Berkecamuk berbagai pertanyaan di dalam tempurung kepalanya, Apakah tuyul itu benar-benar yang mencuri uangku? Kalau benar demikian, siapa pemilik tuyulnya? Ingin aku menghajarnya habis-habisan!
Pak Prawiro terus merenung sembari mondar-mandir di dalam ruangan dengan merapatkan tangannya di belakang tubuh.
Bu Lastri mencoba menghibur hati suaminya. Tangannya mengusap-usap punggung suaminya, meredakan kekesalan hati pasangan hidupnya yang telah menemaninya selama lima tahun, dan menjamin seluruh kebutuhan hidupnya. Segala permintaannya terpenuhi oleh suaminya, kecuali satu hal, yakni punya keturunan.
"Sebaiknya Mas beristirahat lebih awal malam ini. Bukankah besok lusa Mas punya janji bertemu dengan Pak Bos? Mudah-mudahan dia berkenan menambah rezeki untuk kita. Kita bereskan penghitungan uang besok saja."
Dengan wajah riang, Bu Lastri menggandeng suaminya menuju ke kamar tidur. Â
               ***
Dua hari kemudian, usai sarapan, Pak Prawiro pamit kepada istri tercinta. Dia hendak menemui Pak Bos di Jakarta. Berbagai rapat persiapan eksplorasi tambang timah akan berlangsung selama 3 hari di sana. Dia minta istrinya menjaga diri dan rumah baik-baik; jangan sampai ada tuyul yang menyusup. Kalau ada apa-apa, bisa minta tolong pada Nirwan, tetangga di sebelah rumah mereka.
"Baik, Mas; hati-hati di jalan, ya!" Bu Lastri tampak mencium tangan suaminya.
Sebuah sedan berwarna hitam telah bersiap di depan rumah mereka. Mobil meluncur, membawa Pak Prawiro ke Jakarta.
Tak lama setelah itu, tampak Nirwan memasuki halaman rumah Pak Prawiro.
Bu Lastri menyambut kedatangan Nirwan dengan gembira. "Bapak pergi ke Jakarta, menginap selama 3 hari," ujarnya dengan mata mengerling.
"Bakal dapat tambahan bonus lagi dari Pak Bos, ya?"