Mengapa?
Sebab praktik vanity publishing sejatinya bukanlah sebuah penerbitan. Ini lebih cocok disebut sebagai jasa percetakan. Ya, jasa percetakan buku. Karena itulah penulis yang ingin menerbitkan buku di Penerbit Angin Ribut tadi dimintai uang.
Mau menerbitkan berapa buku? Minimal order 10 eksemplar, ya. Karena per eksemplar harganya Rp80.000--include jasa layout bla bla bla, maka minimal transaksi Rp800.000. Belum termasuk ongkos kirim.
Lihat sendiri, bukankah yang seperti itu lebih mirip praktik jasa percetakan ketimbang penerbitan?
Eh, tunggu dulu, Mas! Kan, memang begitu umumnya kalau mau menerbitkan buku sendiri alias self publishing? Bukannya penulis memang harus keluar uang sendiri?
Benar, untuk menerbitkan buku sendiri memang penulis harus keluar modal, harus keluar uang yang nominalnya tergantung jumlah eksemplar buku dicetak. Sampai di sini pemahamannya sudah tepat.
Namun soal bagaimana proses dari naskah mentah menjadi buku cetak, ini yang sering kali membuat seseorang tergelincir. Dia pikir sedang melakoni self publishing, ternyata malah "terjebak" dalam praktik vanity publishing.
Sekali lagi saya ulangi, memang sekilas tidak ada bedanya antara self publishing dan vanity publishing. Maka, di sinilah pentingnya bagi para penulis untuk mengenali perbedaan kedua praktik tersebut.
Apa Bedanya?
Jadi, apa sih bedanya antara self publishing dan vanity publishing? Kuncinya ada di proses dari buku masih berupa naskah mentah, sampai kemudian terbit sebagai sebentuk buku cetak dan dipasarkan. Juga pada siapa yang memegang kendali penuh dalam seluruh rangkaian tersebut.
Dalam vanity publishing, Anda sebagai penulis hanya diminta menyerahkan naskah. Pada Penerbit Angin Ribut tadi, misalnya. Proses selanjutnya mereka yang mengambil alih sepenuhnya. Mulai dari perwajahan (lay out), pembuatan sampul (cover), pemilihan jenis kertas, hingga kualitas cetakannya seperti apa.
Dalam banyak kasus, penulis sama sekali tidak dilibatkan dalam rangkaian proses itu. Setelah penulis mengirim naskah, tidak ada lagi komunikasi dari Penerbit Angin Ribut mengenai pengerjaan buku. Lalu, voila! Tahu-tahu saja bukunya sudah dicetak, sudah terbit.