Begitu kata Rudolfo, suatu malam yang suram, ketika sejumlah gadis cantik menawarkan rokok putih di sebuah kafe. Gadis-gadis berkostum putih bergaris merah sedang melakukan branding. Suatu kegiatan komunikasi dalam rangka mengenalkan, membangun, dan membesarkan merek.
Bukan sekadar menawarkan produk rokok kepada, misalnya kerumunan pengunjung kafe, tetapi menukar satu bungkus rokok calon konsumen, berapa pun isinya, dengan satu bungkus rokok putih tersegel.
Cara lain, membujuk pengunjung agar mengisap satu batang saja. Kemudian menyodorkan satu atau dua bungkus rokok untuk dibeli dengan harga lebih murah daripada membeli di toko, ditambah bonus sebuah korek api gas berlogo produsen rokok putih itu.
Dengan mencoba, hanya mencoba satu batang, dijamin para penggemar rokok kretek akan beralih mencintai rokok putih.
Juga, laki-laki mana sih yang tidak runtuh hatinya menghadapi rayuan gadis-gadis cantik?
Tidak demikian halnya dengan Rudolfo. Ia kukuh, teguh pada pendirian demi tidak berpindah ke rokok putih. Enggan menerima tawaran sebungkus utuh rokok putih demi menukar rokok kretek. Tidak akan.
Namun, demi tuntutan tugas, para gadis dengan segala cara, entah sengaja atau tidak, merayu Rudolfo sambil menempel-nempelkan bagian tubuh lembut nan kenyal.
“Sudah berkali-kali aku bilang tidak! Tidak ada kata suka dengan rokok putih sampai kapan pun. Dengan cara apa pun. Sekarang, kalian menyingkir lah! Rayu orang lain,” suara Rudolfo meninggi.
Sontak Tamu-tamu menoleh, mengamati pertengkaran kecil itu. Gadis-gadis berbusana seksi terperanjat, lalu menjauh, mengalihkan penawaran produk kepada pengunjung lain.
Seorang gadis tertinggal, memohon dengan muka memelas, “boleh duduk di sini?”
Bar stool terlalu tinggi untuknya. Refleks, Rudolfo menopang tangan lembut, hingga gadis berwajah eksotis duduk sempurna.