidak merasa ikut senang jika serangan mereka berhasil. Sebuah bentuk keterlibatan secara emosional.
Padahal siapalah saya. Saat itu Eko Nurhuda hanyalah seorang remaja yang belum genap 20 tahun. Sedang berhasrat menjadi pemandu wisata seperti mentor dan senior saya, Pak Murtejo dan Mas Yusuf.
Saya memang gemar membaca sejak kecil, termasuk buku-buku dan majalah agama. Namun bacaan paling favorit bagi saya pada masa-masa itu adalah sejenis Supernova, Saman, dengan serial Wiro Sableng sebagai selingan.
Eh, lha kok, ada seorang bule Amrik yang baru saja saya temui (tak sampai 15 menit!) sudah menuduh saya 'terlibat' dengan aktivitas Al-Qaeda. Ya, terlibat secara emosional dengan cara ikut senang saat serangan teror berhasil. Andai saja bule itu tahu saya bahkan (maaf, ini memalukan sebetulnya) belum tertib salat 5 waktu ketika itu.
Jelas saja saya langsung merasa tidak nyaman. Saya merasa tidak perlu lagi meladeni ucapan pemuda bule tersebut, sehingga memilih pergi sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Bule gila!
Catatan: Di bawah ini foto saya semasa magang di Candi Prambanan. Dijepret oleh seorang teman bernama Katamso.