Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Slow Living Ialah Hidup Lambat, Amat Lambat, Demikian Lambat

24 Januari 2025   09:08 Diperbarui: 24 Januari 2025   09:08 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak lama setelahnya pandangan Sono berputar. Ruang pengap. Lantai semen. Kasur tipis. Takada perabot. Tak mengapa, ini lebih baik, dibanding tidur di jalanan.

Pagi yang sibuk. Sono berada di lobi gedung sangat bagus. Matanya nanar melihat sekeliling. Mulut menganga. Laki-laki baru dikenalnya kemarin telah memberikan beberapa petunjuk. Sekarang ia sedang berbicara serius dengan penjaga.

"Kasih lima puluh ribu. Dia antar kamu ke dalam. Nanti kasih amplop ke orang yang menerima berkas lamaranmu. Yang baju puitih dasian merah, ya. Ingat!"

Senin berikutnya, dengan seragam dan sepasang sepatu baru Sono memulai kerja sebagai pramukantor. Pekerjaan yang sangat dikuasainya, menyapu dan mengepel hingga mengelap meja. Penyelianya mengenalkan kebiasaan para pegawai. Ada penyuka teh atau kopi, dengan dibubuhi gula atau tidak.

Waktu berjalan, Sono tidak hanya mahir melayani kerutinan tersebut. Ia mengingat rahasia-rahasia kecil; rahasia-rahasia lebih besar; dan sangat besar dari masing-masing pegawai, yang tak sekalipun dapat diceritakannya di sini. Tidak akan pernah.

Di sela-sela waktu Sono belajar ilmu administrasi dan komputasi. Waktu menciut. Tiap hari ia terbirit-birit mengejar bus kota paling pagi, pulang ketika di kantor tinggal bersendiri tekun mempelajari segala hal.

Kecepatan mencerna pengetahuan baru membuatnya menyala. Karirnya melesat, makin melesat hingga tak terasa bertahun kemudian menjadi pelaku usaha itu sendiri. Nasib baik membawanya sebagai industrialis. Tidak hanya di satu bidang, tetapi berbagai.

Waktu makin mengerut. Tak cukup untuk mengurus banyak urusan. Pontang-panting ke sana ke mari. Menghadapi bisingnya macet, hiruk pikuk, tengat waktu menjerat, dan target-target memburu.

Tekanan-tekanan kota besar yang tak terbayangkan ketika pertama kali menginjakkan kaki di stasiun kota. Kemudian stres mendera Sono.

"Aku jenuh dengan kehidupan kota besar yang berisik, serba cepat, mengikat, keras, dan memecut," Sono yang mulai beruban berkata kepada istrinya.

"Maksudmu? Bukankah segala impian tersedia di kota besar ini?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun