"Bukan begitu! Bukan matengnya, tapi yang masih hidup. Berapa harganya?"
"Oh maaf, Yang Mulia. Di pasaran harga ayam hidup berkisar 40-45 ribu."
"Nah, katakanlah harganya empat puluh ribu, dikalikan 72 ekor, maka kerugian peternak itu hampir 3 juta. Itu nilai sekarang. Bila dihitung dengan nilai masa mendatang, berapa itu? Ditambah, apabila masing-masing ayam mengeluarkan 7 butir telur, di mana 5 di antaranya menetas menjadi anak ayam. Setelah dewasa menjadi ayam yang bertelur masing-masing 7, di mana 5 di antaranya menetas menjadi pitik. Dan seterusnya, dan seterusnya."
"Jadi?" Tim Pembela berkerut kening.
"Tuntutan jaksa penuntut umum dikabulkan. Bagaimana Bu Dewi?"
Wanita duduk di kursi kulit buatan Italia itu tersenyum, lalu mengangguk.
Dengan anggun ia melepaskan silangan kaki kiri di atas kaki kanan, lalu menaikkan kaki kanan ke atas kaki kiri. Serempak semua lelaki melekatkan mata kepada satu tujuan.Â
Sekali lagi, pengunjung bagai lebah, berdengung menyuarakan kagum.
Hakim Ketua mengetukkan palu bertalu-talu, "Harap tenang. Harap tenang, saudara-saudara. Demi mempersingkat waktu, maka saudara terdakwa divonis hukuman maksimum, yaitu penjara selama 7 tahun tanpa potong masa tahanan dengan alasan apa pun."
Hakim mengetukkan palu sebagai tanda bahwa tuntutan hukum sudah menjadi ketetapan mengikat.
"Next! Eh, berikutnya!"