Mohon tunggu...
Muhammad Rizki
Muhammad Rizki Mohon Tunggu... -

Entrepreneur based on Muamalah

Selanjutnya

Tutup

Money

Fatwa Perbankan - dan Penggunaan Bunga Deposito yang Diterima dari Bank

20 Oktober 2012   15:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:35 2661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Kedua aspek ini menyebabkan para ulama kita mendefinisikan dua jenis riba. Ibnu Rusyd mengatakan: "Para ahli fiqh sepakat bulat tentang riba dalam 'Buyu (perdagangan)' bahwa riba ada dua jenis, yaitu penangguhan (nasiah) dan ketidak-samaan nilai yang ditetapkan (tafadul)"
Artinya, ada dua jenis riba:


  1. Riba Al-Fadl (kelebihan akibat pembedaan nilai)
  2. Riba Al-Nasiah (kelebihan akibat penundaan waktu)


Riba al-fadl mengacu pada kuantitas. Riba nasiah mengacu pada penundaan waktu.
Riba al-fadl sangat mudah dipahami dalam pinjaman, riba al-fadl adalah bunga yang overcharged. Tapi secara umum riba al-fadl terjadi ketika salah satu pihak menuntut peningkatan tambahan untuk nilai barang yang diterima. Misalnya, satu pihak memberikan sesuatu yang seharga 100 dalam pertukaran untuk sesuatu yang berharga 110. Riba al-fadl juga mengacu pada kasus terlarang dimana dua transaksi penjualan dihubungkan dalam satu kontrak tunggal (dikenal sebagai 'dua transaksi dalam satu akad'), contohnya;


  1. Ada satu pihak berkewajiban untuk menjualkan sesuatu di satu harga dimana setelah si penjual aslinya menurunkan harga dan itu dituangkan dalam satu kontrak. Atau,
  2. Jika seseorang ingin membeli sesuatu, namun uangnya tidak cukup atau belum ada, lalu ia pergi ke bank atau bank syariah dan meminta mereka untuk membiayainya (bisa langsung dibelikan oleh bank lalu diberikan kepada orang itu atau bank menyerahkan uangnya kepada orang itu), dan bank menyetujuinya dengan syarat agar orang itu melunasinya secara cicilan atau lunas dengan harga yang lebih mahal sebagai keuntungan yang akan diperoleh bank.


Seperti yang kita lihat, kejadian tersebut hanya akal-akalan yang menyelubungi pinjaman berbunga yang berkedok penjualan. Tidak ada yang membutuhkan akal-akalan itu hari ini, karena Anda bisa mendapatkan pinjaman langsung dari bank. Namun Bank Islam telah menggunakan trik tua ini untuk menipu nasabahnya (dan kebanyakan korban adalah Muslim yang belum tahu atau yang tidak mau tahu) di bawah nama 'Murabahah' yang telah disalah-artikan.
Riba nasiah lebih halus lagi pemahamannya. Ini merupakan kelebihan akibat penundaan waktu yang dibuat-buat dan ditambahkan ke transaksi. Ini adalah penundaan yang tidak pada tempatnya. Hal ini mengacu pada kepemilikan ('ayn) dan non-kepemilikan (Dayn). 'Ayn adalah barang dagangan nyata, sering disebut sebagai cash/tunai. Dayn merupakan janji pembayaran atau hutang atau surat hutang, atau apapun yang pengirimannya atau pembayarannya tertunda. Bertukar (safr) Dayn untuk 'ayn dari jenis yang sama adalah Riba an-nasiah. Bertukar Dayn untuk Dayn juga dilarang. Dalam sebuah pertukaran hanya diperbolehkan 'ayn untuk 'ayn.
Hal ini didukung oleh banyak hadits tentang masalah ini. Imam Malik meriwayatkan:

Yahya meriwayatkan padaku dari Malik bahwa ia mendengar bahwa al-Qasim ibn Muhammad berkata, 'Umar Ibn al-Khaththab berkata, "Satu dinar untuk satu dinar, dan satu dirham untuk satu dirham, dan sa' untuk sa'. Sesuatu yang dikumpulkan untuk hari kemudian tidak boleh dijual dengan sesuatu pada waktu dekat".
"Yahya meriwayatkan padaku dari Malik bahwa Abu'z-Zinad mendengar Sa'id al-Musayyab berkata, "Riba hanya ada pada emas atau perak atau sesuatu yang ditimbang dan diukur dari apa yang dimakan dan diminum.'"


Abu Bakar al-Kasani dari The Hanafi School (d. 587H) menulis:

"Adapun riba al-nasa' adalah perbedaan (kelebihan) antara penghentian keterlambatan dan periode penundaan dan perbedaan (kelebihan) antara kepemilikan ('ayn) dan non-kepemilikan (Dayn) dalam hal-hal diukur dan ditimbang dengan jenis yang berbeda sebagaimana sebuah benda diukur dan ditimbang dengan keseragaman jenis mereka. Hal ini menurut asy-Syafi'i (Allah memberkatinya), riba al-nasa' itu adalah perbedaan antara berakhirnya periode dan keterlambatan yang terdapat pada bahan makanan dan logam mulia (dengan nilai mata uang) khusus. "


Riba nasiah ada pada penggunaan Dayn dalam pertukaran (sarf) dari jenis yang sama. Namun larangan ini diperluas untuk penjualan secara umum ketika Dayn mewakili uang, yang melebilhi batas sifat pribadinya, dan menggantikan 'ayn sebagai media pembayaran.
Imam Malik, semoga Allah bermurah hati kepadanya, menggambarkan hal ini dalam bukunya 'Al-Muwaththa':

"Yahya menyampaikan kepada ku dari Malik bahwa ia mendengar bahwa sukukun (surat berharga/kuitansi) diberikan kepada orang-orang di masa Marwan ibn al-Hakam untuk berjual-beli barang-barang di pasar al-Jar. Orang-orang saling membeli dan menjual menggunakan sukukun tersebut sebelum mereka menerima barang-barangnya. Zayd ibn Thabit , salah satu sahabat Rasulullah, semoga Allah memberkatinya dan memberinya kedamaian, pergi ke Marwan Ibn Hakam dan berkata, 'Marwan! Apakah Engkau ingin membuat riba menjadi halal? "Dia berkata, 'Aku berlindung kepada Allah! Apa itu?' Katanya, "Sukukun itu, yang orang-orang berjual-beli dengannya sebelum mereka menerima barang-barangnya" Marwan kemudian mengirim para pengawalnya untuk mengumpulkan kembali sukukun itu dan dari tangan masyarakat dan mengembalikannya kepada pemiliknya."


Zaid Ibn Tsabit secara khusus menyebut sukukun (Dayn) tersebut sebagai Riba '…yang orang berjual-beli dengannya sebelum barang-barang tersebut mereka terima…' Jika emas dan perak atau makanan yang dipergunakan sebagai alat jual-beli maka itu diperbolehkan, namun jika menggunakan sukukun/kuitansi atau janji pembayaran maka itu tidak diperbolehkan. Di dalamnya terdapat 'kelebihan' yang tidak diperbolehkan. Jika Anda memiliki Dayn, Anda harus harus menunjukkan barangnya ('ayn) yang diwakilinya dan kemudian Anda bisa bertransaksi. Anda tidak dapat menggunakan Dayn sebagai uang.
Secara umum aturannya adalah bahwa Anda tidak boleh menjual sesuatu yang ada, untuk sesuatu yang tidak ada. Praktek ini disebut Rama' dan itu adalah riba.
Imam Malik:

"Yahya meriwayatkan padaku dari Malik, dari 'Abdullah Ibn Dinar, dari' Abdullah Ibn 'Umar bahwa' Umar Ibn Al-Khattab berkata:" Jangan menjual emas dengan emas kecuali sama. Jangan melebihkan sebagian dari bagian yang lain. Jangan menjual perak untuk perak kecuali sama, dan Jangan melebihkan sebagian dari bagian yang lain. Jangan menjual sejumlah yang ada untuk sejumlah yang tidak ada. Jika seseorang meminta mu untuk menunggu pembayaran sampai ia berkunjung ke rumahnya, jangan tinggalkan dia. Aku takut engkau terkena rama'. Rama'adalah riba.' "


Rama' pada zaman sekarang adalah sebuah praktek yang umum terdapat di semua pasar kita. Mata uang Dayn (uang kertas, surat berharga) telah menggantikan penggunaan mata uang 'ayn (Dinar Emas, Dirham Perak). Praktek ini seperti yang Umar Ibn al-Khaththab maksudkan ketika ia berkata "Aku takut engkau terkena rama'."
Larangan menjual dengan penangguhan waktu tidak hanya berlaku pada logam, tapi juga makanan.
Malik mengatakan, "Rasulullah, semoga Allah memberkatinya dan memberinya kedamaian, melarang menjual makanan sebelum barangnya ada."
Oleh karena itu, apa yang dilarang di Riba an-nasiah, adalah penambahan dari sebuah keterlambatan buatan yang bukan termasuk sifat-sifat transaksi. Apa makna 'buatan' dan 'sifat-sifat transaksi'? Maknanya adalah bahwa setiap transaksi memiliki kondisi waktu dan harga tertentu.
Riba al-fadl mengacu pada kuantitas. Riba an-nasiah mengacu pada penundaan waktu.
Untuk memahami apa yang dibenarkan dan apa yang tidak dibenarkan, kita harus memahami sifat-sifat khusus yang terdapat dalam setiap transaksi, khususnya transaksi-transaksi yang melibatkan jenis yang sama (barang yang sama yang diberikan dan diterima), seperti pinjaman, pertukaran, dan sewa:


  • Pinjaman melibatkan penundaan atau perbedaan waktu bukan perbedaan dalam kuantitasnya. Seseorang memberikan sejumlah uang, dan setelah waktu tertentu, orang tersebut mengembalikan uang itu tanpa ada penambahan nilai. Kelebihan dalam bentuk waktu dibenarkan dan halal, namun kelebihan kuantitas barang atau uang tidak dibenarkan dan Haram. Jenis ini disebut Riba al-fadl.
  • Sebuah pertukaran tidak melibatkan penundaan waktu dan perbedaan kuantitas. Seseorang memberikan sejumlah uang tanpa disertai penangguhan. Penangguhan ini tidak dibenarkan dalam perdagangan. Jika Anda ingin menunda pembayaran, Anda harus melakukan pinjaman, Anda tidak boleh melakukan pinjaman tersebut sebagai 'pertukaran yang tertunda'. Jenis kelebihan ini termasuk Riba an-nasiah.
  • Sewa-menyewa melibatkan penundaan waktu dan perbedaan kuantitas dan itu adalah halal. Bila Anda menyewa sebuah rumah, Anda mengambil kepemilikan rumah untuk waktu tertentu dan Anda mengembalikannya setelah waktu (penundaan) yang telah disepakati dan di samping itu Anda membayar uang sewa (kelebihan kuantitas). Penundaan dan kelebihan kuantitas itu dibenarkan dan halal. Anda hanya dapat menyewa barang dagangan yang dapat disewa. Anda dapat menyewa mobil, rumah atau kuda. Tetapi Anda tidak dapat 'menyewa uang' (uang dijadikan seperti barang dagangan yang dapat disewa, bukannya sebagai alat tukar) atau bahan makanan (barang sepadan). Berpura-pura 'menyewa uang' bisa merusak sifat transaksi tersebut dan itu termasuk riba. Dan merupakan Riba al-fadl, karena 'menyewakan uang' adalah sama dengan menambahkan perbedaan kuantitas dalam pinjaman.


Dalam penjualan, yang melibatkan pertukaran barang dari jenis yang berbeda, penangguhan adalah halal, dan penangguhan dicatat dengan cara yang berbeda. Bagaimana Anda menentukan perbedaan kuantitas dalam penjualan barang-barang dari jenis yang berbeda? Perbedaan kuantitas ini ditentukan oleh perbedaan antara harga yang ditawarkan pada penjualan langsung dan penjualan tertunda. Dalam ilmu Fiqh Hal ini disebut dengan penetapan dua harga atau 'dua penjualan dalam satu akad'. Harga yang langsung ditetapkan dianggap sebagai harga penjualan tunai; dan kelebihan terjadi bila ada hal yang tertunda. Hal ini dapat terjadi dalam kasus berikut:


  • menawarkan kenaikan harga jika barang yang dibeli pada kondisi tertunda. Atau,
  • menawarkan diskon jika pembeli langsung membayar di tempat. Atau,
  • menjual hanya untuk kondisi tertunda dan menyangkal kemungkinan pembelian di tempat (sehingga menyembunyikan bahwa adanya peningkatan harga - seperti yang terjadi di penawaran pemberian kredit 0% yang sering kita lihat pada hari ini).


Sebuah diskusi lengkap dari topik ini akan kita bahas kemudian. Kita hanya hanya akan menjelaskan dua kasus:


  1. Ketika penjual mengatakan "Saya menjual pada harga ini jika Anda membayar secara tunai, dan pada harga yang lain (lebih tinggi) jika Anda membayar dalam hal tertunda."
  2. Ketika penjual memberlakukan 'salam' (salam adalah penjualan dengan pembayaran tertunda, dan Halal) dan pada saat itu uang pembeli tidak mencukupi, ia mengatakan: "Anda dapat menunda pembayaran jika Anda membayar kelebihannya (kesenjangan)," dan juga ketika penjual mengatakan kepada pembeli: "Jika Anda membayar sebelum akhir perjanjian, saya akan menawarkan diskon." Ini adalah jenis riba yang dikenal sebagai riba al-jahiliyah. Jenis riba apa berlaku di sini? Riba al-fadl - karena sumber kelebihan adalah perbedaan nilai.


Ibnu Rusyd menulis:

"Adapun riba dalam penjualan, para ulama sepakat bahwa riba ada dua jenis: pembayaran ditangguhkan (nasiah) dan kelebihan nilai (tafadul) - kecuali apa yang telah disampaikan oleh Ibnu 'Abbas, yang melaporkan bahwa Nabi, semoga kedamaian dan berkah Allah besertanya, mengatakan: "Tidak ada riba kecuali dalam pembayaran yang ditangguhkan." Meskipn begitu, Mayoritas fuqaha telah menyimpulkan bahwa riba terbagi menjadi dua jenis, karena hal ini telah ditegaskan dalam oleh Nabi pada hadist lainnya."
"Ada empat hal yang memungkinkan hukum riba diberlakukan, yaitu:
(1) hal-hal yang menimbulkan perbedaan nilai maupun penangguhan waktu;
(2) hal-hal yang menimbulkan perbedaan nilai namun tidak menimbulkan penangguhan;
(3) jika terjadi kedua kasus tersebut, dan
(4) terjadi pada kasus jenis yang tunggal."


Dengan demikian, setiap transaksi memiliki kondisi yang berkaitan dengan sifatnya. Anda tidak boleh mengambil kondisi dari satu jenis transaksi dan menerapkannya pada transaksi yang lain, karena bisa merusak transaksi tersebut. Menambahkan kondisi yang tidak dibenarkan untuk sebuah transaksi adalah riba.
Dayn adalah penangguhan, penggunaan Dayn dibatasi untuk transaksi pribadi dan dilarang sebagai sarana pembayaran umum (uang). Sementara Dayn itu sendiri halal, dan menjadi tidak halal jika diggunakan sebagai uang. Dayn merupakan kontrak pribadi antara dua orang dan hanya berlaku di antara mereka. Pengalihan Dayn dari satu orang ke orang lain dapat dilakukan secara islami, dan hanya berlaku jika dayn yang lama dihapuskan dan dibuat Dayn yang baru. Dayn tidak dapat bersirkulasi secara independen dari apa yang diwakilinya. Pemiliknya harus mengambil kepemilikan barang tersebut dan memusnahkan Dayn nya. Dayn tidak boleh digunakan dalam pertukaran dan tidak boleh digunakan sebagai alat pembayaran. Dayn juga dilarang untuk digunakan untuk membayar zakat.

4. Kesalahpahaman Tentang Riba

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun