" Soal makan, kita masih ada persediaan beras. Garam juga ada. Seperti biasa, makan pakai garam apa masalahnya abi?". Tanya Anisa sembari menatap suaminya penuh makna.
      " Abi bersyukur punya istri umi". Kata Munir,matanya berkaca-kaca.
      "Ah,abi ... pemuda di desa ini dulu juga bilang begitu, andaikan memiliki punya istri seperti umi pasti beruntung". Guyon Anisa, sengaja ia membuat situasi demikian. Supaya tidak semakin larut dalam kesedihan yang ia simpan entah mulai kapan, yang pasti sudah lama. Tapi ia berusaha membesarkan hatinya supaya tidak semakin larut memikirkan kehidupannya. Mereka tenggelam dalam gelak tawa, teringat saat pengantin baru 15 tahun yang lalu. Saling menebar senyum, tawa. Untuk sejenak, mereka seperti terhipnotis akan cinta suci yang mereka ciptakan. Antara Munir dan Anisa. Suara rengekan balita mengusik keromantisan mereka, si bungsu bangun dari tidurnya.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H