Tetapi tiada satupun berhasil menarik perhatiannya.
Wajahnya lugu, mencerminkan tipikal crying face. Wajah yang senantiasa menyedot rasa iba, membuat siapa pun yang melihatnya ingin menumpahkan kasih.Â
Bisa jadi ia terpengaruh oleh penderitaan pada masa lalu.
Pada suatu masa, perjalanan keluarga Yumi terpaksa menempuh belantara kehidupan yang beronak-duri. Perjuangan berdarah-darah disertai air mata akhirnya mengantarkan Yumi lolos melampaui salah satu jenjang hidup, yakni lulus dari bangku SMA.
Pun memiliki kebiasaan berbeda dengan wanita muda zaman sekarang. Gadis berkaki panjang itu penyuka ruang-ruang sepi dan sunyi.
Pergi ke butik di sudut jalan, menghindari kemeriahan mal.Â
Berkunjung ke kawasan menjanjikan pemandangan asri dengan pondok-pondok inap yang menyendiri dalam sunyi nan sepi.Â
Menikmati makan minum di sudut restoran lowong membincangkan omong kosong.Â
Edi yang bukan Edhy Prabowo menyempatkan diri menemani Yumi, di sela-sela kesibukannya sebagai pejabat. Pria gagah itu berusaha memanjakan gadis berkulit salju menjelajahi wilayah yang disukainya.
Itulah kesempatan bersenang-senang bersama di tengah kesempitan hidup yang menyiksa.
Gadis itu, ah rasanya ia tidak pantas lagi disebut sebagai gadis! Wanita bermata gemintang itu menggelendot manja. Kolokan, gadis cilik kepada ayahnya.Â