Kepala Daerah hasil pilkada tentunya berupaya agar visi dan misi serta program yang diperjanjikan kepada masyarakat ketika melaksanakan kampanye dapat segera terealisasi pada tahun 2025. Visi dan misi beserta program-program kerja yang menjadi turunan dari visi dan misi tersebut baru dapat ditetapkan menjadi peraturan daerah selambatnya enam bulan setelah pelantikan kepala daerah terpilih, yang itu berarti jatuh pada sekitar Agustus 2025.Â
Dengan demikian, keinginan dan harapan kepala daerah periode 2025-2029 untuk dapat segera melaksanakan visi dan misi serta program-program kerja yang telah diperjanjikan tersebut pada Tahun Anggaran 2025 nampaknya akan sulit untuk dapat segera diwujudkan.Â
Momentum tercepat untuk melaksanakannya adalah pada Perubahan APBD Tahun Anggaran 2025 yang berarti baru dapat dilakukan setelah berlalunya semester I Tahun Anggaran 2025. Hal ini berarti baru pada sekitar bulan September atau bahkan Oktober 2025, dengan sisa waktu pelaksanaan hanya 2-3 bulan hingga akhir tahun anggaran 2025.
Dengan demikian jelas bahwa pada Tahun Anggaran 2025, para kepala daerah terpilih hasil pilkada 27 November 2025 belum dapat merealisasikan janji politiknya secara optimal. Momentum merealisasikan janji politik baru terbuka pada Tahun Anggaran 2026, yang prosesnya sudah akan mulai bergulir dari penyusunan dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RPKD) pada awal tahun 2025.
 Proses ini dimulai dari pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) tingkat Desa/kelurahan pada Januari-Februari, Musrenbang Kecamatan pada Februari-Maret hingga Musrenbang kabupaten pada bulan Maret, lanjut ke Musrenbang Provinsi pada bulan April hingga Musrenbang nasional pada Mei.
 Berbagai tahapan pembahasan yang menjadi mekanisme resmi dimasukkannya kebijakan politik kepala daerah, aspirasi masyarakat serta pokok pikiran DPRD itu menghasilkan dokumen RKPD yang berdasarkan peraturan harus ditetapkan berdasarkan peraturan kepala daerah pada bulan Juli.
Dokumen RKPD yang telah ditetapkan melalui peraturan kepala daerh ini selanjutnya menjadi dokumen perencanaan yang menjadi basis pembahasan dokumen penganggaran, yaitu Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS).Â
Pada tahapan ini kepala daerah melakukan diskusi panjang dengan mitra kerjanya di DPRD untuk menyepakati proyeksi besaran pendapatan dan belanja pada rancangan APBD, besaran pagu program-program strategis dan program unggulannya.Â
Ketika mayoritas parlemen "dikuasai" oleh partai politik yang berada dalam "kubu yang sama" dengan kepala daerah, pembahasan aspek-aspek penganggaran mungkin akan berlangsung mulus dan lancar. Namun bila mayoritas parlemen berada dari "kubu seberang", pembahasan-pembahasan amat berpeluang berjalan secara alot.Â
Tentu saja berbagai diskusi mendalam dan lobi-lobi akan diperlukan, sehingga pemerintah-DPRD dapat menyepakati KUA-PPAS sesuai jadwal, yaitu pada sekitar bulan Agustus.
Tahapan berikutnya, barulah bergulir pada pembahasan RAPBD dengan fondasinya adalah KUA-PPAS tadi, pada sekitar bulan Agustus-November. Pada tahapan ini, dinamika masih pula terjadi karena Kepala Daerah tentu akan memastikan kembali berbagai program strategisnya telah dipersiapkan pagu anggarannya, demikian pula anggota DPRD ingin pula pokok-pokok pikiran telah pula terakomodir pagu anggarannya.Â