Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Best in Citizen Journalism dan People Choice Kompasiana Awards 2024, yang teteup bikin tulisan ringan-ringan. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Topi Fedora dan Kacamata Hitam Frame Bulat

10 November 2021   05:55 Diperbarui: 10 November 2021   05:58 517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski tidak cukup merahasiakan penampilan, terpaksa Rudolfo mengenakan topi fedora berdebu dan kacamata hitam frame bulat. Pria apes itu tidak suka. Berkesan tua.

Pertama dan terakhir kali ia memakainya pada saat berdarmawisata bareng keluarga besar. Istrinya sengaja memberi topi fedora dan kacamata hitam frame bulat kepada Rodolfo.

"Pakai ini, selain melindungi dari sinar matahari, mereka membuatmu keren," ia memberi komando sambil tersenyum riang. Anggota keluarga lain terkagum-kagum menyaksikan penampilan old-school itu.

Selama empat lebaran berikutnya, Rudolfo menyimpan topi fedora dan kacamata hitam frame bulat di dalam laci meja kantor.

"Masih ada. Kerap dipakai kok," kelitnya, setiap kali sang istri menanyakannya.

Wanita cantik kesayangan keluarga besar itu demikian merasa menjadi pemilik. Apa yang pernah diberikan, akan ditanya keberadaannya. Ia sangat marah, bila barang pemberiannya disia-siakan.

Sifat posesif terhadap segala hal, termasuk suaminya. Awalnya sih hati Rudolfo berbunga-bunga. Lama-lama tumbuh rasa sebal. Lalu pria urban tersebut menenggelamkan diri pada pekerjaan bertumpuk-tumpuk.

***

Sekali ini Rudolfo terpaksa meninggalkan tumpukan kertas, menemani wanita dicintainya ke klinik kesehatan. Kehamilan perdana adalah peristiwa kejiwaan penting. Berperan terhadap perubahan sikap dan emosi. Bad mood. 

Bulan-bulan terjadinya fluktuasi suasana hati. Kecewa, sedih, marah berkelap-kelip bak lampu disko. Mudah tersentuh perasaan. 

Satu saat, marah-marah tidak jelas. Lain waktu, menangis dipicu oleh sebab sederhana. Ngidam atau benci terhadap sesuatu. Kadang merasa mual, lalu muntah, ketika menghirup aroma yang dianggapnya tidak sedap. Absurd.

Suatu periode di mana ia cenderung ingin lebih diperhatikan oleh pasangan. Dan wanita dicintainya menjadi sangat manja.

Rudolfo mengenalnya di Plaza Atrium, Senen. Seusai membeli onderdil di lantai lima, ia beristirahat di food court lantai empat. Kuetiau meredam lapar. Jus mangga menyiram tenggorokan

Selanjutnya menyeruput kopi, membiarkan pandangan sejenak bertamasya. Mengindra keluarga-keluarga, rombongan pria, dan gadis-gadis berbusana segar memenuhi meja-meja.

"Boleh duduk di sini?" Suara lembut menerbangkan angan.

"Oh, silakan. Saya sendiri kok."

Wanita itu mengeringkan mangkuk berisi chicken cream soup. Melahap dua potong grilled baguette.

Setelah diusap dengan tisu, bibir tipisnya terbuka, "terima kasih sudah dikasih tempat. Penuh banget!"

Kemudian mengalir kata-kata tanpa diketahui hulunya. Ringan, ceria, penuh keakraban hingga bermuara kepada sebuah janji.

Lamunannya buyar.

"Kok diam saja? Gak suka ya aku menjadi lebih gendut!"

Ia tersenyum, berusaha mendamaikan hati wanita dicintainya yang sedang gelisah.

"Titip tas sebentar ya! Aku mau ke toilet."

Rudolfo memerhatikannya sampai pintu kamar kecil khusus wanita tertutup sempurna. Melamun lagi.

Mendadak bangunan khayal runtuh menjadi puing-puing tidak berguna. Rudolfo melompat. Berpaling. Clingak-clinguk mencari tempat paling rahasia.

Terlambat!

"Sedang apa di sini? Gimana sih, di dalam ruangan memakai topi dan kacamata hitam? Gak sopan, tauk?"

Mendengar hardikan keras, Rudolfo melepas penutup kepala dan mata. Tangan gemetar. Topi dan kacamata jatuh ke lantai keramik.

Wajah Rudolfo memutih, melihat wajah di hadapannya memerah. Wanita bermata darah menghunus belati, menyilet-nyilet pria beku dalam bisu.

Senyap!

Keheningan pecah dengan lolongan kecewa memampati lorong-lorong klinik. Wanita berbadan dua itu sangat gusar. Gusar segusar-gusarnya.

Ia mendapati topi fedora dan kacamata hitam frame bulat pemberiannya disia-siakan. Tergelimpang pada lantai keramik berwarna putih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun