Mohon tunggu...
Budi Supriyatno
Budi Supriyatno Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Guru Besar Universitas Krisnadwipayana. Jakarta

Saya Guru Besar Ilmu Pemerintahan Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Hoby: menulis buku dan artikel jornal international.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

DR (HC) Wedus Gembel

26 November 2024   08:00 Diperbarui: 26 November 2024   08:39 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DOKTOR (HC) WEDUS GEMBEL

Budi Supriyatno

Saya sangat prihatin sekaligus "geli" ingin tertawa tetapi tidak lucu dan takut dosa, melihat maraknya pemberian gelar Doktor Honoris Causa/ DR (HC) di Indonesia akhir-akhir ini. Banyak politisi, pejabat, anak penguasa  dan artis menginginkan dan "memburu" gelar bergengsi tersebut tanpa melihat "kompetensi" yang dimiliki. 

Sejatinya gelar DR (HC) adalah gelar kehormatan yang diberikan oleh suatu perguruan tinggi kepada seseorang yang dianggap telah berjasa dan/atau berkarya "luar biasa bagi pendidikan atau ilmu pengetahuan". Namun gelar tersebut dimanfaatkan oleh "dagelan-dagelan" yang tidak lucu dan  tidak bertanggungjawab, karena ingin memiliki gelar yang wah.... tersebut. 

Gelar tersebut sepertinya "dijualbelikan" perguruan tinggi kepada oknum yang "bernafsu" memilikinya tanpa susah payah kuliah. Bahkan perguruan tinggi yang tidak memiliki akriditasi unggul "alias" perguruan tinggi "abal-abal" bisa menjual gelar tersebut dengan bayar harga yang pantastis. 

Ada "calo"  yang keliling menawarkan gelar DR (HC) mendatangi tokoh-tokoh politik, pejabat dan seliberitas seperti tukang sayur menawarkan dagangannya. Begitu mudahnya memperoleh gelar DR (HC) di Indonesia. 

Dan anehnya  oknum dengan bangganya membeli dan tanpa malu-malu mencantumkan didepan namanya seperti  "DR (HC) Wedus Gembel". Kemudian pamer foto-foto serimonialnya atau wisuda di hotel berbintang lima,  terus dishare di media sosial seperti WA, instagram, fb dan lain-lainya semua orang baca.

Salah satu teman saya tanya sama teman dekatnya, "Bro temanmu si wedus gembel tukang tipu, itu beli DR (HC) di warung kelontong mana ya?" tannya menyindir sambil guyonan. Tidak mau kalah,  temannya yang bernama  Gatoloco menjawan WA tersebut  seenak udele, "itu di warung kang sontoloyo di desa bojong kenyot wkwwkwkw," jawabnya singkat  sambil tertawa ngakak. Ramai menjadi pembicaraan di media sosial. 

Ada yang pro dan ada yang kontra, biasa ribut di dunia maya, untuk menghilangkan stres akibat ditagih utang pinjaman online (pinjol).  Inilah dampak nafsu kepingin punya gelar tetapi malas kuliah, hanya ngandalkan uang. 

Akhirnya masyarakat umumpun tau gelar DR (HC) yang hasil transaksi jual beli. Sehingga banyak yang nyinyir, sindiran demi sindirian  seperti melecehkannya si pemakai gelar. Itulah berita imajinasi "wong glenyeng" sekilas info si wedus gembel beli DR (HC) di warung kelontong....wuuuu.

Persyaratan Penerima DR (HC)

Bila melihat persyaratan untuk  memberikan atau menerima gelar DR (HC) di Indonesia sangat ketat sekali.  Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1980 Tentang Pedoman Pemberian Gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) meyatakan bahwa gelar kehormatan yang diberikan oleh suatu perguruan tinggi kepada seseorang yang dianggap telah berjasa dan/atau berkarya luar biasa bagi ilmu pengetahuan dan umat manusia. 

Maknanya yang mendapatkan gelar DR (HC) orang yang memiliki kemampuan  luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan yang bermafaat bagi bagi bangsa dan negara. Mari kita lihat pasal selanjutnta persyaratan yang sangat ketat dan berat seperti pasal 2 ayat 2 menyatakan Gelar Doktor Kehomatan  diberikan sebagai tanda penghormatan bagi jasa dan atau karya:

1. yang luar biasa di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan, dan pengajaran;

2. yang sangat berarti bagi pengembangan pendidikan dan pengajaran dalam satu atau sekelompok bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan sosial budaya;

3. yang sangat bermanfaat bagi kemajuan atau kemakmuran dan kesejahteraan Bangsa dan Negara Indonesia pada khususnya serta umat manusia pada umumnya;

4. yang secara luar biasa mengembangkan hubungan baik dan bermanfaat antara Bangsa dan Negara Indonesia dengan bangsa dan negara lain di bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya;

5. yang secara luar biasa menyumbangkan tenaga dan pikiran bagi perkembangan Perguruan Tinggi.

Anehnya orang-orang yang tidak memenuhi persyaratan tersebut ribut sekarat kadal ingin memiliki dengan berbagai cara haram.

Syarat Perguruan Tinggi yang memberi Gelar

Lebih berat lagi, pasal 3 Perguruan Tinggi yang memberikan gelar harus memenuhi syarat-syarat :

1. pernah menghasilkan sarjana dengan gelar ilmiah Doktor;

2. memiliki Fakultas atau jurusan yang membina dan mengembangkan bidang ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan bidang ilmu pengetahuan yang menjadi ruang lingkup jasa dan atau karya bagi pemberian Gelar;

3. memiliki Guru Besar Tetap sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang dalam bidang sebagaimana dimaksud pada huruf b.

Persyaratan tersebut sangat berat sekali, terapi mengapa perguruan tinggi yang abal-abal bahkan seperti tempat kursus bisa memberikan gelar tersebut. Ini tugas pemerintah khususnya kementerian pendidikan  tinggi untuk "menertibkan" kegiatan jual beli gelar, jangan terkesan "pembiaran" dari pemerintah.

Praktik Pemberian DR (HC)

Kalau melihat sejarah praktik pemberian gelar DR (HC) karena jasanya dalam bidang keilmuan memang orang hebat-hebat memiliki kontribusi keilmuan yang luar biasa bermafaat bagi bangsa dan negara seperti: 

1. Lionel Woodville, menerima gelar DR (HC) dari Universitas Oxford tercatat memberikan gelar kehormatan pertama kali pada tahun 1470, karena jasa dalam bidang ilmu pengetahuan yang luar biasa.

2.  Soekarno Presiden Indonesia pertama menerima gelar DR (HC) dari Universitas Columbia, 1956. Dan beliau menerima Gelar DR (HC) kurang lebih 26 gelar dari berbagai perguruan tinggi di dalam maupun di luar negeri.  Jasa Soekarno luar biasa tidak diragukan lagi.

3. Benjamin Franklin, yang menerima gelar DR (HC) dari Universitas St. Andrews pada 1759 dan Universitas Oxford pada 1762. Atas jasanya yang luar biasa dalam bidang keilmuannya, dst.

Ketiga orang tersebut pantas menerima gelar karena jasa-jasanya terhadap keilmuan dan terhadap negara sangat besar sekali. Dan perguruan tinggi yang memberikan gelar juga perguruan tinggi yang bagus (hebat) yang akriditasinya unggul.

 Kontroversi

Pemberian gelar DR (HC) menimbulkan kontroversi, terutama jika diberikan kepada tokoh politik atau public figure yang dianggap "tidak memiliki kontribusi" kepada ilmu pengetahuan.  Seperti Gelar DR (HC) yang diberikan oleh Universal Institute of Professional Management (UIPM) kepada Raffi Ahmad menuai kontoversi lantaran dinilai tak sesuai prosedur dan tidak memberikan kontribusi kepada keilmuan:

1. Dilihat dari persyaratan Perguruan tinggi tersebut tidak memenuhi persyaratan untuk memberikan gelar DR (HC). Tidak ada ijin operasional di Indonesia, Tidak memiliki kampus, tidak ada perkuliahan, tidak jelas letak perguruannya, tidak ada dosen, tidak ada kurikulum, ini jelas dagelan yang tidak lucu. Apa bedanya dengan warung asongan?

2. keilmuan dari Rafi Achmad sendiri tidak pantas memiliki gelar DR (HC) karena kemampuan keilmuannya bidang  pendidikan masih jauh.

3. Dilihat dari perguruan tinggi, Universal Institute of Professional Management (UIPM) bukan sebuah perguruan tinggi, tetapi semacam tempat "nongkrong" sewa kamar hotel atau sewa apatermen tipe studio yang tidak jelas aktivitas perkuliahannya, yang hanya menjual selembar sertifikat yang dengan tulisan  DR (HC) yang bisa diprint di tempat foto copian dekat kampus.

Pak Harto menolak Gelar

Sebenarnya kalau tidak memiliki kompetensi dibidang pendidikan, tidak perlu mengejar gelar DR (HC). Untuk apa? Toh tidak ada kaitannya dengan pekerjaan sebagai pendidik. Presiden Soeharto pernah ditawari Gelar DR (HC)  dari Universitas Indonesia, namun beliau menolak dengan sopan dan halus, "saya ini tentara mas, bukan ilmuan, gak usah gelar DR (HC)." Jawabnya sambil tersenyum.  

Orang sekaliber Pak Harto menolak gelar berhaga tersebut, tetapi kenapa sekarang ini banyak tikus clurut, babi ngepet, kucing garong yang tidak punya komptensi di bidang pendidikan pingin gelar tersebut? Aneh banget......opo iki jaman edan?

Joko sembung  naik ojek

Sebenarnya gelar DR (HC) Universal Institute of Professional Management (UIPM) kepada Raffi Ahmad tidak diakui oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Dirjen Diktiristek) Prof. Abdul Haris mengatakan, gelar tersebut "tidak sah" karena UIPM tidak memiliki izin operasional penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia.

Namun sayangnya Sdri. Nanik Purwanti Deputi Bidang Administrasi Aparatur Kemensetneg "mengakui" Gelar tersebut. Bisa dilihat pada pelantikan saat membacakan daftar nama para utusan khusus yang dilantik menyebutkan "Dr (HC) H Raffi Farid Ahmad Utusan Khusus Presiden Bidang Pembinaan Generasi Muda dan Pekerja Seni," kata Nanik Purwanti (Selasa (22/10/2024). 

Seperti "joko sembung naik ojek, ga nyambung jek".  Terjadi kontrakdiksi antara Dirjen Diktiristek Prof. Abdul Haris menyatakan tidak syah atau tidak mengakui, tetapi Nanik Purwanti menyebutkan dalam palantikan, berarti pemerintah mengakui DR (HC) abal-abal yang dipakai Raffi Ahmad.

Pertanyaannya kemudian, apakah dengan penyebutan DR (HC) Raffi Ahmad ada conflic of interest  antara Raffi Ahmad dan Nanik Purwanti?. Apakah dibelakang layar ada deal-deal tertentu dengan uang? Yang bisa menjawab hanya Raffi Ahmad dan Nanik Purwanti.

Mohon dengan hormat kepada Presiden RI Bapak Prabowo sebagai pimpinan tertinggi penerintahan untuk memberikan peringatan kepada Sdri Nanik Purwanti agar tidak main-main dengan gelar abal-abal.  

Dan  menertibkan perguruan tinggi di Indonesia, yang suka jual gelar DR (HC). Hal ini penting karena banyaknya para politisi dan artis tidak mau kuliah tetapi ingin memiliki gelar bergensi tersebut. Pesan kepada para pemburu gelar doktor, kalau ingin jadi ilmuan ya kuliahlah yang benar sesuai aturan, jangan malas kuliah tetapi ingin gelarnya doang, ini namanya orang muanfik, Naudzubilahimindzalik.

Budi Supriyatno

Guru Besar Univeristas Krisnadwipayana Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun