Bingkisan dan penghargaan dari berbagai pihak mengalir deras untuk Nenek Na. Dari pemuda dan warga setempat, dari Dandim Tidore Kepulauan, dari keluarga Achmad Mahifa, juga dari Jou Sultan Hi. Husain Syah melalui Ko Udin.
Dalam kesempatan itu pula Jou Sultan menganugerahi piagam penghargaan dari Kesultanan Tidore. Inilah penghargaan pertama yang diterima Nenek Na atas keberaniannya menjahit bendera bersejarah 72 tahun lalu.
Tentu saja saya turut senang melihatnya. Lebih senang lagi karena saat saya berkunjung ke rumahnya selepas upacara, Nenek Na terlihat banyak tersenyum. Beberapa kali beliau terkekeh. Saya beruntung sekali bisa berfoto bareng saat Nenek tersenyum lebar begitu.
Sayang, senyum lebar itu hanya tinggal kenangan. Sebuah berita duka datang dari Olan melalui WhatsApp, Rabu (18/7/2018) sore tadi. "Mas Eko, Nenek Na meninggal," demikian kabar singkat, padat, dan to the point dari Olan. Saya terpekur. Satu lagi pahlawan perjuangan bangsa meninggalkan kita semua tanpa sempat mendapatkan penghargaan yang layak dari pemerintah.
Selamat jalan, Nenek Amina...
CATATAN: Artikel ini saya tulis ulang dari naskah berjudul "Perjumpaan dengan Nenek Bandera" yang termuat dalam buku "To Ado Re!; A Memorable Adventure to the Land of Exotic Beauty" (Sixmidad Publishing, 2018), sebuah buku tentang Tidore yang ditulis oleh rekan-rekan blogger, kolomnis wisata, budayawan, dan jurnalis lokal Tidore. Dapatkan bukunya di Tokopedia atau Bukalapak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H