Persaingan mengetat. Harga bahan meningkat. Harga jual makanan dan minuman tidak dapat disesuaikan terlalu cepat.
Aku sudah menciptakan produk unggulan, mengatasi kebocoran biaya. Tetap saja permasalahan itu membuat benak, dalam tempurung kepala botak, meledak.
Kecemasan Rudolfo dan Aku kian meningkat.
BPN meyakinkan, "Tenang saja! Fokus ke produk dan operasional. Aku percaya kepada kemampuan kalian berdua".
Kami berdua saling berpandangan, ragu.
"Defisit keuangan Aku talangi", BPN menegaskan.
Kekurangan arus kas ditutup oleh BPN pada bulan-bulan berikutnya. Uangnya benar-benar tak terbatas. Aku tidak paham bisnis BPN, apalagi Rudolfo yang tahunya cuma masak-memasak. Uangnya mengalir tanpa henti.
Sampai ketika dua bulan lalu, BPN ditangkap aparat karena penyuapan. Sejak itulah masa kemarau keuangan mengambang di atmosfer Kafe Brambang.
Pertemuan singkat di tahanan, BPN dengan lesu, mengisyaratkan penjualan Kafe Brambang, kecuali ada investor baru yang menggantikannya. Kemarin malam, seorang tamu, Uki, mengenalkan seorang investor.
Inilah yang kemudian membuatku berpikir keras.
Menurut penuturannya, orang berkulit legam itu, Michael, adalah orang kaya Amerika. Ia berniat menanamkan uangnya, dan Kafe Brambang dianggapnya cocok