Sedangkan, Buya mengagumi Soekarno yang sejak usia muda sudah menentang kolonialisme. Hingga kala Soekarno sudah menjadi presiden. Beliau mengundang Buya untuk berdakwah di ibukota negara. Kisah manis keduanya, kelak berujung tragis. Kelak rakyat Indonesia menjadi saksi Buya justru dijebloskan dalam penjara.
Pernah Sejalan, Terpecah Kemudian
Dari tahun 1964-1966. Dua tahun lebih empat bulan lamanya, Buya dipenjara atas perintah Presiden Soekarno. Hanya karena berbeda pandangan politik dan tidak sepakat dengan Demokrasi Terpimpin, Buya difitnah hingga hidup dalam jeruji besi.
"Dia tega melemparkan fitnah kepadaku. Padahal, aku ini adalah temannya yang menurut pengakuannya sendiri sudah dianggap sebagai adiknya" (hlm.821).
Perang dingin antara Soekarno dan Buya mulai terpicu sejak Soekarno membubarkan Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) dan mulai menerapkan gagasan Nasakom di Indonesia. Bagi Buya penerapan paham komunisme tidak sejalan dengan penduduk Indonesia yang mayoritas Muslim.
Sebagai salah satu anggota Dewan Konstituante, Buya berada dalam garis terdepan untuk menyuarakan terlaksananya ajaran dan hukum Islam di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia. Berbeda paham ideologi yang dianut antara Soekarno dan Buya sudah saling bertolak belakang. Sulit terdamaikan.
Dalam novel ini dideskripsikan dengan rinci bahwa relasi antara Soekarno dan Buya pernah sangat harmonis. Novel ini mengisahkan perjumpaan awal keduanya di Bengkulu. Keduanya sepakat berkomitmen pada cita-cita kemerdekaan bangsa. Kalimat penyemangat Buya kepada Soekarno di hadapan Haji Abdul Karim Oei, "Sudah menjadi tugas kita untuk berjuang dan membangun negeri ini dengan seluruh tenaga, pikiran, dan waktu yang kita miliki Tuan Soekarno" (hlm. 392). Pertemuan kala itu sungguh membekas dalam ingatan keduanya. Terlebih untuk Buya yang terinspirasi banyak dari Soekarno yang jauh lebih muda.
Kisah Buya dengan Soekarno cukup mendapat ruang besar dalam novel. Selain kisah bagaimana awal mula pertemuan keduanya. Terdapat pula kisah kedekatan, hingga memuncak pada perseteruan keduanya. Soekarno memenjarakan Hamka dengan tuduhan makar.Â
Pada wafatnya Soekarno, Presiden Soeharto meminta secara khusus kesediaan Buya mengimami shalat jenazah Soekarno. Berkat kecintaan yang tulus terhadap Soekarno, Buya bersedia mengimami shalat jenazah Soekarno. Sudah tak lagi diingat oleh Buya, bagaimana dia dahulu dinistakan dalam penjara oleh Soekarno.
Sebagai sesama Muslim sudah kewajibanku untuk menyempurnakan jenazah beliau dengan cara sebaik-baiknya termasuk menshalatkan jenazahnya sesuai dengan tuntunan dan ajaran Islam (hlm. 823-824). Pancaran ketulusan hati dari Buya mengikis ego dan dendam kesumat terhadap Soekarno. Kelak sejarah dengan tinta emas mencatat bahwa keduanya dianugerahi gelar Pahlawan Nasional dalam waktu berdekatan. Buya pada tahun 2011. Â Soekarno tahun 2012.
Pendekar Literasi