Endra bersandar pada pokok pohon, sambil memandang aliran dan riak-riak yang sesekali menumbur bebatuan. Air mengalir terus-menerus --dalam jumlah yang sekiranya tetap-- demikian menarik perhatiannya.
Pada awalnya gemericik mengeluarkan nada-nada mono. Bertahap, suara masuk ke dalam dua telinga secara bergantian dan berirama. Menghadirkan suasana menenangkan. Puncaknya, nyanyian alam mengalun indah di dalam kepala. Membuat kelopak mata Endra perlahan menguncup.
Terdengar sebuah bisik di samping kirinya. Endra tidak terpengaruh. Sekali lagi bisik itu membuatnya menoleh dan terkejut. Sebuah pemandangan membuatnya takjub.
Seekor makhluk berbulu putih berkuping panjang berkata dengan mendesis, "Kamu sendiri?"
Endra mengucek-ucek mata. Tak percaya. Tiada manusia lain selain dirinya dan seekor kelinci yang berbicara kepadanya.
"A ... aku sendiri. Kamu bisa bicara?"Â
"Ya. Semua hewan di sini bisa bahasa manusia. Mau dikenalkan dengan yang lain"
Tak sekalipun bahkan dalam pikiran paling liar ada hewan bisa berbicara. Namun, Endra senang mempunyai teman berbincang demi menghabiskan waktu.
Endra mengangkat kali mengikuti kelinci yang melompat-lompat. Dalam perjalanan mereka bertemu dengan binatang bersayap. Kelinci memperkenalkan satu sama lain.
"Hai Endra, namaku Pipit."
Petualangan menyenangkan. Hidupnya bebas dari tekanan dan omelan Bu Ayu yang memekakkan telinga dan dibencinya.