Mohon tunggu...
Masbom
Masbom Mohon Tunggu... Buruh - Suka cerita horor

Menulis tidaklah mudah tetapi bisa dimulai dengan bahasa yang sederhana

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Allena dan Anggur Merah (7/Tamat)

17 Juni 2023   09:57 Diperbarui: 18 Juni 2023   06:29 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi. Dibuat dengan Canva.

Alex bermaksud membunuh John saudaranya sendiri untuk menguasai harta warisan peninggalan ayahnya. Dia minta bantuan Allena salah satu penghuni Rumah Atlanta, rumah kontrakan milik John. Tapi semua rencananya berantakan.
Apa yang terjadi dengan Allena kemudian?

***

Part sebelumnya [klik di sini]

Part 7. Kejadian Aneh (tamat)

"Kamu telah merencanakan semua ini untuk membunuh Nick. Kamulah pembunuh yang sebenarnya, John!" tuduh Alex sambil menunjuk pada John.

"Kamu ... kamu telah menuduhku? Saudara macam apa kamu ini?" tanya John.

"Kita memang saudara! Tapi bukan untuk masalah seperti ini!" jawab Alex.

"Oh, Tuhan! Ternyata John dan Alex masih bersaudara," kata Dolly tidak percaya.

"Tapi aku tidak pernah ada niat untuk membunuh Nick dan tidak ada bukti untuk itu!" bantah John.

"Kita tunggu uji laboratorium, pasti anggur merah itu yang mengandung racun," kata Alex.

"Tidak ...! Itu fitnah! Nick bahkan lebih banyak minum wisky yang dibawa Dolly. Bagaimana kamu bisa memastikan kalau hanya anggur merah yang mengandung racun?" tanya John pada Alex.

"Karena kamu tidak mau meminumnya! Anggur merah itu telah kamu beri racun dan memang kamu buat khusus untuk Nick. Benar begitu, John?"

"Tidak! Aku tidak mau meminumnya karena Nick tidak pernah menghargai aku. Dan dia juga menumpahkan sebagian minuman itu di bajuku!" bantah John.

"Kamu juga tidak suka sama Nick karena merasa tersaingi dalam mendekati Allena, bukan? Sementara Allena lebih memilih Nick dari pada kamu, John. Sehingga kamu merasa perlu menyingkirkan Nick, benar begitu?" lanjut Alex. Aku mendapat angin segar ketika Alex mengatakan itu. Aku merasa Alex telah menolongku.

"Tidak ...! Itu hanya dugaanmu saja! Aku tidak sejahat perkiraanmu!" kata John dengan keras.

"Apa yang dikatakan Alex memang benar. John tidak suka kalau aku dekat dengan Nick. Aku bahkan disuruh untuk menjauhinya," sahutku sambil menatap tajam pada John. Sejenak kemudian aku mengalihkan pandangan mataku pada Alex sambil tersenyum.

"Allena ...! Apa kamu bilang? Aku berusaha membantumu tapi kamu malah menusukku dari belakang! Itu semua tidak benar!" bantah John.

"Selain itu masih ada bukti lain. Di mana Paijo, pembantu rumahmu, John? Kamu pecat dan kamu usir dia atau malah kamu bunuh juga dan kamu sembunyikan mayatnya? Dia yang telah menaruh racun pada minuman anggur merah atas perintahmu," kata Alex.

"Fitnah macam apa lagi ini?" bantah John lagi.

"Sebelum Paijo menghilang dia sempat menemuiku dan bercerita semuanya," jawab Alex.

Semua terdiam mendengar penjelasan Alex. Tapi tiba-tiba aku melihat John mengepalkan ke dua tangannya. Aku menduga emosi John memuncak dan tidak terima mendapat tuduhan itu. Dia kemudian bergerak maju ke arah Alex. Beruntung Pak polisi cepat tanggap dan dapat mencegahnya. John kemudian dibawa pergi meninggalkan Rumah Atlanta. Aku sebenarnya merasa kasihan juga pada John karena telah difitnah atas tuduhan tindak pembunuhan yang tidak pernah dia lakukan.

"Bagaimana kamu bisa melakukan ini semua?" tanyaku pada Alex, "aku pikir rencanamu telah gagal ketika Nick yang terbunuh bukan John, saudaramu itu," lanjutku dengan senyum menggoda dan tatapan mata yang dapat mencabik-cabik naluri lelaki Alex.

***

Dua gelas anggur merah menemani aku dan Alex di dalam kamar. Siang itu di Rumah Atlanta hanya ada aku dan Alex.

"O ya, Lex. Kenapa kamu tega pada John? Bukankah dia itu saudaramu sendiri?" tanyaku pada Alex.

"John hanya saudara tiri. Ibuku menikah dengan ayah John setelah ibunya John meninggal," jawab Alex.

"Dan itu sebabnya kamu memperoleh harta warisan lebih sedikit dari John?" tanyaku lagi padanya. Dia hanya mengangguk.

Setelah ngobrol beberapa saat, aku merasa haus dan bermaksud meminum anggur merah yang ada di meja. Tapi Alex mencegahku. Alex yang semula hanya mengajakku ngobrol, tiba-tiba memegang pundakku dan tatapan matanya menjadi liar. Bola matanya bergerak ke sana ke mari seolah menelusuri setiap inchi tubuhku. Aku juga mendengar lirih dengus napas beratnya tak beraturan. Dunia kerjaku yang tak jauh dari aroma syahwat dan alkohol pun paham apa yang diinginkannya. Dan aku pun hanyut dalam permainan Alex.

"Masih ingatkan janjimu dulu padaku, Lex?" tanyaku sesaat setelah Alex melepas semua ketegangan tubuhnya padaku. Tapi dia hanya menatapku tanpa bicara sedikitpun.

"Ada apa, Lex? Apa yang sedang kamu pikirkan?"

"Polisi masih harus mendengarkan saksi-saksi lainnya. Mereka mencurigai keterlibatan kita. Kamu akan menjadi saksi kunci bagi mereka. Karena hanya kamu yang tahu rencanaku yang sebenarnya untuk membunuh John. Namun meleset dan Nick yang jadi korbannya," jawab Alex. Aku memperhatikan wajah Alex yang tampak tegang dan gelisah padahal aku baru saja memberikan kenikmatan.

"Maafkan aku, Lex. Karena tidak berhasil membuat John minum anggur merah itu. John malah melemparnya ke mulut Nick dan mungkin tak sengaja tertelan hingga menyebabkan kematiannya."

"Aku harus membuat alibi baru dengan cara memfitnah John sebagai pembunuh Nick. Tapi pihak polisi tidak sepenuhnya mempercayai omonganku. Ini menjadi masalah besar bagiku," jelas Alex.

"O ya?" tanyaku sambil tersenyum manja, "tapi aku yakin kalau kamu pasti punya cara lain untuk menyelesaikannya," lanjutku sambil mengusap lembut wajah Alex.

"Iya, aku sudah punya rencana," jawab Alex sambil mengangguk pelan. Aku pun tersenyum senang mendengarnya.

Aku hanya berharap mendapat apa yang pernah dijanjikan Alex setelah menyingkirkan John dan menguasai hartanya. Alex kemudian menyudahi permainannya dan menyodorkan anggur merah yang ada di meja itu padaku.

Aku baru meminumnya hingga tersisa seperempat gelas saat Alex berpamitan untuk pulang dan bergegas meninggalkanku. Saat itu aku merasa tidak mau jauh lagi dari Alex. Aku pun tidak menghiraukan keadaan tubuhku yang tiba-tiba terasa berat dan kepala pusing ketika berjalan mengikuti Alex masuk ke dalam mobil.

Waktu itu hari sudah berganti sore ketika aku pergi bersama Alex menggunakan mobil milik John. Selama perjalanan itu aku merasa senang dan berpikir akan mendapat apa yang telah dijanjikan oleh Alex. Hingga hilang rasa sakit kepalaku dan tubuhku terasa ringan kembali.

Tapi ada yang aneh dengan sikap Alex. Dia menjadi cuek dan tidak memperhatikan aku selama di dalam mobil. Mungkin dia menganggap aku telah mengacaukan rencananya dan dapat menjadi batu sandungan untuk memiliki harta John hingga bersikap demikian.

Aku mengalihkan perhatianku sendiri dengan memperhatikan jalan yang sedang aku lalui. Ternyata Alex hanya berputar-putar saja tanpa tujuan kemudian kembali lagi ke Rumah Atlanta. Tapi mobil tidak masuk ke halaman dan hanya berhenti di depan pintu gerbang saja.

"Alex, kamu tidak mengantarku masuk?" Aku menoleh dan bertanya pada Alex.

Tapi Alex tetap saja cuek dan tidak menjawab pertanyaanku. Aku melihat ketegangan dan kegelisahan masih menyelimuti wajahnya. Sementara pandangan mata Alex terus saja tertuju ke Rumah Atlanta. Aku sendiri terkejut saat melihat ke sana. Banyak warga tetangga sekitar berkerumun di sana.

"Alex, sepertinya telah terjadi sesuatu di Rumah Atlanta," kataku.

Alex masih diam. Semua omongan dan tingkahku di dalam mobil tidak dihiraukannya. Begitu beratkah beban pikirannya? Aku bergegas membuka pintu dan keluar dari mobil. Setelah itu mobil malah tancap gas meninggalkan aku di depan Rumah Atlanta.

"Alex ... tunggu! Jangan tinggalkan aku!" Berkali-kali aku berteriak memanggil Alex tapi mobil itu terus melaju.

Dengan rasa kesal aku segera menuju rumah kontrakanku. Tapi anehnya lagi tak satu orang pun menyapaku saat aku melewati mereka. Padahal aku bisa mendengar mereka membicarakan aku. Apakah mereka tidak bisa melihatku dengan pakaian seperti ini?

Aku terus masuk ke dalam rumah. Kemudian aku mendapati Dolly, Cindy, dan Alexis sedang berkerumun di depan pintu kamarku yang terbuka. Mereka bertingkah laku aneh juga saat aku mendekati mereka.

"Aku jadi merinding, ada apa ini?" tanya Dolly sambil mengusap-usap ke dua lengannya.

"Iya, aku juga. Udara juga bertambah dingin," sahut Cindy.

"Mungkin arwah Allena sedang mendekati kita," kata Alexis.

Sial ...! Aku baru ingat. Setelah menikmati tubuhku, Alex memberi aku minum anggur merah. Aku sungguh tak menyangka Alex dapat berbuat sekejam ini. Setelah  membunuh Nick dan Paijo serta memfitnah John, kini aku pun dibunuhnya juga.

*****


Solo. 16.06.23
~ Masbom ~

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun