Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Banyak Nian PR Indonesia Jelang Partai Final Piala AFF U16

11 Agustus 2022   00:55 Diperbarui: 11 Agustus 2022   15:09 1493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setidaknya ada tiga kekurangan pokok yang ditampilkan timnas Indonesia U16 dalam pertandingan melawan Myanmar (dok. PSSI)

MESKI akhirnya menang atas Myanmar, langkah Indonesia ke final Piala AFF U16 2022 diiringi sekian banyak pekerjaan rumah. Seluruh PR tersebut musti selesai dibereskan sebelum kembali meladeni Vietnam pada Jumat (12/8/2022) mendatang.

Jauh dari bayangan saya, timnas Indonesia U16 rupanya kesulitan membongkar pertahanan Myanmar. Jika sebelumnya saya menyebut anak asuhan Bima Sakti tak bakal kerepotan di semifinal, ternyata justru sebaliknya yang terjadi.

Mentas di Stadion Maguwoharjo, Sleman, pada Rabu (10/8/2022) malam WIB, disaksikan sekian pasang mata pendukung sendiri, Iqbal Gwijangge, dkk. memang mendominasi jalannya pertandingan sejak menit-menit awal. Sayang, bukannya mencetak banyak gol, malah gawang Andrika Fathir Rachman yang kebobolan terlebih dahulu.

Kejadiannya cuma beberapa menit jelang turun minum. Berawal dari satu pelanggaran kasar terhadap pemain Myanmar di sisi kanan lapangan tengah Indonesia. Wasit memberi kartu kuning, sekaligus menghadiahi tendangan bebas bagi Myanmar.

Sebetulnya bola hasil free kick Myanmar tidaklah mengancam. Antisipasi para pemain kitalah yang menyebabkan terciptanya gol lawan. Perpaduan antara kesalahan mengambil keputusan dan miskomunikasi di antara para pemain belakang.

Kesalahan paling mencolok dilakukan Andrika. Sudah ada Iqbal dan satu bek lain mengawal pergerakan pemain Vietnam di dalam kotak penalti, menyambut bola tendangan bebas, tetapi sang kiper tetap ikut maju pula untuk menghalau bola.

Akibatnya, blok yang dilakukan Andrika tidak maksimal karena gerakannya terhalang tubuh Iqbal di depan. Alih-alih membuat bola mental jauh agar gawangnya terbebas dari ancaman, kiper muda ini menyebabkan si kulit bundar jatuh di depan kaki pemain Myanmar lain.

Celakanya, pemain Myanmar bernomor punggung 11 tersebut bebas tanpa kawalan sama sekali. Dengan tenang dan terukur, dia menembakkan bola ke gawang kosong. Gol! Indonesia 0, Myanmar 1.

Mati Kutu

Jika saat tertinggal dari Vietnam para pemain Indonesia U16 dapat langsung melakukan comeback cepat di awal-awal babak kedua, tidak demikian halnya pada partai semifinal. Pertahanan kokoh yang digalang Myanmar benar-benar membuat awak timnas belia mati kutu.

Myanmar memang menerapkan strategi defensif sejak kick off. Para pemain mereka sebagian besar menumpuk di area pertahanan sendiri. Saya hitung bolak-balik untuk memastikan, setidaknya selalu ada 5-6 pemain Myanmar yang bersiaga di sekitaran kotak penalti.

Alhasil, meski mengurung rapat pertahanan lawan, para pemain Indonesia kesulitan menciptakan peluang. Menusuk masuk ke dalam kotak penalti bahkan nyaris tak dapat dilakukan, sebab pasti berujung kegagalan akibat sapuan dan adangan lawan.

Untuk mengakali kebuntuan, para pemain sayap kerap melepas umpan silang dari kedua sisi lapangan. Namun selalu saja bola lambung ini mental dihalau pemain Myanmar atau malah tak sampai sasaran.

Tembakan langsung dari luar kotak penalti juga terus coba dilakukan. Akan tetapi barikade pemain berseragam putih-putih dengan mudah melakukan blok. Kerap pula tendangan pemain Indonesia yang melenceng jauh dari sasaran.

Ini sungguh sangat disayangkan, sebab titik terlemah Myanmar terletak pada penjaga gawangnya. Kiper mereka yang memang tidak terlalu tinggi tampak betul kesulitan menghadapi bola-bola atas. Sayang, kelemahan itu tak mampu dimanfaatkan dengan maksimal.

Sebaliknya, serangan balik cepat yang dilakukan Myanmar secara sporadis justru berkali-kali mengancam gawang Andrika. Myanmar juga tidak butuh banyak pemain untuk menembus pertahanan Indonesia dan mengkreasi serangan mematikan.

Pada saat gol mereka tercipta, hanya tiga pemain Myanmar yang terlibat dalam permainan. Yang pertama eksekutor tendangan bebas, pemain kedua yang menyambut bola tetapi diadang Iqbal dan satu bek lagi, lalu pemain ketiga yang mendapat bola muntah hasil blok Andrika.

GAMBAR: PSSI, dengan modifikasi oleh penulis
GAMBAR: PSSI, dengan modifikasi oleh penulis

Deretan PR

Sampai dengan gol Myanmar tercipta saja sudah terpampang sederet PR besar yang harus diselesaikan Bima Sakti. Jika ingin tim asuhannya keluar sebagai juara, maka sekian pekerjaan rumah tersebut musti selesai sebelum bertemu Vietnam.

Dalam pandangan saya, setidaknya ada tiga kekurangan pokok yang ditunjukkan timnas Indonesia U16 dalam pertandingan melawan Myanmar. Kekurangan yang menariknya juga kerap terlihat pada timnas di level usia berbeda, bahkan timnas senior.

Pertama, para pemain Indonesia kurang sabar dalam menyusun serangan.

Dalam laga melawan Myanmar, memang para pemain Indonesia terus menekan bahkan mengurung pertahanan lawan. Pertandingan seolah hanya berlangsung setengah lapangan. Dua bek tengah Indonesia bahkan kerap berdiri di bidang permainan Myanmar.

Sayangnya, Iqbal Gwijangge, dkk. selalu terburu-buru ingin melambungkan bola ke dalam kotak penalti. Terus saja melakukan serangan cepat yang diartikan dengan "cepat-cepat mengirim bola ke depan".

Karena bola kerap kali cepat-cepat dikirim ke depan, para pemain Myanmar tinggal menunggu saja di sekitaran kotak penalti mereka. Ada bola lambung, ya mereka sundul. Kalau ada pemain Indonesia yang sepertinya mau melakukan tembakan, ya tinggal diblokade. Mudah sekali antisipasinya.

Meminjam istilah Bung Kusnaeni yang menjadi komentator pertandingan semifinal, seharusnya para pemain Indonesia dapat sesekali melakukan delay. Tidak terus-terusan menekan dan menekan, tetapi juga tahu caranya menahan bola demi memancing lawan keluar sehingga pertahanan mereka lebih terbuka.

Bisa juga sebaliknya, sengaja membiarkan para pemain Myanmar ganti menguasai bola dan melakukan serangan. Dengan demikian lini belakang mereka lebih terbuka yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan counter attack mematikan.

Kedua, para pemain Indonesia juga kurang kreatif dalam merancang serangan.

Yang ditunjukkan para pemain Indonesia dalam menghadapi Myanmar adalah konsistensi. Mereka terus melakukan hal yang sama berulang kali sekalipun sebelum-sebelumnya usaha itu nyata-nyata gagal membuahkan hasil.

Atau bolehlah kita sebut sikap tersebut sebagai persistensi. Semangat pantang menyerang dalam mencapai tujuan yang ditunjukkan dengan usaha terus-menerus tanpa lelah hingga wasit meniup peluit panjang tanda berakhirnya pertandingan.

Tentu saja sikap konsisten dan persisten merupakan hal positif. Namun dalam pertandingan sepak bola dibutuhkan lebih dari kedua itu kalau ingin menang. Kita memerlukan kreativitas di atas konsistensi maupun persistensi.

Lihat saja, skema serangan timnas Indonesia U16 dapat ditebak dengan mudah. Jika bola dibawa pemain sayap di sisi lapangan, misalnya, maka yang selanjutnya terjadi adalah umpang lambung ke tengah kotak penalti.

Mending kalau umpang lambung itu dilakukan di sepertiga akhir lapangan atau bahkan dari samping kotak penalti. Yang kerap terjadi, pemain sayap Indonesia sudah melepas bola tak jauh dari tengah lapangan. Alhasil, bola mudah terbaca dan diantisipasi lawan.

Sedangkan apabila bola di area depan kotak penalti, yang kemudian dilakukan pemain Indonesia U16 adalah melakukan tembakan jarak jauh. Para pemain Myanmar yang menumpuk di sana tinggal melakukan blokade dan sepakan pun gagal.

Tak satu pun pemain yang berusaha melakukan tusukan-tusukan ke dalam kotak penalti lawan. Dari samping memang sempat beberapa kali mencoba masuk, tetapi belum terlalu jauh sudah dihalau pemain Myanmar.

Sepanjang 90 menit, pemain Indonesia hanya dapat masuk area 16 meter Myanmar dalam keadaan tanpa membawa bola. Tak heran bila kiper Myanmar tidak banyak terekspose kelemahannya.

Ketiga, para pemain Indonesia masih sering melakukan kesalahan elementer.

Meski tampil di rumah sendiri, terlihat sekali jika para pemain Indonesia tidak tenang dalam menghadapi Myanmar. Ini mungkin penyebab mereka kerap salah kontrol bola dan juga salah umpan, melengkapi dua kekurangan yang telah dijabarkan di atas.

Saya tahu para pemain mungkin saja tertekan, entah seberapa besar tekanan itu dan dari mana asalnya. Yang jelas mereka pasti tahu harapan setinggi langit ditumpukan pada pundak mereka, anak-anak yang bahkan belum boleh memiliki KTP.

Penduduk negara ini sudah sangat lama merindukan gelar juara dan, sedihnya, justru timnas level belia yang selama ini mampu mempersembahkan trofi. Kebetulan sekali titel kampiun terakhir bagi Indonesia dipersembahkan oleh timnas U16. Tepatnya dari gelaran Piala AFF U16 di tahun 2018.

Kala itu Indonesia juga bertindak sebagai tuan rumah, dengan Sidoarjo menjadi lokasi turnamen. Di partai final, Bagus Kahfi, dkk. menaklukkan Thailand lewat adu penalti.

Di level U19, kesempatan menjadi juara pupus setelah Indonesia gagal melaju ke semifinal beberapa saat lalu. Sementara gelar terakhir yang dipersembahkan oleh timnas U19 sudah lama sekali, yaitu di tahun 2013 dan belum pernah terulang lagi.

Bagaimana dengan timnas senior? Ah, rasa-rasanya yang satu ini tidak perlu dibahas panjang lebar.

Bermain Lepas

Menjelang laga pamungkas menghadapi Vietnam, pelatih Bima Sakti sudah harus membereskan poin-poin minus yang ditunjukkan dalam pertandingan melawan Myanmar. Para pemain Indonesia musti lebih sabar dan kreatif dalam menyusun serangan, serta tampil tenang sehingga tidak banyak melakukan kesalahan mendasar yang dapat membuang-buang peluang.

Kalau memang para pemain berada dalam tekanan, sudah jadi tugas tim pelatih untuk membuat mereka lebih ringan. Meski kita rindu gelar juara setengah mati, jangan biarkan Iqbal Gwijangge, dkk. bermain dengan benak dipenuhi ekspektasi.

Para pemain timas U16 harus menikmati laga pamungkas, terlepas apa pun hasil yang terjadi nanti. Lagi pula, jika kondisi kejiwaan pemain bagus, segala instruksi yang diberikan pelatih dapat dijalankan dengan disiplin.

Di final nanti, Vietnam saya duga tak akan seagresif di fase grup. Mereka sendiri sudah membuktikan cara jitu meredam Indonesia. Ketika tampil lebih defensif pada separuh babak kedua, Indonesia kesulitan menembus pertahanan yang mereka galang.

Belajar dari hasil yang dipetik Myanmar, saya punya dugaan Vietnam bakal lebih banyak bertahan. Mungkin tidak akan sampai menumpuk 5-6 pemain di depan kotak penalti, tetapi tetap saja rapatnya pertahanan mereka berpotensi membuat Iqbal, cs. kelimpungan sendiri.

Lalu sebagai balasan, Vietnam kemungkinan sekali mengandalkan serangan balik cepat. Para pemain mereka punya kecepatan berlari yang luar biasa, ditambah ketenangan dan akurasi bagus. Perpaduan semua ini bisa membahayakan gawang Andrika dan Bima Sakti wajib menyusun antisipasi.

Harus diakui Indonesia beruntung dapat menjebol gawang Myanmar, lalu akhirnya memenangkan adu penalti dan melaju ke final. Gol penyama skor tersebut berasal dari situasi bola mati. Ironis sekali mengingat tim asuhan Bima Sakti menguasai bola sepanjang pertandingan.

Para pemain Indonesia U16 tidak boleh berharap keberuntungan serupa terulang. Mereka harus berjuang lebih baik dari sebelumnya. Wujudkan kemenangan atas Vietnam atau kita semua kembali harus menelan kepedihan di negara sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun