Mohon tunggu...
Khoirul Muttaqin
Khoirul Muttaqin Mohon Tunggu... Wiraswasta - IG: @bukutaqin

Halo 🙌 Semoga tulisan-tulisan di sini cukup bagus untuk kamu, yaa 😘🤗

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Kunci dengan Gantungan Panda

6 April 2022   07:19 Diperbarui: 6 April 2022   07:19 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pixabay

Sebuah kunci berada di tas kecilku. Gantungannya memang buruk, potongan kayu yang dibentuk menjadi panda. Adam tidak menyukainya, dia bilang sudah usang karena kepalanya setengah patah. Tapi aku suka, dan dengan benda ini, kelihatannya aku memiliki harapan hidup.

Berada di rumah orang asing yang pemiliknya dibunuh membuat tubuhku terus gemetar. Dua penjahat itu belum tahu keberadaanku. Tapi hanya menunggu waktu saja untuk mereka sampai di kamar ini. Apa yang harus aku lakukan? Lari? Lari menerobos mereka mungkin memiliki peluang untuk hidup jika aku dapat meraih motor di depan rumah. Namun jika penjahat itu menghentikanku, mati, pasti aku dibunuh seperti Bu Vivi dan suaminya. Namun jika aku bersembunyi di sini, di almari atau di bawah meja. Rasanya mereka akan menemukanku? Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan!

Adam, tolong aku please! Bukankah besok kita akan merayakan wisuda bersama.

Tidak ada! Mereka belum terlihat akan naik ke lantai dua. Hanya terlihat lorong dengan sisi tembok dan pintu di sebelah kanan. Dan kucing. Sedangkan sebelah kiri adalah tumpuhan tangan setinggi perut yang langsung bersebelahan dengan lantai satu. Dadaku terus sesak dan kulitku merinding saat mencoba melihat situasi. Bahkan suara napasku terdengar kencang di telinga.

Aku harus bagaimana?

Jendela kamar berbatasan langsung dengan luar rumah. Delapan meterdari atas rumah? Tidak. Aku juga tidak bisa lari dari sini. Melompat hanya akan membuat kakiku patah dan mereka dengan mudah membunuhku.

Tidak ada cara selain menerobos mereka?

Kepalaku terus bekerja keras mencari cara meloloskan diri. Lari, menerobos, menerjang, melompat, bersembunyi, di tumpukan pruduk, di almari, kolong, memanjat? Ah, semua cara hampir mustahil dilakukan orang sepertiku. Sialan! Andai saja aku adalah lelaki yang kuat. Aku akan dapat bergerak dengan cepat tanpa takut terluka.

Ayo berpikir, ayo, Bintang! Berpikirlah dengan cepat! Bagaimana aku bisa meraih motorku di depan rumah dari posisiku di lantai dua ini.

"Hei, Tom! Aku menemukan seorang gadis!" Terdengar suara dari depan pintu kamar!

Deg!

"Tunggu! Jangan bunuh aku! Aku tidak ingin mati! Tolong! Kumohon! Kasihani aku! Aku harus wisuda besok di kampus!" suaraku terbata-bata saat tiba-tiba mengetahui satu pembunuh berada di dekatku. Tubuhnya tinggi, kekar, dengan pisau berada di tangan kanannya. Sedangkan tubuhku hanya bisa mundur perlahan menghindari orang di hadapanku.

"Dia ingin hidup, Tom! Dan dia sangat cantik!" Teriaknya mengajak temannya bicara yang berada di lantai satu. Sedangkan pisaunya telah membuat semacam kode: kamu tidak bisa lepas!

"Bukankah orang ini hanya tinggal berdua di rumah? Kenapa ada orang lain?" Suara dari kejauhan.

"Entahlah Tom."

"Jangan biarkan dia membocorkan kejadian ini."

"Tunggu! Biarkan aku pergi dari sini. Kumohon! Tolong! Aku hanya bekerja mencari uang di sini." 

Perasaanku campur aduk. tubuhku seakan melemas tiba-tiba dan tak bisa lari. Beberapa rencana di kepalaku belum berhasil tersusun rapi. Namun aku sudah dihadapkan dengan situasi hidup dan mati.

Sial. Bukankah tadi mereka masih berada di bawah. Bagaimana lelaki berpisau ini berhasil mengetahuiku dengan cepat. 

Aku bernapas dalam-dalam, dan, lari menerobos orang di hadapanku saat melihatnya sedang lengah. Dia mengajak bicara temannya saat aku berada di dekatnya. Mungkin dia meremehkan karena aku perempuan.

Hanya saja, sebuah tendangan dari kakinya melesat ke tubuhku tiba-tiba. Bag! Sakit! Perutku terasa nyeri dan tubuhku lemas. Tersungkur ke lantai.

"Apa kau tidak melihat jalan di sini sempit?! Hah?!" Ucapnya ketus. "Jangan berusaha melarikan diri!" imbuhnya.

Bag!

Untuk kedua kalinya kaki lelaki dengan pisau di tangannya itu menendang saat tubuhku belum sempat berdiri. Aku meronta sejadi-jadinya kesakitan. Namun yang ia lakukan adalah menarik rambut di kepalaku dengan paksa agar aku berdiri.

"Lepaskan aku, sialan!"

"Diam!" Dia balas meneriakiku dan menarik rambutku paksa. Ke kanan dan ke kiri tak beraturan dengan cepat hingga beberapa helai rontok dari kepala.

Sakit ..., sakit.

"Tunggulah sebentar biar kami memutuskannya, membunuhmu, atau menggunakanmu terlebih dahulu." kata lelaki itu. 

"Sialan. Aku tidak sudi kalian mempermainkanku! Lebih baik aku mati!"

Tangan kirinya menjambakku, sedangkan tangan kanannya menodongkan pisau menyentuh leherku.

"Diam."

Air mataku tak terbendung, dan perasaanku remuk hanya dalam beberapa saat.

Lelaki itu juga menyeretku ke tepi lantai dua, sedikit mendorong wajah dan tubuhku hingga tidak seimbang. Hingga kepalaku melihat lantai satu dengan jelas. Jika dia melepaskanku saat ini juga, tubuhku akan tersungkur dan jatuh ke keramik. Aku tak akan mampu berdiri dan wajahku akan terlihat berbeda.

"Lihatlah Tom! Kita mendapat bonus gadis cantik di sini," teriaknya membuat telingaku sakit.

"Hahaha, dasar kau. Kita harus membersihkan jejak!"

"Kita harus menikmati aksi hari ini juga."

"Lepaskan aku! Apa yang ingin kalian lakukan kepadaku!" teriakku di tengah-tengah ketakutan dan mencari celah.

"Diam! Aku tidak bicara denganmu!" ucap lelaki di sampingku sambil mendorongku semakin ke bawah, membuat posisiku hampir jatuh.

Posisi dipaksa tersungkur seperti ini membuat mataku melihat semakin jelas temannya bernama Tom itu. Tubuhnya sama-sama kekar, tinggi, dan berkumis tebal. Berjalan ke lantai atas melewati tangga. Sialan. Oh, ya Tuhan! Ada satu mayat orang lagi di sebelah bu Vivi dan suaminya!

"Lepaskan aku! Aku tidak ingin mati! Lepaskan!"

"Diam! Atau kau akan kubunuh lebih cepat!" Tangannya menjambak rambutku dengan paksa setiap aku berontak dan membuatku tidak berkutik. Ke kanan, ke kiri, lalu ke atas, bawah dan ke sembarang arah.

Sakit.

Rumah ini berada di tempat yang sepi dengan jarak antar rumah lainnya bisa sampai satu kilometer. Teriakan-teriakan pun tak akan bisa membantu. Sedangkan jalan lari hanya ada satu tangga ke lantai satu. Tanganku memang belum diikat, namun kepalaku sakit karena dikoyak-koyak tangan lelaki ini sejak tadi. Belum lagi pisau yang ada di tangannya dan satu lelaki lain yang berhasil menaiki tangga.

Aku harus bagaimana, Tuhan!

Adam ..., kamu ke mana, adam! Bukankah kita akan wisuda besok. Apakah aku tidak akan bisa wisuda? Tidak! Aku harus mencari cara melarikan diri. Tuhanku, tolong carikan jalan buatku.

Lelaki itu semakin mendekat setelah sampai di lantai dua. Jaraknya hanya sekitar sepuluh meter lagi. Aku benci mengatakannya. Mendengarkan perbincangan mereka berdua telah membuat nyaliku semakin ciut. Sial.

Lari ..., lari ..., aku harus mencari cara lari!

Kunci! Di mana tas milikku? 

Mataku menyapu keadaan.

Tuhan, tas ku tertinggal di dalam kamar setelah lelaki ini menendangku tadi. Tidak mungkin aku berlari ke dalam kamar.

Dengan tiba-tiba, suara gelas terdengar jatuh dan pecah di lantai satu. Hal itu membuat kami bertiga kaget. Mereka berdua sama-sama menghela napas setelah melihat kucing putih bergerak di sebelah prcahan gelas. Penyebab suara itu adalah kucing yang saat ini berjala pergi tanpa rasa bersalah.

Namun aku kaget dengan caraku sendiri. Dengan cepat, aku mendengar pecahan gelas sebagai peluang untuk lolos! Tanganku mengamankan tangan kanan lelaki yang sejak tadi menyiksaku. Dia tidak bisa menusuk tubuhku dengan pisaunya. Dan terlihat kaget untuk kedua kalinya berturut-turut! Sebelum lelaki itu beraksi, dengkul kakiku telah kulayangkan ke alat vitalnya! Bag! Bag! Bergantian dengan melayangkan ujung kakiku ke vitalnya setelah dia tersungkur, dan setelah kedua jariku mencolok matanya!

Ia meronta kesakitan, pasti! Tanganku berhasil meraih pisau dari tangannya, dan sebelum orang bernama Tom itu mendekat. Aku melompat dari lantai dua langsung ke lantai satu tanpa peduli jaraknya yang tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun