Mohon tunggu...
Budiman Hakim
Budiman Hakim Mohon Tunggu... Administrasi - Begitulah kira-kira

When haters attack you in social media, ignore them! ignorance is more hurt than response.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Orang Paling Nasionalis di Negeri Ini Ya Ayah Saya!

15 Agustus 2016   11:39 Diperbarui: 16 Agustus 2016   15:26 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Misalnya saya. Saya ini sebenernya lumayan ganteng loh untuk konsep timur (Hehehe.. GR dikit gapapa ya?) Tapi gara-gara budaya barat, saya udah ga dianggap ganteng lagi. Soalnya rambut saya item, kulit saya coklat dan idung saya ga mancung seperti Brad Pitt.

Tidak semua negara-negara timur bermental pengekor. Jepang, lalu Cina dan belakangan Korea memutuskan untuk jadi pelopor perubahan. Setelah dunia barat, maka ketiga negara ini ikut menjajah negara lain, termasuk kita. Sampe saat ini kita cuma jadi penonton aja dan jadi pengekor negara-negara pelopor. Buat masyarakat kita, menjadi hebat adalah dengan mengikuti apa yang ada di luar. Buat masyarakat kita, menaikkan gengsi itu adalah dengan menjadi pengekor dan menjadi konsumen bukan menjadi produsen. 

“Lo jangan anggep enteng masyarakat kita Bud. Masih ada kok hal yang bisa dibanggakan dari negeri ini,” kata seorang temen ketika saya curhat padanya. 

“Apa misalnya?” tanya saya langsung berharap.

“Lo tau ga? Negara kita adalah pemakai Facebook nomor 2 di dunia setelah Amerika.”

 Saya diem aja.

“Indonesia adalah pengguna Twitter terbesar ketiga setelah Amerika dan Jepang. Membanggakan kan?”

Saya masih ga menjawab dan cuma tersenyum aja kepadanya. Dalam hati saya membantah, ‘Sebagai pengguna Facebook dan Twitter berarti kita cuma konsumen. Bukan Produsen. Lalu apa yang perlu dibanggakan? Kalo Facebook dan Twitter itu punya kita, nah… baru kita boleh bangga.'

Gara-gara terlalu sering mikirin negara berdaulat, negara yang berkarakter, negara yang mampu berkompetisi dengan negara lain, saya jadi sering galau. Entah kapan kita bisa menjadi bangsa yang punya kepribadian. Entah kapan kita bisa menjadi bangsa yang mampu menjadi pelopor dan bukan pengekor. Entah kapan muncul seorang tokoh pemimpin yang mampu mengedepankan masalah ini menjadi isu penting.

Malam sudah larut. Saya sedang berusaha untuk tidur. Tapi ga tau kenapa, tiba-tiba saya kangen banget sama Ayah. Saya coba memejamkan mata. Ketika kantuk mulai datang sayup-sayup terdengar suara gitar dan suara Ayah sedang bernyanyi dengan suara seraknya;

Indonesia tanah airku
Tanah tumpah darahku
Di sanalah aku berdiri
Jadi pandu ibuku…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun