“Kang Gareng ki piye to, lha wong lagi mbahas masalah fenomena alam, musibah, bencana, khalifah, malah dikon mlotot wudun. Ra ana sambungane kang. Basa apike, tidak ada korelasinya. Wah … kang Gareng ki ra ilmiah. Wudun dibahas, ning bokong meneh. Ra sudi aku …” mencak-mencak Petruk menanggapi permintaan kakaknya.
Dengan entengnya Gareng melanjutkan
“Eee…. siapa bilang tidak ada korelasinya Truk. Wudun alias bisul itu juga adalah fenomena alam. Memang lingkupnya lebih kecil, yaitu hanya sebatas tubuh kita. Namun kita kan juga bagian dari alam ini to, kita juga makhluk ciptaan Gusti Allah. Dan satu hal lagi Truk, kalau kita mempelajari proses terjadinya wudun, maka tidak beda jauh dengan penjelasanmu soal fenomena alam tadi.”
“Mosok ngono … ra ilmiah kuwi!” masih mangkel Petruk membalas
“Tak jelaske yo adiku bocah bagus, bocah pinter … Ngene. Bisul itu adalah manifestasi dari sistem pertahanan tubuh yang terpola dan terorganisir secara ekselen melalui algoritma-algoritma yang njlimet namun canggih.”
“Wah basamu kang, ra mudeng aku” sungut Petruk
Gareng tersenyum menang
“Aku kan melu-melu wae sliramu adimas, nggunake basa sing kandane ilmiah (dalam hati Gareng tersipu seraya menyadari bahwa sebagian besar artinya dia juga nggak mudeng). Kalau tubuh kita yang sudah dalam kondisi harmonis ini tiba-tiba dimasuki maling atau perampok, misalnya bakteri, tentu mereka tidak akan berdiam diri. Mereka berusaha akan melawan dan memusnahkan musuh itu. Hasilnya ya bisul itu. Nanah yang ada di bisul adalah pasukan perang tubuh manusia, yaitu darah putih, yang menjadi korban dalam melawan musuh. Prinsipnya tubuh ingin selalu harmonis seperti halnya alam juga. Jadi nyambung to.”
“Wis … saiki tulung plothotno wudunku iki. Ketoke wis senut-senut je, wis wayahe” dengan seenaknya kemudian Gareng membelakangi Petruk dan membuka celananya untuk memperlihatkan wudunnya, si musibah.
Semar semakin lebar senyumnya dan menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan anak-anaknya.
Sementara itu Petruk yang disodori udun di pantat kakaknya, dengan pelan-pelan mengambil golok disebelahnya dan dengan secepatnya memukul bisul di pantat kakaknya dengan gagang kayu golok tadi. Dan secepatnya dia melarikan diri menjauhi tempat itu sambil tertawa-tawa senang. Selagi berlari kencang menuju rumah, sayup-sayup terdengar suara keras kakaknya, entah teriakan, cacian atau mungkin malah tangisan.