Ia tersenyum, berusaha mendamaikan hati wanita dicintainya yang sedang gelisah.
"Titip tas sebentar ya! Aku mau ke toilet."
Rudolfo memerhatikannya sampai pintu kamar kecil khusus wanita tertutup sempurna. Melamun lagi.
Mendadak bangunan khayal runtuh menjadi puing-puing tidak berguna. Rudolfo melompat. Berpaling. Clingak-clinguk mencari tempat paling rahasia.
Terlambat!
"Sedang apa di sini? Gimana sih, di dalam ruangan memakai topi dan kacamata hitam? Gak sopan, tauk?"
Mendengar hardikan keras, Rudolfo melepas penutup kepala dan mata. Tangan gemetar. Topi dan kacamata jatuh ke lantai keramik.
Wajah Rudolfo memutih, melihat wajah di hadapannya memerah. Wanita bermata darah menghunus belati, menyilet-nyilet pria beku dalam bisu.
Senyap!
Keheningan pecah dengan lolongan kecewa memampati lorong-lorong klinik. Wanita berbadan dua itu sangat gusar. Gusar segusar-gusarnya.
Ia mendapati topi fedora dan kacamata hitam frame bulat pemberiannya disia-siakan. Tergelimpang pada lantai keramik berwarna putih.