Kebijakan terselubung ini tentunya sangat memprihatinkan dan mungkin menjadi penyebab "terkesannya" LAPAS SARANG NARKOBA (penyalahgunaan, peredaran, pengendalian jaringan bisnis narkoba dari balik tembok lapas).Â
Terinfo bahwa 50% peredaran narkoba di Indonesia dilakukan narapidana dari balik tembok lapas. Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa lapas memang merupakan tempat yang "aman" untuk BER-NARKOBA-RIA, bebas dari pantauan (bidik/cokok) aparat Polri kecuali ada operasi atau razia gabungan.
Dalam tayangan wawancara tokoh penting JAK-TV di bulan april 2018, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) yang baru Irjen (Pol) Heru Winarko menghendaki Deputi Pencegahan untuk "up-date sistem" pada beberapa organisasi pemerintah utamanya lapas terkait masalah narkoba yang sering mendapat perhatian publik.
Bisa jadi, akan dibuat suatu Sistem Pencegahan & Penindakan Narkoba yang "terintegrasi" dalam rangka menyikapi TANGGAP DARURAT NARKOBA DI INDONESIA yang sudah bergulir sejak tahun 1971. Apalagi disinyalir para pemakai narkoba "lebih tenang dan nyaman" mengkonsumsi di lapas dibanding tempat rehabilitasi (di sini mereka diarahkan untuk stop dan sembuh dari ketergantungan narkoba).Â
Semua pihak termasuk BNN pasti tak habis pikir dengan leluasanya narkoba beredar di dalam lapas. Bahkan menarik pula untuk "dicermati" pernyataan Komjen (Pol) Budi Waseso sebelum pensiun, yaitu : "lapas khusus narkotika sebaiknya dijaga buaya agar bisa mengawasi narapidana."
 Untuk meminimalisir peredaran narkoba di dalam lapas, memang pelik/sulit. Tapi kali inimarilah kita coba berdayakan "peran" Lembaga Sertifikasi yang mempunyai klien pemasyarakatan (utamanya Lapas Khusus Narkotika) untuk dapat mengarahkan secara proporsional dan profesional agar klien terapkan ISO Manajemen Mutu dengan baik dan benar guna memberi manfaat peningkatan kinerja organisasi.Â
Kalau tidak merespon, maka sanksi "pembekuan atau pencabutan" sertifikat ISO tersebut dapat segera dilakukan. Sebagaimana diketahui bahwa tanpa dokumentasi maka penerapan (implemetasi) sistem manajemen mutu "tidak akan pernah ada", karena dokumentasi sudah menjadi persyaratan baku dalam standar internasional yang harus dipatuhi.Â
Meski demikian, jangan sampai pihak lapas terjebak pada pointer dokumentasi dan mengesampingkan substansi organisasi. Sayang sekali, kalau selama ini ternyata penerapan ISO Manajemen Mutu di jajaran pemasyarakatan (lapas) hanya sekedar formalitas saja guna "memburu sertifikat" untuk menarik simpati publik.
Dalam konteks ini kiranya Badan Standarisasi Nasional (BSN) perlu mengadopsi secara identik standar ISO terkait Narkotika (kalau ada) sehingga kelak bisa menjadi SNI ISO ANTI NARKOBA yang bisa dipakai untuk melengkapi/menyempurnakan sistem pencegahan penyalahgunaan dan pemberantasan peredaran narkoba khususnya di lapas.Â
Dengan demikian, apabila kedapatan terbukti petugas/pejabat terlibat masalah narkoba di dalam lapas maka dapat langsung diproses pelanggarannya dengan rekomendasi "pemecatan" sebagai sanksi administratif kepegawaian disamping proses hukumnya berjalan kalau memang dapat dipidanakan.Â
Dan, terhadap narapidana yang melakukan pelanggaran terkait narkoba juga harus diberi sanksi berat sesuai dengan ketentuan pemasyarakatan (lapas) yang berlaku. Maka dari itu, sudah saatnya diperlukan "komitmen dan konsisten" semua pihak untuk meminimalisir peredaran narkoba di dalam lapas.