Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola yang sedang belajar berkebun di desa transmigrasi. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet, juga menulis cerita silat di aplikasi novel online.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Warga di Tidore Ini Upacara Bendera Setiap 18 Agustus, Bukan 17 Agustus

19 Agustus 2022   13:54 Diperbarui: 23 Agustus 2022   00:40 5451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mendiang Amina Sabtu, satu-satunya pelaku peristiwa Tanjung Mafutabe yang tersisa saat saya datang ke Tidore pada Agustus 2017. FOTO: dok. pribadi


Artinya, Sultan Zainal Abidin Syah lebih condong untuk bergabung dengan Republik Indonesia. Sebuah sikap yang membuat Belanda terancam kehilangan klaim sejarah atas Papua Barat. Pasalnya, sejak sebelum bangsa Eropa datang ke Nusantara, wilayah Papua Barat berada dalam naungan Kesultanan Tidore.

Senada dengan junjungan mereka, pemuda-pemudi Tidore pun menunjukkan sikap sama. Diam-diam, sekelompok pemuda Mareku nan pemberani merancang satu aksi heroik. Mereka ingin mengirim pesan pada NICA bahwa Tidore adalah Indonesia.

Salah satu pemuda itu bernama Dullah. Warga Mareku hingga kini mengenang beliau sebagai Tete Dullah, di mana 'tete' berarti 'kakek'. Dullah lantas mendatangi Amina Sabtu, sepupunya yang seorang gadis berusia 18 tahun, dan meminta dijahitkan sebuah bendera merah putih.

Saya lagi-lagi beruntung pernah bertemu dan mewawancari mendiang Nenek Amina semasa beliau hidup untuk menggali peristiwa ini. Kepada saya, mendiang mengaku sebetulnya takut melakukan apa yang diminta Dullah. Namun Dullah berhasil meyakinkan Amina dan jadilah selembar bendera merah putih.

Dullah membawa bendera hasil jahitan tersebut kepada rekan-rekannya. Rencananya mereka hendak mengibarkan bendera tersebut di Dermaga Residen di Ternate. Sebuah pernyataan pada dunia bahwa Tidore adalah wilayah Indonesia.

Tugu peringatan pengibaran bendera merah putih oleh para pemuda Mareku pada 18 Agustus 1946. FOTO: Eko Nurhuda/bungeko.com
Tugu peringatan pengibaran bendera merah putih oleh para pemuda Mareku pada 18 Agustus 1946. FOTO: Eko Nurhuda/bungeko.com

Tanjung Mafutabe

Maka mereka pun menyeberang ke pulau sebelah. Namun niat tadi harus dibatalkan karena ternyata di sana banyak tentara NICA berjaga-jaga. Bukannya tidak berani, tetapi Dullah, dkk. lebih mementingkan agar misi mereka dapat terlaksana.

Dengan terpaksa Dullah, dkk. putar kora-kora mereka untuk berlayar kembali ke Tidore. Daripada tidak jadi, mereka lantas memilih satu tanjung di Kelurahan Mareku sebagai lokasi pengganti. Tanjung itu bernama Mafutabe.

Di sanalah pada 18 Agustus 1946, bendera merah putih hasil jahitan Amina Sabtu lantas dikibarkan. Misi Dullah, dkk. sukses. Merah putih berkibar di Tidore.

Beberapa orang yang saya temui di Tidore waktu itu dengan bangga menceritakan, inilah pertama kalinya bendera merah putih berkibar di Indonesia Timur. Di Pulau Tidore, tepatnya di Tanjung Mafutabe di Kelurahan Mareku, pada 18 Agustus 1946.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun