Mohon tunggu...
Bondan Wicaksono
Bondan Wicaksono Mohon Tunggu... -

Masyarakat Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Terorisme dan Radikalisme Era Global

30 Maret 2016   18:25 Diperbarui: 30 Maret 2016   18:31 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada sisi lainnya, muncul masalah politik dalam bentuk politisasi isu teror, yang dapat dilihat sebagai ancaman (baca: intervensi), yaitu negara maju akan menekan negara yang ’bermasalah’ terorisme untuk memerangi aksi teror, sesuai dengan aturan pelibatan mereka dan menyerang kelompok yang anggap sebagai organisasi teror. Perlu dipahami bahwa, AS dan sekutunya mengeluarkan daftar organisasi teroris, berdasarkan informasi dan analis intelijen pihak mereka.

Bagi negara yang memiliki kapasitas cukup untuk memerangi aksi terorisme, barangkali tidak ada masalah. Akan tetapi bagi negara yang tidak mempunyai sumber daya yang cukup, (besar kemungkinannya) harus me-relakan kekuatan asing beroperasi di wilayah yurisdiksinya. Durasi operasinya tidak akan jelas, rule of law juga tidak jelas, dan ada berbagai risiko harus dipikul oleh pihak setempat. Contoh risiko adalah preferensi masyarakat yang menolak kehadiran pihak asing, akan menimbulkan implikasi politik di dalam negeri. Contoh ini sudah terjadi di Pakistan.

Bagi Indonesia yang terdiri dari masyarakat yang majemuk dan sedang berbenah dengan otonomi daerah, perlu mewaspadai penetrasi global corporations yang ‘sangat haus’ akan kekayaan alam. Skenario yang bisa terjadi ialah perusahaan (raksasa) asing masuk kedaerah, dan di daerah muncul perlawanan yang dilakukan oleh kelompok radikal yang sangat mungkin mengunakan terorisme. Tentunya pihak asing tidak akan tinggal diam, mereka akan mengamankan investasinya dengan berbagai cara. Ada dengan cara bisnis, tetapi ada pula melalui mekanisme politik, dan jangan diabaikan—dengan cara (intelijen) militer.

Upaya memerangi aksi terror

Doktrin Mao Zedong, mengumpamakan ikan dan air. Yang di maksud dengan ’ikan’ adalah pihak teroris, sedangkan ’air’ adalah ruang gerak bagi ikan. Doktrin tersebut mengatakan bahwa semakin luas ’airnya’ maka akan semakin baik bagi kehidupan ’ikan’. Bertolak dari doktrin tersebut, maka upaya untuk memerangi aksi terror adalah dengan membalikkan esensi ajaran tersebut, yaitu keringkan ’airnya’ agar tidak ada ruang gerak bagi ’ikan’. Pengertian ’air’ dalam arti sebenarnya adalah atmosfir politik, situasi perekonomian, kondisi sosial, dan keadaan keamanan nasional. Ajaran Mao Zedong mengatakan bahwa semakin buruk atmosfir politik, atau semakin besar ketimpangan sosial ekonomi, dan semakin tidak menentu situasi keamanan, maka ruang gerak ’ikan’ (unit-unit teroris) akan semakin baik. Dengan demikian, upaya untuk mengeringkan ’air’, tentunya perlu memahami semua aspek yang terkait yaitu politik—ekonomi—hukum—sosial—budaya—pertahanan, sehingga bisa diambil langkah langkah antisipatif dan represif yang tepat.

Langkah pertama, menangani ’ikannya’, artinya—mengenali aktornya, dan semua aspek yang terkait seperti driving factors (idiologi politik), basis kekuatan dan dukungan operasional. Perlu pula dipelajari dengan baik mengenai organisasi, yang mempunyai struktur sangat kenyal. Namun secara garis besar organisasi tersebut akan terdiri dari beberapa layers, yaitu : ( 1) The brain dan atau kelompok elite, (2) The executioner, yaitu unit-unit pelaksana tugas khusus, (3) the supporting lines atau jajaran pendukung, misalnya pembuat identitas palsu, penyandang dana, pelatih ketrampilan khusus, penyediaan tempat persembunyian atau save house, dan sebagainya yang di sesuaikan dengan kebutuhan operasional. Masalahnya ialah belum tentu jajaran pendukung mengetahui tujuan sebenarnya organisasi yang mereka bela. (4) The mass, yaitu massa simpatisan yang jumlah relatif sangat besar. Mereka ini belum tentu memahami tujuan organisasi yang mereka bela, akan tetapi organisasi tersebut berstatus legal, diakui pula oleh masyarakat dan dapat dimanipulasikan untuk mempengaruhi situasi umum.

