Mohon tunggu...
Budi Septiawan
Budi Septiawan Mohon Tunggu... Dosen - Menulis adalah pesan bagi generasi mendatang jika kita sudah mati. Pesan bahwa kita pernah hidup dan berkontribusi pada kehidupan

Penulis adalah Dosen Tetap Program Studi Akuntansi Universitas Pasundan Bandung

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Meningkatkan Transparansi Pengelolaan Dana Desa Melalui 3 Pilar Fundamental "Triangle Towards Transparency"

15 Agustus 2020   13:33 Diperbarui: 15 Agustus 2020   13:38 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan permasalahan yang ada, penulis coba memberikan konsep solusi, konsep yang dinamakan "TRIANGLE TOWARDS TRANSPARENCY" , artinya ada 3 pilar fundamental yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan transparansi pengelolaan dana desa, 3 pilar yang disimbolkan dengan segitiga. Bagi saya segitiga memiliki makna 3 sudut sama derajat saling membentuk simpul menekan satu titik ditengahnya dengan jarak yang sama pula, artinya 3 aspek ini yang perlu terus ditekankan untuk terus meningkatkan transparansi/keterbukaan penggunaan dana desa. Apa saja 3 pilar atau 3 aspek ini ? mari kita bahas satu per satu.

1. Edukasi

Sebelum membedah pilar pertama ini, mari kita melihat data fakta bahwa calon Kepala Desa minimal berijazah Sekolah Menengah Pertama (SMP), sementara untuk calon Perangkat Desa minimal Sekolah Menengah Atas (SMA), aturan ini tertuang di beberapa aturan daerah seperti Perbup-perbup, Perda dan Pergub jika akan melaksanakan pesta demokrasi pemilihan Kepala Desa. 

Tanpa memandang rendah tingkat pendidikan, rasanya variabel ini tetap dirasa penting dan signifikan, pendidikan berhubungan erat dengan pengetahuan, dan dengan pengetahuan yang kurang luas, bukan tidak mungkin justru Desa dan perangkatnya terjerat korupsi dana desa. Mengingat pentingnya pengetahuan mengenai pengelolaan dana desa yang baik dan benar, harus ada pihak yang berperan dalam hal ini, pihak inilah yang nantinya harus memberikan terus edukasi kepada para kepala desa, perangkat desa dan juga masyarakat desa. 

Siapakah mereka ? Akademisi turun ke Desa, sebagai seorang akademisi juga, turun ke Desa bukanlah hal yang tabu bagi Dosen atau Sivitas Akademik Kampus, karena turun ke masyarakat dalam bentuk pengabdian kepada masyarakat merupakan kewajiban Tridharma Perguruan Tinggi, disamping Pengajaran dan Penelitian. 

Dosen-dosen atau Akademisi-akademisi dari berbagai bidang keilmuan bisa turun ke desa memberikan pemahaman melalui diskusi atau penyuluhan mengenai pengelolaan dana desa. Jika saya spesifikan, beberapa bidang yang berkaitan dengan dana desa diantaranya. 

Keuangan dan Akuntansi, akademisi di bidang ini harus mentransfer ilmu yang mereka dimiliki ke desa-desa binaaan, bagaimana menyusun anggaran pendapatan, belanja atau pembiayaan, memberikan pelatihan pengelolaan dan pencatatan akuntansi, mengidentifikasi aset desa dan pemanfaatannya, inventarisirnya dan yang terpenting adalah pemahaman bagaimana menyajikan laporan keuangan desa yang nantinya akan diketahui oleh para stakeholders, sehingga transparansi pengelolaan dana desa dapat tercapai. 

Bagaimana tidak, dana besar ratusan juta jika tanpa dokumentasi dan pencatatan Akuntansi yang baik, akan sangat riskan disalahgunakan. Selanjutnya bidang Ekonomi Pembangunan dan Kebijakan Publik dapat memberikan ilmu tentang kepemimpinan seorang Kepala Desa, bagaimana cara mengelola sebuah tim, lebih jauh lagi dari ilmu ini adalah Kades yang baik akan dapat memberikan kebijakan atau perumusan program yang tepat sasaran dengan kebutuhan desa, sehingga masyarakat desa dapat mengawasi program desa yang memang dibutuhkan oleh mereka dan sedang dikerjakan oleh pemerintah desa. 

Tidak kalah penting adalah Ilmu Hukum, dengan melek hukum pemerintah Desa akan lebih waspada dalam mengelola Dana Desa, salah salah mereka bisa saja masuk bui, contoh misalkan Desa tidak memasang papan proyek pada setiap kegiatan yang dikerjakan. Desa mereka bisa dianggap fiktif atau siluman istilah yang baru baru ini muncul, karena kewajiban memasang papan proyek sudah tertuang di Peraturan Presiden (Perpres) No 54 tahun 2010 dan Perpres No 70 tahun 2012. 

Lebih parahnya lagi jika pemerintah desa tidak tahu atas hukuman jika mereka menyalahgunakan dana desa yang bersumber dari APBN, mereka bisa terkena UU Tipikor yang hukumannya beragam dimulai denda ratusan juta sampai denda kurungan. 

Tentunya masih banyak lagi bidang keilmuan yang bisa turut serta membangun karakter desa semakin kuat, ilmu psikologi misalnya yang dapat memberikan pemahaman kepada para petinggi desa bagaimana jika ada yang melakukan tindakan bohong atau curang, apa dampak dan konsekuensinya, serta pola dan tingkah perilaku seorang yang menyembunyikan suatu aib atau hal buruk tentunya dapat dipelajari di dunia psikologi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun