Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Membedah Puisi Karya Sapardi Djoko Damono

29 Agustus 2016   00:03 Diperbarui: 31 Agustus 2016   15:43 1372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah ga kalian membaca sebuah puisi dan sulit menemukan maknanya. Kenapa ya kira-kira? 

Nah itu dikarenakan Si Penyair sering menggunakan simbol yang lumayan sulit untuk dimengerti. Kalo kita cukup mengenal Si Penyair, mungkin akan lebih mudah menemukan simbol tersebut dan mereka-reka maksudnya. Misalnya puisi Pak Sapardi Djoko Damono di bawah ini:

PUISI CAT AIR UNTUK RIZKI

Angin berbisik kepada daun jatuh yang tersangkut kabel telpon itu, "Aku rindu, aku ingin mempermainkanmu! "
Kabel telpon memperingatkan angin yang sedang memungut daun itu dengan jari-jarinya gemas, "jangan berisik, mengganggu hujan!"
Hujan meludah di ujung gang lalu menatap angin dengan tajam, hardiknya, "Lepaskan daun itu!"

Gimana? Susah ga puisinya?

Coba kita bahas ya? Ada 4 tokoh dalam puisi ini. 1. Angin. 2. Daun 3. Kabel telpon dan 4. Hujan. Menurut kalian mereka siapa? Empat tokoh di sana menyimbolkan siapa saja?

Saya cukup mengenal Sapardi Djoko Damono. Dan saya tau beliau punya anak bungsu yang bernama Rizki. Jadi berdasarkan judul dari puisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Sapardi membuat puisi untuk anak bungsunya itu. Saya curiga kata ‘cat air’ ditulis di sana hanya sebagai penanda bahwa puisi ini untuk anak kecil. Biasanya anak kecil kan yang sering bergelut dengan cat air?

Sekarang kita mulai mengupas bait pertama.

'"Angin berbisik kepada daun jatuh yang tersangkut kabel telpon itu, "Aku rindu, aku ingin mempermainkanmu!"'

Saya punya kecurigaan yang kuat bahwa ‘Daun’ adalah Rizki. Sedangkan ‘Angin’ adalah kakaknya. Kakaknya hendak mengajak Rizki bermain, masalahnya Rizki sedang tersangkut di kabel telepon. 

Lalu siapa ‘kabel telepon’? Pasti itu ibunya. Kata ‘tersangkut di kabel telepon itu’ tentunya adalah cara Sang Penyair untuk mengatakan bahwa Rizki sedang berada dalam pelukan ibunya.

Okay kita lanjut ke bait kedua.

'"Kabel telpon memperingatkan angin yang sedang memungut daun itu dengan jari-jarinya gemas, "Jangan berisik, mengganggu hujan!"'

Analisa saya begini: Ngeliat Sang Kakak menarik-narik tangan adiknya dengan gemas, pastilah mereka sambil berteriak-teriak sehingga membuat keributan. Itu sebabnya Sang Ibu (kabel telepon) berkata, “Jangan berisik mengganggu hujan.” 

Siapakah tokoh 'hujan'? Yuk kita lanjut ke bait terakhir.

'“Hujan meludah di ujung gang lalu menatap angin dengan tajam, hardiknya, 'Lepaskan daun itu!"'

Bait terakhir pasti jauh lebih mudah dimengerti. Tokoh 'hujan' tentunya Sapardi Djoko Damono sendiri. Pak Sapardi (Hujan) terganggu dengan keributan itu dan langsung membentak, “Berisik! Jangan ganggu adikmu!”

Dari sekian banyak puisinya, saya menemukan, Sapardi sering sekali menggunakan simbol 'hujan' dan 'arjuna' untuk merepresentasikan dirinya sendiri. Terus terang saya cukup tergelitik untuk mengetahui lebih dalam tentang ini. Sebuah kasus yang sangat menantang untuk dibahas dalam artikel tersendiri hehehe..

Waktu saya mengajar di sebuah workshop, salah seorang peserta berkomentar, “Om Bud tau kan kalo saya ini seorang Slanker?”

“Wah ga tau tuh? Emang kenapa?” tanya saya.

“Sebagian besar lagu Slank yang mengacu pada perempuan, sebenernya itu adalah simbol dari drugs.” katanya lagi.

“Itu teknik yang biasa digunakan oleh penyanyi Amerika jaman dulu.”

“Oh ya? Misalnya siapa, Om Bud?”

“Banyak. Misalnya Rolling Stones, The Beatles, Bob Dylan dan lain-lain.”

Jadi kalo kalian ingin menulis puisi, jangan ragu-ragu untuk menggunakan simbol. Dengan adanya simbol, kita malah punya dua sudut pandang untuk menggunakan sebuah kata kerja. Kita bisa mempertukarkan kata kerja berdasarkan subyek asli dan subyek simbol.

Misalnya kalian bisa mengganti kata ‘Kalung' dengan kata ‘Puisi.’ Nah kalian bisa menulis kalimat:

"Kukalungkan sebuah puisi untukmu.” 

Jadi bagus kan? Lebih puitik dan lebih romantik. Selamat membedah puisi dan selamat membuat puisi yang bagus.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun