"Bagaimana kamu bisa melakukan ini semua?" tanyaku pada Alex, "aku pikir rencanamu telah gagal ketika Nick yang terbunuh bukan John, saudaramu itu," lanjutku dengan senyum menggoda dan tatapan mata yang dapat mencabik-cabik naluri lelaki Alex.
***
Dua gelas anggur merah menemani aku dan Alex di dalam kamar. Siang itu di Rumah Atlanta hanya ada aku dan Alex.
"O ya, Lex. Kenapa kamu tega pada John? Bukankah dia itu saudaramu sendiri?" tanyaku pada Alex.
"John hanya saudara tiri. Ibuku menikah dengan ayah John setelah ibunya John meninggal," jawab Alex.
"Dan itu sebabnya kamu memperoleh harta warisan lebih sedikit dari John?" tanyaku lagi padanya. Dia hanya mengangguk.
Setelah ngobrol beberapa saat, aku merasa haus dan bermaksud meminum anggur merah yang ada di meja. Tapi Alex mencegahku. Alex yang semula hanya mengajakku ngobrol, tiba-tiba memegang pundakku dan tatapan matanya menjadi liar. Bola matanya bergerak ke sana ke mari seolah menelusuri setiap inchi tubuhku. Aku juga mendengar lirih dengus napas beratnya tak beraturan. Dunia kerjaku yang tak jauh dari aroma syahwat dan alkohol pun paham apa yang diinginkannya. Dan aku pun hanyut dalam permainan Alex.
"Masih ingatkan janjimu dulu padaku, Lex?" tanyaku sesaat setelah Alex melepas semua ketegangan tubuhnya padaku. Tapi dia hanya menatapku tanpa bicara sedikitpun.
"Ada apa, Lex? Apa yang sedang kamu pikirkan?"
"Polisi masih harus mendengarkan saksi-saksi lainnya. Mereka mencurigai keterlibatan kita. Kamu akan menjadi saksi kunci bagi mereka. Karena hanya kamu yang tahu rencanaku yang sebenarnya untuk membunuh John. Namun meleset dan Nick yang jadi korbannya," jawab Alex. Aku memperhatikan wajah Alex yang tampak tegang dan gelisah padahal aku baru saja memberikan kenikmatan.
"Maafkan aku, Lex. Karena tidak berhasil membuat John minum anggur merah itu. John malah melemparnya ke mulut Nick dan mungkin tak sengaja tertelan hingga menyebabkan kematiannya."