Bangkit dari kematian menggetarkan, Tarjo menjadi sakti. Mampu membaca pikiran orang lain! Pemahaman itu diketahuinya saat berada di kantor pada suatu pagi.
Rumah kosong yang difungsikan sebagai kantor. Ah, bukan kantor dalam arti sesungguhnya yang dilengkapi perangkat kerja seperti meja biro atau setengahnya, komputer meja, mesin penyejuk udara, ruang direksi, tempat kerja staf, bilik tunggu tamu.
Lebih tepat disebut sebagai Klinik Ilmu Dukun (KID). Sebuah wadah alternatif bagi mereka yang lelah mencari jalan keluar, yaitu jasa layanan konsultasi dan pengobatan atas persoalan-persoalan yang tidak dapat diatasi oleh pengetahuan modern.
Tempat berkumpulnya para dukun! Ada ahli santet, peramal dengan berbagai medium, tukang tenung, jago pelet, empu alat pusaka. Segala macam gangguan gaib, termaktub di dalam buku wajib perdukunan dan tertuang pada stiker ditempel di pintu angkot, mereka sanggup mengatasi.
Kecuali Tarjo. Kemalasan membuatnya lambat menguasai ilmu-ilmu perdukunan.
Begini. Selain bakat diwariskan, ilmu perdukunan dapat dipelajari dalam batas-batas tertentu. Lakon, proses belajar melelahkan, melemahkan yang betul-betul harus ditekuni. Teman-teman dukun demikian berbakat melakoni ritual-ritual panjang sehingga mereka mencapai kesaktian masing-masing.
Kecuali Tarjo, tentu saja.
Pada malam-malam teman-temannya bertapa, bersunyi-sunyi penuh konsentrasi, ia tertidur pulas. Alhasil, dalam kepalanya tumbuh mimpi, bukan ilmu perdukunan.
Namun suatu ketika, entah apa yang merasuki pikiran, Tarjo menikmati kesunyian luar biasa saat bersemadi di tepi kali tempuran: dua sungai besar dari timur dan selatan bertemu pada suatu daerah terpencil di Gadog. Tumbukan dua aliran deras mengguruh, berbuih-buih membentur batu-batu di sepanjang deraian, membahana demikian keras sepanjang masa.
Pemusatan pikiran paripurna menutup bolongan songo (sembilan lubang tubuh). Tiada terdengar suara. Sebuah bisikan halus membawanya ke alam transendental. Dingin, tapi tidak dingin. Putih, tapi tidak putih. Teramat damai. Kedamaian yang belum pernah dirasakannya.
"Mati! Biarkan Tarjo mengarungi dimensi makrifat. Kita tunggu sampai sadar," tangan Mas Bambang, pemimpin KID, menghalangi tubuh teman-teman mendekati Tarjo.
Baru saja embun pada dedaunan terhisap matahari, Tarjo bangun. Bengong dengan wajah memerah seperti bayi.
"Selamat ya mas Tarjo. Anda lulus, bangkit dari mati sesaat (near death experience -pen)," mas Bambang menjulurkan tangan, diikuti oleh teman-teman lainnya.
Suatu pagi, kesaktian Tarjo dibuktikan di kantor. Teman-teman belum datang.
Seorang pria berantakan, kurus, dan berwajah layu datang hendak bertemu mas Bambang. Ia hanya ingin bertemu dukun paling kampiun itu. Tidak mau dengan orang pintar lain, apalagi Tarjo.
Tarjo bersabar, "kopi atau teh, pak?"
"Kopi manis, terima kasih. Hidupku sudah terlalu pahit."
Meletakkan dua cangkir kopi, Tarjo mengamati pria tersebut. Tawaran untuk menampung keluhan kesah, disambut dengan keengganan.
"Hhh, saya hanya mau bertemu mas Bambang. Titik," bibir pria berwajah kusut menyeruput kopi.
Di sampingnya muncul asap putih. Tarjo mengamati bayangan dengan saksama. Tiba-tiba muncul denyut dalam ruang kepala. Semakin lama semakin kuat. Rongga mulut terasa bergetar, bergerak-gerak hendak mengeluarkan suara.
Kesadaran menyatakan, jangan ngomong! Nanti orang itu tersinggung.
Entah siapa yang menggerakkan, mulut mangap mengalahkan kesadaran, "ini ada masalah besar dengan istri Anda."
"Sok tahu, ente!"
"Dengarkan saya. Istrimu berwajah di atas rata-rata. Rambut halus bak kuas kue, lurus selayaknya sapu ijuk. Tawanya memesona, menarik kelopak sehingga mata tertutup. Tetapi kalau marah mata merahnya mendelik seperti hendak menelan seisi rumah, suaranya bak sapi disembelih memekik-mekik melewati lebih dari sepuluh rumah tetangga."
Hening. Seekor lalat terbang masuk ke dalam mulut menganga, "kok bisa tahu persis?"
"Mau denger cerita selanjutnya? Permasalahan besar menyangkut hubungan kalian!"
Pria itu manggut-manggut takjub.
Tarjo melihat bukan hanya foto di sekitar pria malang tersebut, tetapi serangkaian fragmen --tidak begitu terang--- bergerak cepat membentuk film. Gambar bergerak yang diterjemahkan dengan nalar sehat. Tidak menjadi ujaran klenik atau mistik, seperti dukun tradisional.
Tampak motor butut berwarna merah, meringkuk. Kemudian terlihat bagus yang rasanya tidak mungkin dimiliki oleh pria di depannya.
"Di rumah ada motor bebek C-70 merah? Tidak punya mobil?"
"Ya! Benar."
Muncul fragmen wanita bergandengan tangan mesra dengan seorang lelaki parlente. Menggunakan semacam kartu, mereka membuka pintu kayu, memasuki ruangan berkarpet. Di dalamnya terdapat kamar mandi dilengkapi shower dan bathtub, meja rias, dua kursi mengapit meja, dan sebuah ranjang besar bersprei putih.
Tarjo menafsirkan bayangan menjadi sebuah kesimpulan logis, "istrimu berselingkuh ya?"
Meledak lah tangis tamunya. Tarjo melanjutkan hasil interpretasinya. Tidak peduli tamunya tersinggung atau menggerung-gerung. Pengetahuan tentang permasalahan beserta solusinya harus disampaikan dengan tuntas. Sekitar dua jam konsultasi berlangsung.
Sejak saat itu Tarjo resmi menyandang gelar: Dukun Pembaca Pikiran.
Pelanggannya cukup banyak untuk ukuran dukun baru. Namun demikian, tidak semua tamu dapat dilayani. Tergantung situasi. Beberapa kali kerabat dan sahabat meminta Tarjo untuk membaca pikiran dan menyarankan solusi, tapi tidak bisa. Sama sekali tidak bisa diatur.
Kemampuan membaca pikiran datang seenaknya, tanpa dapat ditentukan. Ia tiba-tiba datang. Terasa ketika rongga kepala berdenyut-denyut bukan karena pusing. Beda. Mulut bergetar, bergerak-gerak, lalu nyerocos sampai tuntas. Bisa sejam. Dua jam.
Terkadang ia muncul sesukanya bukan pada saat di kantor, eh, KID. Satu waktu Tarjo berkunjung ke kantor temannya, seorang Sekretaris Korporat sebuah BUMN.
Di tengah-tengah waktu mengobrol, tanpa aba-aba, denyutan dan getaran yang sangat dikenalnya datang. Tarjo melihat simbol-simbol, gambar-gambar, dan fragmen berkeliaran di sekitar temannya. Ada sesuatu yang harus disampaikan dengan tuntas.
Satu jam kemudian, temannya mendorong pintu ruangan dengan muka memerah, "keluar!!!"
Tiga hari kemudian tayangan televisi memberitakan penangkapan seorang sekretaris korporat BUMN. Korupsi!
Itulah repotnya. Ilmu perdukunan berkelakuan: datang tanpa diundang, keluar tidak bilang-bilang.
Lelah, tidak seperti biasanya, suatu sore Tarjo pulang lebih cepat dan terheran-heran. Istrinya tidak berada di rumah.
Tarjo menyalakan kompor, menjerang air, dan menyeduh kopi. Dibawanya ke teras. Lalu memantik korek, melamun bersama asap putih melambung.
Tak lama istrinya tiba. Tersenyum mencium punggung tangan Tarjo yang juga tersenyum. Wanita di hadapannya amat segar, dengan rambut melambai-lambai terlihat sangat cantik. Ia merasa sangat beruntung mendapatkannya.
Tiba-tiba muncul denyut dalam ruang kepalanya. Semakin lama semakin kuat. Rongga mulut terasa bergetar, hendak bergerak-gerak mengeluarkan suara.
Tarjo melihat simbol-simbol, gambar-gambar, dan fragmen berkeliaran cepat di kiri, kanan, belakang tubuh istrinya. Semakin lama kian tegas, sehingga tidak memerlukan penafsiran terlalu keras.
Dilihatnya dua sejoli bergandengan mesra memasuki ruangan berkarpet. Di dalamnya terdapat kamar mandi dilengkapi shower dan bathtub, meja rias, dua kursi mengapit meja, dan sebuah ranjang besar bersprei putih.
Baca juga:Â Senja, Gerimis, dan Kopi Paling Luka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H