Karena di ulang-ulang, aku menganggapnya jadi lucu. Sambil mengulang kalimat ini, aku tersenyum. Tiba-tiba bapak itu mengulang kembali kata itu dekat dengan tempat duduk saya, dan tiba-tiba pukulan tinju mautnya pun mendarat dengan baik di kepalaku.
"Brabbb", tentunya dengan cincin putih di tanganya. Pasrah tak pasrah, aku harus menerimanya.
"Ulang", hardik nya.
"Disis e tebel", kataku dengan suara keras, lalu mengusap kepalaku bekas pukulannya. Nyeri.
"Salah", katanya dengan suara melengking.
"Disis e tebel" "Salah, ulangi dengan benar" ujarnya, suaranya frekuensi suaranya belum menurun.
Aku mulai ragu mengulang nya. Kulihat seisi ruangan menatap ku, senyum tak jelas dan memperolok ku.
"Di..sis...e...e..te...tebel"
"Tebel ma babami.-Tebel lah mulutmu itu" hardik Pak Sinaga, bengis.
"Mariani, apa?", Pak Sinaga menatap Mariani, dara cantik temanku se bangku.
"Disis e teibel"