Mohon tunggu...
Budhy Setiawan
Budhy Setiawan Mohon Tunggu... Editor - penulis

dunia penelitian kurang mendapat tempat (perhatian) di negeri ini sehingga profesi peneliti kurang / tidak diminati orang, maka dari itu di usia saya yang tua ini mencoba untuk memotivasi orang lain untuk gemar menulis (artikel)

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Lapas, Sarang Narkoba

30 Juli 2018   15:59 Diperbarui: 30 Juli 2018   16:07 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penjara, disebut juga Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) tentunya pasti menarik "diperbincangkan" mengingat di dalamnya terdapat sekumpulan manusia yang terampas kemerdekaan/kebebasannya guna menjalani hukuman sementara waktu atau seumur hidup atau menunggu eksekusi kematiannya sebagai konsekuensi yang harus diterima dan dijalani karena melakukan kejahatan di negeri ini.

DR. Sahardjo, SH pada tanggal 27 April 1964 dalam Konferensi Dinas Kepenjaraan di Lembang Jawa Barat, melontarkan gagasan perubahan tujuan pembinaan narapidana dari sistem kepenjaraan ke sistem pemasyarakatan. 

Dasar pemikirannya, bahwa bukan saja masyarakat yang diayomi dengan adanya tindak pidana tapi juga pelaku tindak pidana perlu diayomi dan diberikan bimbingan sebagai bekal hidupnya kelak setelah ke luar dari lapas agar berguna bagi masyarakat (SISTEM BARU PEMBINAAN NARAPIDANA, Drs. C.I.Harsono Hs Bc.Ip, 1995).

Seiring dengan berjalannya waktu, tampak agak pudar gagasan mulia itu. Kondisi lapas belum memenuhi harapan, di antaranya terlihat  hunian/kamar yang sempit ditempati banyak orang, tidur beralaskan tikar, toilet kotor dan bau. 

Maka tak salah, kalau ada yang mengatakan bahwa lapas tak jauh beda dengan penjara bahkan terkesan seram walau mungkin tidak separah itu kenyataan di lapangan, mengingat di dalam Konsep Pemasyarakatan justru menekankan adanya "Sanggar, bukan Sangkar" di dalam lapas.

Bisa saja tidak semua narapidana gelisah menyikapi situasi dan kondisi (sikon) lapas yang dianggap masih jauh dari nyaman. Namun, di balik ketidak-nyamanan itu konon kabarnya ada "imbalan" uang atau materi yang diberikan narapidana kepada oknum sipir (petugas) dan/atau pejabat guna mendapat kenyamanan di dalam lapas. 

Tak pelak, bergulir "berita miring" di antaranya  adalah : bisa pilih atau pesan kamar, pakai atau sewa ponsel, penukaran narapidana dengan orang lain pengganti (joki), jalan-jalan ke luar lapas, penyalahgunaan dan peredaran narkoba.

 Itulah sekilas potret lapas yang sarat dengan permasalahan, termasuk masalah narkoba. Paling tidak, diharapkan agar jajaran Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bisa legowo/ikhlas menerima masukan dari masyarakat untuk perbaikan dan penyempurnaan organisasi di masa mendatang. PEMASYARAKATAN DI PERSIMPANGAN JALAN, "Semua Bisa Diatur" tampak terjadi juga di dalam lapas. Itulah konflik kepentingan yang seharusnya bisa dihindari agar tidak menjadi "budaya."

Penjara Khusus Wanita di Kajang Selangor Malaysia merupakan salah satu penjara yang menghargai penghuninya sebagai manusia. Terinfo bahwa penjara itu selain bersih asri dan nyaman juga memberi profit keuangan bagi penghuni selama menjalani hukuman, bahkan telah memperoleh sertifikat ISO Manajemen Mutu dalam kelola kepenjaraan. 

Tak kalah dengan penjara malaysia, maka pada tahun 2008 Lapas Wanita Malang mempelopori jajaran pemasyarakatan raih sertifikat ISO Manajemen Mutu dari Lembaga Sertifikasi SGS (System And Services Certification) perwakilan Indonesia. 