Langkah yang kedua, mengenali ’air’ sebagai ruang gerak. Ada empat aspek yang terkait erat didalam upaya memerangi aksi terror, yaitu ;

(1) Aspek politik. Pada aspek ini ada tiga dimensi politik yang perlu di cermati yaitu, aspirasi politik yang melandasi kepentingan terrorist, peta politik domestik, dan peta politik regional-global. Dengan memahami peta besar politik, maka ada peluang untuk memotong kepentingan terroris, juga bisa mendapatkan dukungan dari kekuatan politik domestik, dan nantinya ada ruang untuk manovra politik dalam negeri.

(2) Aspek hukum. Banyak negara tidak memiliki perangkat hukum yang memadai untuk menangkal aksi terror, tetapi banyak pula negara yang sudah bersiap sedini mungkin. Jepang merupakan contoh yang baik, oleh karena mampu memperkecil ruang gerak JRA sehingga tidak mungkin mereka hidup di dalam negeri, bahkan tidak ada ruang dan peluang untuk melakukan kaderisasi. Pelajaran dari Turki menunjukkan bahwa mereka mampu menyiapkan perangkat hukum yang menjerat aksi terror dari pihak Kurdi dan bisa berkelit dari tuduhan pelanggaran hak azasi manusia. Perangkat hukum internasional yang berkembang belakangan ini sudah menyangkut jaringan perbankan, artinya apabila ada pihak bank yang diketahui menyimpan dana pihak terorist sudah pasti akan kena sanksi internasional. Sudah ada langkah nyata masyarakat dunia (baca: AS dan sekutunya) untuk membekukan asset pihak terorist termasuk negara sponsornya, dan hal ini sudah dilaksanakan.

(3) Aspek Pemerintah (aslinya: the administration). Banyak praktek di luar sana, menempatkan kepala daerah/wilayah sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap keamanan di wilayahnya. Contohnya, pada insiden 11 September 2001, Walikota New York segera tampil (catatan : Kepala NYPD berdiri dibelakang) untuk mengatasi situasi. Dari persektif AS tindakan tersebut memang seharusnya demikian, oleh karena masyarakat membayar pajak kepada pemerintah (dhi Walikota New York), dan sebaliknya adalah tugas pemerintah untuk memberikan perlindungan, rasa aman dan kenyamanan kepada masyarakat. Pemerintah (cq aparat keamanan) harus mampu mengisolasi daerah kerusakan agar tidak merambat lebih luas, dan dapat segera mengisolasikan lokasi kejadian (epicenter), menetapkan zona yang kritis (perimeter), menyiagakan daerah penyangga (buffer zone), dan memelihara daerah yang aman. Pada prinsipnya, harus ada kesiapan manajemen keamanan nasional yang menjaga roda kehidupan nasional berjalan normal, dan tidak bisa dilumpuhkan oleh satu insiden teror.

(4) Aspek operasional. Pada aspek ini, kesiapan satuan anti terror (baca: striking unit) akan berperan, kemudian dibantu oleh semua pihak yang terkait, misalnya satuan militer, para-militer, pemadam kebakaran, jajaran rumah sakit, liaison dari pihak lain. Masalahnya yang dihadapi adalah bagaimana membentuk satu kesatuan operasi yang terbentang dari pusat sampai ke lokasi, dari pusat yang merata menjangkau daerah. Unsur-unsur yang esensial antara lain adalah Kodal, striking team, komunikasi, lini pendukung, harus disiapkan sedini mungkin dan ada program yang membangun kewaspadaan nasional, termasuk kesiapan manajemen konflik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun