Sayang sekali, foto-foto yang ada tidak dapat mewakili keramaian tersebut. Lain kali.
Ngopi
Berhubung masih punya waktu lapang, terlebih dahulu saya ingin menikmati suasana keramaian. Sepeda motor pembawa kotak kayu berisi kopi rencengan, galon air mineral, dan termos air panas menjadi tujuan.
Kepada penjual saya memesan seduhan kopi tanpa gula. Dengan mahir ia menggunting saset Liong Bulan, menumpahkan isinya ke gelas plastik, dan menuangkan air panas dari termos. Aduk sebentar, lalu mengantarkannya ke saya yang duduk di bawah pohon.
Pemuda pedagang kopi yang gesit, kendati tangan dan kaki kiri tampak kecil dan kurus. Membuatnya berjalan satu kaki berjingkat, satu tangan selalu menekuk.
"Dari kecil, kena polio," katanya. Sama sekai tanpa menunjukkan wajah memelas. Biasa saja.
Saya kagum menyaksikan semangatnya. Mengantar pesanan ke sana ke mari, meski dengan jalannya timpang dengan membawa baki isi dua kopi dengan satu tangan yang normal.
Satu ketika saya kembali, berbincang lagi dengan pedagang kopi keliling yang ulet dan bersemangat itu.
Penguasa Wilayah
Saya ngopi di samping Gunawan. Muda, tegap, berkulit hitam terbakar matahari, dan mengenakan kalung bola-bola mengilap di lehernya. Sepertinya, pria Cilacap itu "orang lama" di wilayah itu, atau orang yang kerap nongkrong. Pedagang di sekitar mengenal dan akrab dengannya.