Perolehan sertifikat tersebut merupakan jawaban atas tuntutan perubahan yang diinginkan publik, mengingat hasil survei Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi poin rendah yaitu 4,33 kepada organisasi lapas terkait buruknya pelayanan kepada masyarakat. 

Tentunya apa yang diterapkan pada Lapas Wanita Malang akan menjadi percontohan lapas lain di Indonesia. Bahkan, pada tahun 2010 Gubernur Jawa Timur DR. H. Soekarwo merasa bangga dengan Lapas Banyuwangi dan Rutan (Rumah Tahanan Negara) Kraksaan raih setifikat ISO Manajemen Mutu yang merupakan komitmen pemerintah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik.

Over kapasitas lapas-lapas di perkotaan, bisa menjadi salah satu pemicu keributan atau narapidana melarikan diri. Apakah tidak bisa dihindari dan belum ada solusinya keadaan yang demikian ini!? Jangan-jangan over kapasitas memang "dikondisikan" oleh kelompok tertentu di jajaran pemasyarakatan guna menambah subur terjadinya PUNDI PUNDI UANG PANAS (pungli, suap, dan sejenis). Hanya "budaya malu" yang bisa mengesampingkan dan membuang segala macam perbuatan tercela petugas/pejabat lapas yang mungkin pernah atau akan dilakukan.

Almarhum Baharuddin Lopa yang pernah menjadi Direktur Jenderal (Dirjen) Pemasyarakatan Kemenkumham dan Kepala Kejaksaan Agung sering mengkumandangkan "Janganlah takut menegakkan hukum dan jangan takut mati demi menegakkan hukum". Beliau merupakan sosok panutan yang selalu ke depankan budaya malu, serta berani mengajak masayarakat berbuat kebaikan dan kebenaran walau tak lepas dari resiko.

Keberadaan lapas tentunya terkait dengan Akademi Ilmu Pemasyarakatan (AKIP) Kemenkumham yang sudah banyak mencetak dan melahirkan para pimpinan yang menempati "posisi strategis" di lingkungan Kemenkumham seperti Kepala Lapas, Kepala Rutan, Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Kepala Kantor Wilayah (malahan sudah ada yang purna-tugas/pensiun). 

Mereka merupakan sosok yang tahu dan paham ilmu pemasyarakatan serta ilmu lainnya termasuk etika, sehingga seyogyanya harus menjaga nama baik almamater (korps). Maka dari itu, diharapkan pihak AKIP dapat "sumbang pemikiran" berdasarkan hasil penelitian dan/atau pengkajian guna menyikapi permasalahan narkoba yang sudah puluhan tahun berkutat di dalam lapas.

Istilah/sebutan "narkoba" tampak lebih populer dibanding narkotika atau naza atau napza, tapi semuanya memiliki pengertian yang tidak jauh berbeda (sama). 

Menjelang akhir tahun 1998 Indonesia selain sebagai negara kosumen narkoba juga menjadi negara produsen (pabrik narkoba) mengingat bahan bakunya mudah diperoleh di pasaran bebas terutama di kota-kota besar. 

Juga tidak terbantahkan, bahwa peredaran narkoba di negeri ini dikendalikan sindikat internasional yang terorganisir rapi sehingga sulit diungkap asal-usul dan latar belakang si pelaku bahkan mereka berani mati. 

Saat ini narkoba tidak saja beredar di alam bebas, melainkan juga di dalam lapas yang amat steril berkat sistem pengamanan tapi justru menjadi tempat nyaman berlangsungnya transaksi narkoba (MENYIRAM BARA NARKOBA, Soekedy, 2002).

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) pernah "mengganti/mencopot" Dirjen Pemasyarakatan yang dianggap tidak memenuhi harapan dalam mengemban tugas negara karena masih ditemukan banyak pelanggaran di dalam lapas di antaranya adalah penyalahgunaan dan peredaran narkoba. 

Pelanggaran bisa saja bermula dari narapidana itu sendiri dengan berbagai kepentingan. Namun menjadi perhatian serius, apabila ada petugas/pejabat yang tergoda dan memulai menawarkan dan/atau memberikan keistimewaan tidak terpuji. 

Kebijakan terselubung ini tentunya sangat memprihatinkan dan mungkin menjadi penyebab "terkesannya" LAPAS SARANG NARKOBA (penyalahgunaan, peredaran, pengendalian jaringan bisnis narkoba dari balik tembok lapas). 

Terinfo bahwa 50% peredaran narkoba di Indonesia dilakukan narapidana dari balik tembok lapas. Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa lapas memang merupakan tempat yang "aman" untuk BER-NARKOBA-RIA, bebas dari pantauan (bidik/cokok) aparat Polri kecuali ada operasi atau razia gabungan.

Dalam tayangan wawancara tokoh penting JAK-TV di bulan april 2018, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) yang baru Irjen (Pol) Heru Winarko menghendaki Deputi Pencegahan untuk "up-date sistem" pada beberapa organisasi pemerintah utamanya lapas terkait masalah narkoba yang sering mendapat perhatian publik.

Bisa jadi, akan dibuat suatu Sistem Pencegahan & Penindakan Narkoba yang "terintegrasi" dalam rangka menyikapi TANGGAP DARURAT NARKOBA DI INDONESIA yang sudah bergulir sejak tahun 1971. Apalagi disinyalir para pemakai narkoba "lebih tenang dan nyaman" mengkonsumsi di lapas dibanding tempat rehabilitasi (di sini mereka diarahkan untuk stop dan sembuh dari ketergantungan narkoba). 

Semua pihak termasuk BNN pasti tak habis pikir dengan leluasanya narkoba beredar di dalam lapas. Bahkan menarik pula untuk "dicermati" pernyataan Komjen (Pol) Budi Waseso sebelum pensiun, yaitu : "lapas khusus narkotika sebaiknya dijaga buaya agar bisa mengawasi narapidana."

 Untuk meminimalisir peredaran narkoba di dalam lapas, memang pelik/sulit. Tapi kali inimarilah kita coba berdayakan "peran" Lembaga Sertifikasi yang mempunyai klien pemasyarakatan (utamanya Lapas Khusus Narkotika) untuk dapat mengarahkan secara proporsional dan profesional agar klien terapkan ISO Manajemen Mutu dengan baik dan benar guna memberi manfaat peningkatan kinerja organisasi. 

Kalau tidak merespon, maka sanksi "pembekuan atau pencabutan" sertifikat ISO tersebut dapat segera dilakukan. Sebagaimana diketahui bahwa tanpa dokumentasi maka penerapan (implemetasi) sistem manajemen mutu "tidak akan pernah ada", karena dokumentasi sudah menjadi persyaratan baku dalam standar internasional yang harus dipatuhi. 

Meski demikian, jangan sampai pihak lapas terjebak pada pointer dokumentasi dan mengesampingkan substansi organisasi. Sayang sekali, kalau selama ini ternyata penerapan ISO Manajemen Mutu di jajaran pemasyarakatan (lapas) hanya sekedar formalitas saja guna "memburu sertifikat" untuk menarik simpati publik.

Dalam konteks ini kiranya Badan Standarisasi Nasional (BSN) perlu mengadopsi secara identik standar ISO terkait Narkotika (kalau ada) sehingga kelak bisa menjadi SNI ISO ANTI NARKOBA yang bisa dipakai untuk melengkapi/menyempurnakan sistem pencegahan penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran narkoba khususnya di lapas. 

Dengan demikian, apabila kedapatan terbukti petugas/pejabat terlibat masalah narkoba di dalam lapas maka dapat langsung diproses pelanggarannya dengan rekomendasi "pemecatan" sebagai sanksi administratif kepegawaian disamping proses hukumnya berjalan kalau memang dapat dipidanakan. 

Dan, terhadap narapidana yang melakukan pelanggaran terkait narkoba juga harus diberi sanksi berat sesuai dengan ketentuan pemasyarakatan (lapas) yang berlaku. Maka dari itu, sudah saatnya diperlukan "komitmen dan konsisten" semua pihak untuk meminimalisir peredaran narkoba di dalam lapas.

Penanganan masalah narkoba masih parsial, belum menuntaskan akar permasalahan secara komprehensif mulai dari hulu sampai hilir. Oleh karena itu, tentunya MASYARAKAT harus juga pro aktif "memerangi" penyalahgunaan dan peredaran narkoba. 

Sebagaimana diketahui dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 1995 Tentang Narkotika bahwa narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan. 

Bahkan narkotika golongan satu hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan sehingga "dilarang" dikuasai/dimiliki seseorang tanpa hak dan melawan hukum karena dapat diancam dengan hukuman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara maksimal 20 tahun berikut denda paling banyak 1 milyar. 

Kendati demikian, penerapan penegakan hukum di negeri ini masih "lemah" (tebang pilih). Walau sulit dibuktikan tapi masih terasa adanya "pembusukan hukum" yang dilakukan oknum aparat kepolisian, kejaksaan, kehakiman, dan pemasyarakatan (lapas).  

Menjadi rahasia umum bahwa hukum di negeri ini masih dilanggar bahkan dijadikan "bisnis." Tak salah, kalau masyarakat menyatakan bahwa Hakim masih menjatuhkan hukuman "tidak berat" (ringan) terhadap para pelaku kejahatan narkoba, sehingga dirasa tidak efektif dalam upaya pemberantasan peredaran narkoba. SERIUS TIDAK PEMERINTAH INDONESIA MEMERANGI NARKOBA!?  Kita lihat saja nanti di hari esok, sepanjang masih "mengalir" berita panas di media cetak maupun elektronik tentang masalah narkoba di negeri ini maka agaknya belum/tidak serius.

Maka dalam kesempatan ini dapatlah diketengahkan beberapa hal penting, sebagai berikut : Pertama, Bahaya narkoba mengancam nyawa manusia artinya "Selamat Datang Kematian", segera tinggalkan konsumsi narkoba (rehabilitasi); 

Ke-dua, Jangan manfaatkan sikon over kapasitas lapas menjadi Pundi Pundi Uang Panas; 

Ke-tiga, Perlu dilakukan pengetatan penerapan sistem/standar operasional prosedur pemasyarakatan (lapas) dengan "zero toleran" terhadap para pelanggar terutama pada lapas yang mendapatkan sertifikat ISO Manajemen Mutu (seri terbaru, ISO 9001:2015); 

Ke-empat, Diyakini pihak pemasyarakatan bisa menjadi lebih baik apabila ada Peraturan/Ketentuan Menkumham yang "mewajibkan" Lapas maupun Rutan terapkan ISO Manajemen Mutu;

 Ke-lima, Segera akhiri "kesan" lapas Surga-nya narkoba (sarang narkoba), sehingga jajaran pemasyarakatan harus memiliki petugas/pejabat yg punya integritas tinggi; 

Ke-enam, Pencegahan penyalahgunaan perlu/harus di kedepankan disamping pemberantasan peredaran narkoba yang tersistem dan terpadu agar bisa meminimalisir masalah narkoba di dalam lapas, sehingga diperlukan "ISO Anti Narkoba" dari pihak BSN; 

Ke-tujuh, Jalinan kerjasama/ koordinasi antara Lapas dan BNN perlu lebih ditingkatkan dalam upaya pencegahan penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran narkoba apalagi saat ini sudah ada Tempat Rehabilitasi Narkoba di Indonesia yang punya sertifikat ISO Manajemen Mutu; 

Ke-delapan,  Penerapan penegakan hukum yang "berkeadilan" tentu menjadi suatu dambaan atau harapan masyarakat, maka dari itu terhadap pengedar maupun bandar/produsen narkoba harus diganjar hukuman super berat atau bilamana perlu matikan saja serta segera dieksekusi agar ada kepastian hukum.

Jpg. 01/05/2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun