Alhasil, meski mengurung rapat pertahanan lawan, para pemain Indonesia kesulitan menciptakan peluang. Menusuk masuk ke dalam kotak penalti bahkan nyaris tak dapat dilakukan, sebab pasti berujung kegagalan akibat sapuan dan adangan lawan.
Untuk mengakali kebuntuan, para pemain sayap kerap melepas umpan silang dari kedua sisi lapangan. Namun selalu saja bola lambung ini mental dihalau pemain Myanmar atau malah tak sampai sasaran.
Tembakan langsung dari luar kotak penalti juga terus coba dilakukan. Akan tetapi barikade pemain berseragam putih-putih dengan mudah melakukan blok. Kerap pula tendangan pemain Indonesia yang melenceng jauh dari sasaran.
Ini sungguh sangat disayangkan, sebab titik terlemah Myanmar terletak pada penjaga gawangnya. Kiper mereka yang memang tidak terlalu tinggi tampak betul kesulitan menghadapi bola-bola atas. Sayang, kelemahan itu tak mampu dimanfaatkan dengan maksimal.
Sebaliknya, serangan balik cepat yang dilakukan Myanmar secara sporadis justru berkali-kali mengancam gawang Andrika. Myanmar juga tidak butuh banyak pemain untuk menembus pertahanan Indonesia dan mengkreasi serangan mematikan.
Pada saat gol mereka tercipta, hanya tiga pemain Myanmar yang terlibat dalam permainan. Yang pertama eksekutor tendangan bebas, pemain kedua yang menyambut bola tetapi diadang Iqbal dan satu bek lagi, lalu pemain ketiga yang mendapat bola muntah hasil blok Andrika.
Deretan PR
Sampai dengan gol Myanmar tercipta saja sudah terpampang sederet PR besar yang harus diselesaikan Bima Sakti. Jika ingin tim asuhannya keluar sebagai juara, maka sekian pekerjaan rumah tersebut musti selesai sebelum bertemu Vietnam.
Dalam pandangan saya, setidaknya ada tiga kekurangan pokok yang ditunjukkan timnas Indonesia U16 dalam pertandingan melawan Myanmar. Kekurangan yang menariknya juga kerap terlihat pada timnas di level usia berbeda, bahkan timnas senior.
Pertama, para pemain Indonesia kurang sabar dalam menyusun serangan.
Dalam laga melawan Myanmar, memang para pemain Indonesia terus menekan bahkan mengurung pertahanan lawan. Pertandingan seolah hanya berlangsung setengah lapangan. Dua bek tengah Indonesia bahkan kerap berdiri di bidang permainan Myanmar.
Sayangnya, Iqbal Gwijangge, dkk. selalu terburu-buru ingin melambungkan bola ke dalam kotak penalti. Terus saja melakukan serangan cepat yang diartikan dengan "cepat-cepat mengirim bola ke depan".