Tono segera menuangkan minuman dingin itu ke dalam gelasnya dan meneguknya beberapa kali.
"Ngomong-omong ... gimana sekolahmu, Son? Beberapa bulan lagi ujian kelulusan. Sudah ada persiapan?"
"Persiapan sih, sudah. Semoga berhasil dan mendapatkan nilai bagus."
"Iya, Son, dan tidak mengecewakan orang tua kita."
Mereka terlibat sedikit pembicaraan untuk menunggu waktu sang mentari meredupkan sinarnya. Mereka saling bercerita tentang kegiatan sekolah, tentang teman-temannya, dan pembicaraan mereka menjadi sedikit serius ketika membahas wejangan-wejangan Kakek Sono pada latihan rutin mereka berdua.
“Gimana, Ton, ada kesulitan dengan latihan yang diajarkan oleh kakekku?”
“Kalau gerakan jurus-jurusnya sih aku bisa mengikuti, Son. Tetapi untuk wejangannya perlu pendalaman lebih jauh lagi ... kadang-kadang aku tidak paham apa yang dimaksudkan oleh kakekmu, Son.”
“Iya, Ton. Mungkin karena cara berpikir kita yang bisa dibilang masih anak-anak ... jadi belum bisa memahami secara mendalam”
“Ya maklum saja, Son, kita kan masih anak SMP ...”
Tono melemparkan pandangan ke sekeliling pendopo. Dilihatnya ibu Sono masih menyapu di bawah pohon sawo kecik yang terlihat semakin rimbun.
"Son, kayaknya pohon sawo kecikmu berbuah lagi, ya?"