Seorang pria tampan berbaju putih licin, ber-jas hitam, bercelana warna gelap, dan mengenakan pantofel berkilat-kilat memasuki ruang sidang, duduk di kursi pesakitan.
Hakim Ketua mengetuk palu, "Sidang dimulai, agar jaksa penuntut umum membacakan tuntutan."
"Yang Mulia, terdakwa telah menyelewengkan uang negara sebesar Rp 7 triliun, untuk itu dituntut hukuman sebanyak-banyaknya selama 10 tahun. Menimbang pengabdiannya selama ini yang mana beliau, eh, terdakwa telah banyak berjasa kepada negara. Itu yang pertama. Kedua, terdakwa telah menunjukkan itikad baik, dengan telah mengembalikan uang sebesar Rp 10 miliar kepada kas negara."
"Bagaimana tim Pembela?"
"Kami keberatan atas tuntutan tersebut, oleh karena itu kami mohon kepada Majelis Hakim agar terdakwa diampuni dan diberikan hukuman seringan-ringannya, mengingat perilaku kooperatif, santun, berjiwa penolong, dan sebagainya. Ia khilaf."
Ketua Hakim menoleh kepada wanita molek bergaun putih tipis, "Bagaimana Bu Dewi?"
Sejenak wanita itu terdiam dengan mata terpejam. Angin dingin dari pengatur suhu ruangan berkesiur membawa angan ke vila mewah di pulau terpencil di Lautan Teduh
Majelis Hakim, Para Penuntut Umum, Tim Pembela, dan sekalian pengunjung melekatkan perhatian kepada satu tujuan. Menahan nafas.
Sambil memindahkan silangan kaki, wanita itu mengeluarkan desis dari bibir tipis, "Hukum ia sepantas-pantasnya, pertimbangkan permintaan Pembela."
Untuk ketiga kalinya, dengungan lebah terdengar.
Tok ... Tok ... Tok!