Mohon tunggu...
Bondan Wicaksono
Bondan Wicaksono Mohon Tunggu... -

Masyarakat Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Terorisme dan Radikalisme Era Global

30 Maret 2016   18:25 Diperbarui: 30 Maret 2016   18:31 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu kasus yang paling menonjol (pada waktu itu) adalah ‘peran’ Lybia yang mengembangkan kamp-kamp teroris di wilayah nasionalnya. Situasinya kemudian menjadi semakin kompleks oleh karena ada negara Arab yang secara tertutup “memelihara” kelompok-kelompok terror untuk memperkuat political leverage mereka, dengan memanfaatkan faksi-faksi pejuang Palestina yang jumlahnya puluhan. Modus operandi yang paling popular pada tahun 1970-an sampai mendekati akhir tahun 1980-an, adalah pembajakan pesawat penumpang komersil.

Ada beberapa pihak yang mengklasifikasikan modus kegiatan terorisme sekarang ini sudah berkembang ke‘generasi’ yang ke-lima. perbedaannya di ukur dari empat hal, yaitu; (i) obyektif yang ingin dicapai, (ii) area operasi, (iii) peralatan dan perlengkapan yang digunakan, dan (iv) strategi dan taktik yang digunakan.

Khusus mengenai terorisme generasi keempat, perlu dicermati oleh karena ancaman tersebut yang kini sedang dihadapi oleh masyarakat dunia. Cirinya yang menonjol, antara lain; (i) menggunakan high-tech dalam kegiatan operasionalnya, (ii) menggunakan senjata pemusnah massal (nuklir-bio-kimia-radio aktif), (iii) menyerang langsung aspek budaya, sistem nilai, core values nasional,(iv) mampu mengembangkan peperangan psikolojik yang sangat canggih, utamanya dengan memanfaatkan media massa, (v) tujuan taktis adalah menimbulkan korban sebesar-besarnya, misalnya sasarannya adalah pasar, stasiun, rumah sakit, gedung opera.

Perlu juga meninjau generasi kelima, yang beroperasi pada dunia maya dengan menggunakan sarana teknologi informasi, menerobos kebeberapa tempat yang sangat sensitif, misalnya (i) pusat informasi tempur dan sistem pengendalian perluru kendali, (ii) sentral data base perbankan nasional dan lembaga keuangan dunia, (iii) pusat kendali sistem keamanan nasional, dan (iv) pusat pengambilan keputusan. Ancaman teror generasi kelima, belum mendapatkan atensi yang memadai dikalangan birokrat maupun pemangku kepentingan dibidang keamanan nasional.

Era globalisasi

Muatan kepentingan yang berada pada era globalisasi adalah liberalisasi perdagangan dunia, dengan menggunakan ‘tertib’ aturan masyarakat internasional. Namun tidak sulit untuk mengatakan bahwa liberalisasi perdagangan dunia adalah kepentingan negara industri (baca : G-8) untuk ‘menguasai’ pasar dunia dengan tertib aturan yang dirancang oleh mereka. Konon pemahaman mereka mengatakan bahwa liberalisasi perdagangan dunia dapat berkembang apabila semua negara di muka bumi ini sudah demokratis. Alam demokratis tersebut akan berkaitan dengan kebebasan untuk berpolitik, bebas untuk menyatakan pendapat, bebas pula untuk memiliki sesuatu yang diinginkan. Ada kesetaraan gender, menguatnya hak azasi manusia, sampai pada pengketatan aturan konservasi kekayaan alam.

Banyak pihak mengatakan bahwa globalisasi adalah pengurasan kekayaan alam oleh negara kuat terhadap negara berkembang dan miskin (Mander and Glodsmith—1996). Menarik untuk mengangkat pandangan yang lebih ‘obyektif’, mengatakan:

‘globalization today is not working for many of the world’s poor. It is not working for much of the environment. It is not working for the stability of the global economy. Biut globalization has brought better health, as well as an active global civil society fighting more democracy and greater social justice. The problem is not with the globalization, but with how it has been manage.. part of the problems lies with the international economic institutions which help set the rules of the game. They have done so in ways that, all to often, have serve the interest of more advanced industrialized countries rather than those of the developing world…(Stiglitz—2002)

Pandangan Stiglitz ternyata tidak sendirian, oleh karena Kenichi Ohmae dalam bukunya The Borderless World (1991) dan The End of Nation State (1996) sudah mengingatkan bahwa batas wilayah negara, akan semakin kabur oleh karena penetrasi global corporations yang menata pola transportasi, pola komunikasi, dan seterusnya sampai pada aturan memelihara kelestarian lingkungan.

Dalam bahasa sederhana, ingin dikemukakan bahwa negara berkembang tidak lagi memiliki kebebasan mutlak untuk mengolah sumber kekayaan alam mereka. Contoh yang sangat ekstrim yaitu Irak yang kaya minyak, nyatanya di bawah kendali AS. Ironik sekali melihat negara tersebut yang kaya akan sumber kekayaan alam tetapi rakyatnya tetap miskin. Sebaliknya negara maju akan semakin kaya, dan semakin kokoh mengendalikan perekonomian global, termasuk sumber kekayaan alam yang bukan milik mereka. Situasi tersebut menimbulkan kesenjangan kesejahteraan yang luar biasa antara negara maju dengan negara berkembang dan miskin. Ada ketidak adilan yang sangat menonjol dan sistem hukum internasional tidak akan mampu (baca: berniat) merobah ketimpangan tersebut.

Perlawanan sedang berkembang misalnya dari Venezuela, akan tetapi daya (power) yang mereka miliki tidak cukup kuat untuk berhadapan dengan kekuatan dunia (baca: G-8) yang dikomando oleh AS. Bentuk perlawanan yang lain adalah gerakan radikal yang bermunculan di berbagai tempat, dan tidaklah mengherankan apabila gerakan tersebut menggunakan terorisme sebagai alat untuk mencari perimbangan kekuatan. Perkembangan yang terjadi sekarang ini ialah kelompok terror gerakan radikal tidak lagi fokus pada sasaran militer, tetapi sudah melebar pada sasaran sipil, dan yang terutama center of gravity perekonomian global. Medan operasinya juga sudah tidak lagi terbatas pada satu wilayah, akan tetapi sudah multi—fronts dan mendunia. Dalam pengertian sederhana, dapat dikatakan bahwa serangan pihak teroris dapat dilakukan kapan saja, dan di wilayah mana saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun