“Kanjeng Ratu”
“Ya Kanda”
“Sesungguhnya bukan keinginan Kanda, pesanggrahan anakmu Lesmana Mandrakumara yang telah dijaga dengan ketat oleh laksaan prajurit, namun entah bagaimana sebabnya Anakmu dapat keluar tanpa seinjin Kanda untuk ikut dalam peperangan menggempur Pandawa”
“Saya percaya para Pandawa tidak akan tega membunuh Lesmana, apalagi Dimas Janaka tentu saja tidak akan tega. Seandainya berani membunuh Lesmana, itu kan sama saja dengan membunuh anu ... anu ... anunya sendiri kan”
“Maksudmu ?”
“Sama saja dengan membunuh keponakannya sendiri !”
“Iya ... tapi tidak seperti yang engkau harapkan. Lesmana maju perang musuhnya bukan Janaka .... lawannya bukan Janaka !”
“Lalu siapa yang berani menghadapi Lesmana, Sinuwun”
“Saat itu Abimanyu telah roboh di arena, kemudian Lesmana mendekat. Lesmana membawa pusaka milik Kanda yaitu Kyai Kokop Ludira. Pusaka itu sedianya bakal dihunjamkan ke dada Abimanyu, namun ternyata ... Lesmana kalah cepat sehingga malah terkena senjatanya Abimanyu. Anakmu hari ini mati di tengah peperangan !”
Banuwati hanya terdiam sejenak … tidak ada rona terkejut ataupun sedih di wajahnya, malah dengan ketus kemudian berujar
“Jadi anak kok selalu memaksakan keinginan sendiri, tidak pernah nurut sama orang tua, bertindak tanpa restu orang tua. Beginilah jadinya !”