Yang aku tahu, Lizz adalah sahabatku sejak lama dan dia perempuan yang baik. Dia selalu bisa meminta tolong saat kesulitan. Dan Lizz selalu menolongku saat aku memiliki masalah kuliah, hubungan, maupun kerjaan.
"Lizz?" tanyaku lagi karena ia tidak menjawabnya. "Apakah kamu hamil? Karena aku melihat alat tes kehamilan di tempat sampah. Saat itu tak sengaja ada anak kecil bermain bola dan mengenai kantong sampah yang kupegang, hingga lepas dari tanganku dan terpelanting beberapa meter. Semua isinya berceceran."
"Mana mungkin aku hamil. Aku tidak hamil." Lizz menjawab pertanyaanku dengan cepat.
Keadaan ruangan kami hening beberapa saat. Perbincangan kami begitu canggung. Terlebih, cara Lizz menjawab terdengar aneh bagiku.
"Lizz ...," tanyaku lagi, menginginkan jawaban yang meyakinkan.
Namun tidak ada suara yang keluar lagi dari Lizz. Beberapa pertanyaanku yang menyangkalnya sama sekali tidak Lizz pedulikan. Seolah Lizz ingin menghindar. Tapi Lizz sudah menghindariku lama. Aku ingin kebenaran. Toh aku tidak akan membenci apapun jawabannya.
Saat itu, sayup-sayup suara mulai terdengar. Pilu, dan membuat perasaanku semakin kacau. Jantungku semakin berontak apalagi saat suara itu semakin terdengar jelas di telingaku. Terdengar jelas jika Lizz sedang menangis sesenggukan di belakangku. Ia menyandarkan punggungnya ke punggungku.
Aku diam, dan tidak tahu harus berkata apa.
Tidak menyangka jika Lizz bisa hamil. Tes kehamilan di tempat sampah adalah milik Lizz. Tapi kenapa? Kenapa Lizz bisa menghancurkan masa depannya sendiri? Bukankah ada banyak hal yang perlu ia lakukan untuk menjadi profesional. Belum saatnya Lizz merawat anak.
"Siapa Lizz? Siapa yang menghamilimu? Ini bukan jalan yang kamu pilih!" Jujur, aku marah. Aku marah karena Lizz menodai cita-cita yang sering ia ungkapkan sebelum tidur. Lizz menghianati ucapannya sendiri kepadaku bahwa Lizz akan menjadi perempuan mandiri dan memiliki jabatan istimewa di perusahaan besar.
Dengan apa yang dilakukannya saat ini, justru Lizz menghalangi cita-citanya sendiri. Lizz belum kuliah paska sarjana. Masih banyak yang belum dilakukan Lizz.