Mohon tunggu...
Satria Kusuma Diyuda Yuda
Satria Kusuma Diyuda Yuda Mohon Tunggu... -

Optimistic

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ancaman Radikalisme Islam terhadap Kemajemukan Negara Kesatuan Republik Indonesia

9 Maret 2013   15:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:03 2020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Radikalisme dari kelompok-kelompok Islam di Indonesia telah memiliki akar sejarah yang panjang sejak zaman pra kemerdekaan dan kemerdekaan. Namun tumbangnya orde baru memberikan peluang kepada kelompok maupun tokoh-tokoh Islam radikal untuk kembali kepermukaan. Situasi politik, ekonomi dan sosial Indonesia, dan internasional juga banyak memberikan pengaruh terhadap proses radikalisme kepada organisasi-organisasi Islam yang terbentuk di kalangan masyarakat. Krisis ekonomi dan politik yang melanda Indonesia sejak tahun 1998, membuat masyarakat yang merasa tidak memiliki keberuntungan ekonomi melirik organisasi-organisasi Islam radikal sebagai salah satu jalan keluar. Masyarakat kalangan bawah melihat bahwa organisasi-organisasi Islam radikal memberikan sebuah arti simbolik yang menarik perhatian mereka, dengan memberikan sebuah ajaran yang lebih praktis dan tidak terlalu susah dijalankan.

Keadaan sosial masyarakat yang timpang antara masyarakat menengah atas dan masyarakat menegah kebawah sebagai akibat dari efek demonstratif yang kelebihan, menimbulkan sebuah keirian hati. Ketidak pekaan kalangan kaya terhadap masyarakat yang berkekurangan membuat masyarakat bawah melihat ada sebuah ketidak adilan sosial dan ekonomi di negara ini. Selain itu ketidak mampuan pemerintah untuk memeratakan pendapatan dan kesempatan meningkatkan kesejahteraan, kasus-kasus korupsi dan hukum yang tidak pernah selesai, juga turut memberikan keterasingan kalangan bawah terhadap perubahan yang terjadi. Sehingga mereka melihat bahwa dengan bergabung kedalam organisasi-organisasi radikal, merupakan sebuah jalan untuk melakukan perubahan sistem di masyarakat agar kembali kepada nilai-nilai islam yang adil.

Bentuk nyata dari proses radikalisme terjadi ketika banyaknya konflik yang timbul didaerah dan menggunakan agama sebagai alasannya, walaupun awal permasalahan sebenarnya merupakan konflik politik daerah ataupun konflik-konflik antar kelompok preman. Namun berkembang menjadi sebuah konflik besar dan sangat disayangkan menjadi sebuah konflik agama. Kebebasan pers yang memberikan kesempatan masyarakat untuk melihat secara langsung konflik yang terjadi, memahami konflik yang terjadi dengan cara yang berbeda. Timbul sentimen-sentimen anti agama lain dikalangan masyarakat yang kebetulan daerahnya tidak menjadi ajang konflik. Selain itu, ketidak berdayaan pemerintah dalam menyelesaikan konflik memberikan kesan kepada masyarakat bahwa pemerintah tidak dapat diharapkan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Organisasi-organisasi radikal melakukan mobilisasi untuk memberikan bantuan kepada saudara seagama yang menjadi korban konflik. Sehingga malah semakin memperparah konflik yang terjadi di maluku dan Sulawesi Tengah.

Radakalisme organisasi-organisasi kemasyarakatan yang mengusung nama Islam juga tidak lepas dari ketidak seimbangan politik Internasional yang terjadi di era 1999 hingga tahun 2000-an. Konflik Israel-Palestina, penyerangan Amerika terhadap Irak dan Afganistan setelah 11 November 2001, turut membangkitkan radikalisme yang terjadi di tanah air. Dan yang terparah terjadinya beberapa kali serangan teroris di Indonesia yang didanai oleh pihak Islam radikal di luar negeri. Dan lagi-lagi pemerintah membutuhkan waktu cukup lama untuk menyelesaikan kasus ini.

Kasus kekerasan terhadap kelompok minoritas

Akibat-akibat dari radikalisasi yang terjadi dalam kelompok-kelompok organisasi Islam, saat ini telah memberikan hasil yang buruk terhadap perkembangan toleransi antar umat beragama di Indonesia. Timbulnya kasus-kasus penyerangan terhadap kelompok minoritas atau kelompok yang dianggap sesat semakin sering terjadi beberapa tahun belakangan ini. Mulai dari kasus-kasus penyegelan beberapa gereja HKBP di Bekasi, Gereja PGI di perumahan Yasmin, Bogor, maupun penyerangan terhadap jamah Ahamadiyah telah memberikan gamabaran mengenai meningkatnya aktivitas organisasi radikal di Indonesia. Kasus paling parah terjadi di Pandeglang Banten, dimana kasus penyerangan FPI terhadap jamaah Ahmadiyah yang mengakibatkan tiga orang meninggal dunia, beberapa rumah dan kendaraan rusak berat.

Kasus kekerasan terhadap kelompok minoritas ternyata bukan hanya dilakukan oleh organisasi-organanisasi radikal Islam, tetapi juga secara sadar atau tidak, banyak aparat pemerintah baik daerah dan pusat maupun aparat keamanan turut terlibat dalam kekerasan terhadap kelompok agama minoritas. Laporan yang dirilis oleh Wahid Institut menggambarkan bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh aparat pemerintah seperti pembiaran perusakan rumah ibadah, pelarangan beribadah oleh aparat keamanan atau pihak terkait terhadap kelompok agama dan kepercayaan sebanyak 22%. Pelarangan kegiatan beribadah atau ekspresi keyakinan dari kelompok agama atau kepercayaan, sebanyak 8%. Pelarangan/pembatasan rumah ibadah sebanyak 30%. Pelarangan atau pemaksaan keyakinan sebanyak 40%. Berdasarkan

Aksi-aksi anarkis yang sering terjadi terhadap kelompok minoritas, menjadi sebuah bukti ancaman terhadap toleransi beragama dimasyarakat. Para korban biasanya banyak mengalami kerugian seperti kehilangan rumah tinggal, tidak memiliki hak untuk melakukan ritual agamanya, kehiliangan nyawa, bahkan yang paling ironis adalah kehilangan hak sebagai warga negara di negaranya sendiri. Hal ini terjadi pada korban Ahamdiyah Lombok, dimana setalh terjadi perusakan, para jemaah ini mengalami sebuah pengusiran dari tanah mereka sendiri, kesulitana mendapat mendapat hak-hak sipil seperti KTP. Tidak memiliki KTP berarti para jamaah Ahmadiyah tidak memiliki kesempatan untuk mengakses fasilitas pemerintah seperti kesehatan, dan pelayanan dasar lainnya. Namun yang mengherankan adalah kurangnya perhatian pemerintah daerah dalam menyelesaikan pertikaian dan memberikan hak-hak dasar mereka sebagai warga negara.

Timbulnya perda-perda syariah

Tantangan terhadap kemajemukan masyarakat, Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, juga datang dari positivisme hukum-hukum Islam kedalam perundang-undangan dan peraturan-peraturan daerah.

Tabel 1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun