Mohon tunggu...
Deddy Daryan
Deddy Daryan Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati pendidikan, menulis fiksi

HIdup ini singkat, wariskan yang terbaik demi anak-cucu.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Grevillea (28)

4 Juli 2016   09:42 Diperbarui: 4 Juli 2016   09:48 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sementara, hutangnnya untuk pembiayaan suaminya, kini mulai menyesakkan dadanya. Sampai kini ia belum bicara sama Edo, terutama perihal pinjamannya pada Mulyadi. Niat Hesty untuk menjual rumah tempat kediaman mereka, juga belum disampaikannya pada Edo, ia kuatir akan berpengaruh pada kondisi suaminya itu.

Kemaren sore, setelah seminggu pasca operasi paru-paru suaminya itu, Hesty membesuknya, ternyata Edo sudah mampu bangun sendiri, ke kamar mandi tidak perlu lagi dipapah, dan menu makanannya tidak lagi seperti bubur makanan bayi, tapi nasi tim yang dicampur kuah sop kari ayam. Edo pun sudah tidak mau lagi disuapi, ia lebih leluasa menggunakan tangannya sendiri memegang sendok tanpa ragu meski dengan gerakannya yang masih lemah. Hesty menghargai keinginan suaminya itu.

“Aku kangen Ratri, Hes.”

“Ya, Mas! Dokter menyarankan untuk tidak membawanya kemari. Tadi saja Ratri ngambek, Mas. Waktu aku pamit ia tidak peduli,” papar Hesty.

“Tapi . . . ia baik-baik saja ‘kan?”

“Iyya . . . Mas! ia baik-baik saja”

Edo menatap Hesty penuh makna, memastikan ucapan istrinya tentang Ratri. Lalu, ia merebahkan tubuhnya di pembaringan itu. Hesty menggeser tiang botol infus, tanpa dirminta Edo, karena tangannya berpindah posisi.

“Sebaiknya kau pulang sekarang, Hes. Katakan sama Ratri, Papah kangen. Hati-hati di jalan, ya!” kata Edo lirih. Hesty tersenyum setengah dipaksakan.

Sebelum meninggalkan kamar perawatan Edo, Hesty mencium tangan suaminya, dan suaminya mengusap pipinya sekejap. Sungguh sebuah pemandangan yang indah lagi mengharukan.

“Maafkan aku, Hes!” kata Edo kemudian.

“Kamu . . . mau memaafkan aku, Hes . . . !“ sambung Edo lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun