Sejenak aku menatapnya dan melihat tempat sampah kami. "Baiklah, ini lebih baik daripada biasanya. Sampah-sampah telah tertata rapi di pojok ruangan."
"Ya! Aku semakin rajin bukan?" Ia menunjukkan wajah kekanak-kanakan miliknya.
"Tapi setidaknya kamu harus melihat antingku lebih dulu. Aku barusaja membelinya dan sengaja ingin pamer kepadamu Lizz."
"Iya? Benarkah anting baru? Lucunya ..., tapi kamu sudah beli vitamin rambut juga?" Ia terlihat menatapku dengan, tulus.
"Oh tidak, aku lupa."
"Apa?!" Tatapannya mendadak menakutkan buatku.
"Segera kubersihkan sampahnya nona, saya sedang sibuk. Maaf, aku tidak bisa diajak bicara. Ingin segera menyelesaikannya dan mandi dan tidur. Aku sangat capek." Tingkahku berlagak buru-buru karena aku lupa untuk beli vitamin.
Lizz diam beberapa saat, lalu berkata, "baiklah."
Lizz tidak marah? Syukurlah. Aku sudah lupa membelikan vitamin tiga kali. Aduh.
Kuraih lima kantong plastik sampah yang rapi di pojok kamar. Tempat pembuangannya tidak jauh, meski tidak pula bersih. Berada di depan rumah kos kami. Anak-anak lain juga membuang sampahnya di sana. Hanya saja ada sedikit hal yang mencurigakan saat aku keluar dari kamar dan melewati lorong rumah.
Kanan kiriku adalah pintu kamar kos lain. Sedangkan seorang perempuan menatapku dari depan salah satu kamar, berdiri dengan sorot mata yang aneh. Aku berusaha melewatinya karena perempuan itu hanya diam. Namun ia terlihat berusaha mendekat ketika jarak kami tinggal enam langkah.