Mohon tunggu...
Prabu
Prabu Mohon Tunggu... Pegawai Swasta -

Ngomong Indonesia Ngomong budaya Indonesia Ngomong budaya wayang Indonesia http://indonesiawayang.com https://www.facebook.com/bumiprabu https://www.facebook.com/wayangprabu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kuncung dan Bawuk

21 Januari 2016   06:48 Diperbarui: 21 Januari 2016   07:50 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kuncung"][/caption]"Mas Bagooooong ... cepet ke sini atuh kita ngobrol lagi ! Dengar nggak kalau Pakde Sengkuni beraksi lagi, gosok sini gasak sana lempar fitnah keji bikin sensasi. Tahu nggak kalau sinden mbak Rini yang centilnya ra karuan itu, cuap cuap megal megol nggak punya malu nongol lagi di tipi. Percaya nggak sama omongannya buta Jonru yang selalu ungkit dan ungkap kebohongan dan kebencian. Nonton nggak ada teroris pimpinan Aswatama yang bikin ontran ontran di kota raja. Percaya nggak kalau kucingku tadi malam sudah melahirkan anak jumlahnya sepuluh ? Oh Mas Bagong ... banyak sekali kejadian aneh akhir akhir ini, padahal Mas Bagong sendiri sudah aneh !"

“Sik ... sik ... sik ... satu satu ! Tahu nggak mbak Dian ada seorang wanodya yang kalau ngomong kayak senapan mesin yang ditembakan dan nggak bisa di setop, kan aneh ?”

“Ya nggak aneh sih Mas, namanya perempuan kalau normal ya begitu, ingin semua serba tahu dan selalu ingin juga ikut nimbrung di dalamnya”

“Terus apa maksud Mbak Dian mengatakan kalau saya sudah aneh dari dulu”

“Lho apa tidak merasa aneh atas penampakan bodi Mas Bagong seperti itu ?”

“Ya memang aneh, tegasnya my body is berantakan, kan ?”

“He he he ... gitu ajah marah, cuman bercanda Mas”

“Gini gini juga banyak yang naksir, Mbak. Kata orang saya ini masih orisinil dan bentuk yang begini ini susah dicari karena unik dan eksotik”

“Oh gitu ya ... aku manggil Mas Bagong sih pasti ada maunya. Mau belajar sama Mas Bagong yang eksotik tentang makna filosofi pagelaran wayang itu. Mau kan, Maaaaasss ?!”

“Wah kalau sudah ngomong Maaasss, panjang dan lama serta pakai mendesah begitu, enggak bisa menolak aku”

“Ya wis ... cepetan atuh !”

"Mbak Dian itu ... senengane kok kesusu bae ... inyong rak dadi kagok nek mbake nyusu nyusu ... kok tanya seperti itu ada maksud apakah ?”

“Ingin tahu saja Mas”

“Bagi yang seneng wayang, tentu tak mengapa berlama-lama menikmati pagelaran dari mulai malam sampai subuh hingga tuntas. Yang diperoleh tentu kepuasan jiwa dan bakal memperoleh sesuatu yang dapat dibawa pulang dan mengendap dalam pikirannya. Sesuatu yang sangat bernilai bagi kehidupannya. Tapi bagi yang nggak ngerti wayang, apakah dia akan memperoleh hal serupa ?"

"Lha aku belum ngerti je Mas Bagong, sesuatu yang ada di dalam pertunjukan wayang itu. Trus piye ?"

"Ya cari tahu tho Mbak !"

"Ya dikasih tahu tho Mas !"

"Cuma masalahnya, banyak pertunjukan wayang sekarang sekarang ini sudah jauh dari makna yang sebenarnya. Banyak pagelaran wayang isinya cuman dagelan, hiburan, seneng-seneng, ketawa-ketiwi dan setelah pulang ya nggak dapat apa-apa selain gobyos dan suara parau karena capek ketawa dan bengak bengok."

"Sebenarnya yang benar itu bagaimana tho Mas Bagong ?"

"Yang benar tuh yang nggak salah Mbak"

"Mas Bagong ... !!!! Ojo godha aku wae tho ... mengko nek tak ambung baru tahu rasa njenengan !"

"Eee ee e ... ojo Mbak Dian .... maksudku jangan ditunda ... he he he ... Enggak kok Mbak hanya bercanda saja, biar pikiran menjadi segar setelah dipakai kerja berat kemarin. Secara umum pagelaran wayang, dibagi dalam empat babak, yaitu Babak pembukaan atau sering di sebut Petalon, Babak pertama atau Patet Nem, Babak kedua atau Patet Sanga dan Babak ketiga Patet Manyura. Bingung kan Mbak ?"

"He eh Mas !"

"Petalon berasal dari kata TALU yang berarti Mulai atau Mengawali, sehingga Gending Petalon berarti Gending Pembukaan atau gending-gending untuk mengawali sebuah acara dalam hal ini pagelaran wayang. Kalau di rekaman kaset wayang dulu, biasanya gending petalon ini menghabiskan side-A kaset pertama yang berdurasi sekitar setengah jam"

"Wah ... Mas Bagong sampai hapal gitu ya ?!"

"Tapi kadang nggak semuanya Mbak, ada juga yang langsung masuk ke Babak pertama tanpa menampilkan gending petalon. Mbak Dian tahu apa yang terkandung dalam gending petalon dan makna yang tersirat dan tersurat ?"

"Dereng niku Mas Bagong, lha mbok dijelaskan !"

"Seperti halnya pada pertunjukan budaya lainnya, pagelaran wayang biasanya dibuka dengan panjatan doa kepada Tuhan Semesta Alam. Maka prosesi gending petalon kerap diawali dengan gending 'Ladrang Slamet' atau biasa disebut 'Ladrang Wilujeng, dengan harapan acara yang digelar dapat berlangsung selamat, baik pada saat berlangsung maupun sesudahnya. Ada lagi jenis gending yang serupa seperti 'Mugi Rahayu', 'Puji Rahayu', 'Sri Widodo'."

"Benar juga ya Mas Bagong ya, apapun yang kita lakukan untuk kebaikan sudah selayaknya kalau kita selaku manusia yang penuh dengan kelemahan ini, selalu berharap petunjuk dan bimbingan dari Sang Khalik, Allah SWT, agar dimudahkan dan diberi jalan yang benar."

"Inggih Mbak Dian, memang sudah seharusnya begitu. Sungguh merupakan kesombongan yang nyata pabila ada seseorang yang dengan bangganya menepuk dada seraya berkata bahwa semua keberhasilan yang diraihnya, mutlak adalah hasil kerja kerasnya tanpa campur tangan orang lain"

"Ada gitu Mas orang yang seperti itu ?"

"Sepertinya tidak sedikit Mbak ... he he he. Mudah-mudahan kita terhindarkan dari sifat dan sikap seperti itu ya Mbak ya."

"Aamiin ... lanjut petalon Mas !"

"Inggih Mbak ... pagelaran wayang kalau dipelajari dengan cermat, mengandung banyak filsafat tentang hidup dan kehidupan ini. Begitupun di gending pembuka ini. Menurut para cerdik cendekia, bijak bestari, leluhur negri ini, sebenarnyalah ada tiga darma besar dalam siklus hidup manusia. Filsafat Jawa mengenalnya dengan konsep tigaan yaitu Purwa – Madya – Wasana. Purwa artinya awal, madya adalah tengah, wasana artinya akhir. Kalau sewaktu esde dulu kita pernah belajar ujaran bijak Ki Hajar Dewantara, 'Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani'. Di depan memberikan teladan, ditengah bekerja giat, di belakang memberi semangat dan doa keselamatan. Juga tergambar dalam sebuah penggalan lakon 'Kresna Duta', bahwa Sri Kresna meskipun telah paham bahwa perang Baratayudha bakal terjadi, namun dia tetap memenuhi kewajiban sebagai duta Pandawa kali yang ketiga. Duta pertama oleh Ibu Pandawa, Kunti Talibrata dan duta kedua oleh raja Pancala mertua Yudistira, Prabu Drupada."

"Ooo ... pantesan kalau aba-aba itu selalu sampai tiga ya Mas ya. Satu ... Dua ... Tiga ... !!!"

"Bukankah dalam agama Islam, sesuai petunjuk Nabi kalau bertamu harus berucap salam dan sampai kali ketiga kalau tidak dijawab atau dibukakan pintu maka baru boleh pergi ?"

"Benar juga ya"

"Adapun yang digambarkan dalam urut-urutan gending di petalon adalah siklus hidup manusia, fase-fase kehidupan manusia yang bakal dijalani. Seperti disebutkan tadi bahwa kita berpedoman pada tatanan purwa – madya – wasana, maka urutan gending yang diperdengarkan mengandung makna seperti itu pula. Bahwa manusia pastinya mengalami purwa, awal, yaitu saat dilahirkan dimuka bumi dari perut sang ibunda ... cengeerrr ... dan kemudian menjalani kehidupan sebagai seorang bayi yang hidupnya masih bersih, masih polos dan sangat bergantung kepada orang lain, khususnya orang tuanya, hal ini di simbolkan dengan alunan gending CUCUR BAWUK

“Lha kok namanya aneh ya Mas Bagong, lucu dan cenderung saru ... he he he”

“Respon seperti Mbak Dian sering terjadi pada banyak orang saat mendengar nama gending itu. Lha kok saru ? Trus kemudian ketawa karena menurutnya ada sesuatu yang lucu tur saru tadi. Kalau kita berfikir normal dan dan positif tentu dapat menerima nama itu dengan mengeryitkan dahi seraya berfikir”

“Jadi Mas Bagong menuduh aku tidak normal dan negative thinking, gitu ?”

“Ya nggak gitu Mbak Dian, don’t be angry lah trus cemberut begitu, nanti ndak ilang ayune lho Mbak he he he ... Mbak Dian tuh manis kalau tersenyum, apalagi kalau tertawa. Lha nek pas nesu kaya batari Durga !”

“Batari Durga itu bidadari nggih Mas Bagong ?”

“Leres Mbak”

“Mestine rak nggih ayu tho ?”

“Lha ... nggih ... mestine .. he he he ...”

“Lha kok ketawa berarti nggak benar kan Mas ?”

“Ketawa kan bolah boleh saja tho Mbak. Saya jadi ingat dulu jaman esde waktu pelajaran bahasa Jawa. Disana ada tokoh anak-anak yang bernama Kuncung lan Bawuk, kalau di bahasa Indonesia diberi nama Ani dan Budi. Ini Ani ... Ini Budi ... ini ibu Ani ... ibu Budi mana he he he ... Dulu begitu Mbak”

“Lha kalau Kuncung Bawuk itu gimana ?”

“Iki Kuncung ... Iki Bawuk ... Kuncung lagi maen bekel ... Bawuk maen bal-balan”

“Mosok nggono sih Mas ?”

“Intermezo aja Mbak, intinya bahwa penokohan bocah laki-laki dan perempuan ada pada diri Kuncung dan Bawuk. Sebenarnyalah pendidikan seks sudah mulai ditanamkan sejak dini melalui tokoh Kuncung dan Bawuk itu, dengan halus, berhati-hati dan penuh tata krama. Cucur tahu kan Mbak ?”

“Kue cucur tho Mas, apem nggih Mas ?”

“Lha nek Bawuk ?”

“Lha niku ya ... itunya perempuan tho Mas”

“Nggak usah malu-malu Mbak, Bawuk ya memang sebutan untuk kemaluan anak kecil berjenis perempuan. Bentuknya mirip kue cucur. Itu hanya melambangkan bagaimana kehidupan anak-anak yang masih polos, orisinal, penuh fantasi, dan sangat indah, penuh tawa canda saat bermain bersama sebaya. Sesekali menangis gara-gara berbeda pendapat dengan temannya, tapi setelahnya dengan cepat baikan lagi. Nggak ada dendam, tidak ada amarah, nggak ada iri, dengki ... ah seandainya kehidupan seperti itu selamanya”

“Isinya gimana sih Mas, gending Bawuk ... eh Cucur Bawuk itu”

“Kalau tidak salah begini Mbak,

Wening,
Dumling cenger jabang,
Wruh pepadhang miwah sepi,
Swasana plong procot mijil,
Guwa garba biyungipun.

Bening .. Hening
pecah terdengar tangis jabang
terang dan sepi tergambar
suasana lega setelah keluar
dari rahim sang bunda terlahir

Hayu rahayuwa,
Jabang biyang baraya gung,
Karoban berkah Pangeran,
Slamet ing salami-lami

Rahayu selalu rahayu duhai
bayi keluarga besar tlah di nanti
dilimpahi berkah Ilahi Rabbi
selamat hingga kelak nanti

Glewo gewalagang,
Sabawane nangis ngguyu,
Mimik pipis lan kalegan,
Yayah rena sambung rasa.

Sungguh manis rupawan
menangis tertawa menggemaskan
mimum dan pipis dalam kenyamanan
menyambung rasa mencipa kebahagiaan

Twajuh nggulawentah,
Tresna asih rina wengi,
Titi tlaten tan angresah,
Ginadhanganom utama,

Kelak jadilah orang yang tekun
bercinta berkasih sayang siang malam
ulet, rajin dan mengeluh jangan pernah ada
berkarakter mulia tujuan utama

“Sungguh indah, ya Mas. Sebentar Mas tak meramkan sejenak mata ini meresapi makna tembang tadi”

“Jangan terlalu lama meremnya, Mbak. Nanti malah ketiduran lagi”

“Cukup, Mas. Lanjut ?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun