Alim (35), perwakilan dari stasiun televisi lokal, menuturkan musik daerah melahirkan seniman lokal dari berbagai etnis, utamanya Dayak dan Melayu.
Program mereka ditonton banyak kalangan karena jangkauan pemancar mampu mencapai seluruh wilayah Kalbar.
Dulu dipastikan lagu Dayak hanya diputar di rumah orang Dayak. Tetapi sekarang orang Melayu dan etnis lain pun senang mendengar lagu Dayak. Begitu juga sebaliknya.
"Saya melihat perkembangan menggembirakan, kerukunan terwujud melalui seni dan budaya," kata Alim.
Setiap sore mulai pukul lima, ditayangkan lagu daerah yang sudah dipersiapkan melalui cakram DVD dan dipandu pembawa acara.
Setiap akhir pekan, Slada disiarkan secara langsung dan menghadirkan narasumber yang menyampaikan pesan-pesan keberagaman dan perdamaian.
Selain televisi lokal, di Putussibau ibukota Kabupaten Kapuas Hulu, lebih dari 800 kilometer dari Pontianak, sanggar seni menjadi media penyemangat keberagaman bagi anak-anak.
Yuyun Syamsul (35), pelatih tari Sanggar Jepin Manis menciptakan banyak tarian kolaborasi multi-etnis.
Dalam resepsi di Pendopo Bupati Kapuas Hulu, pertengahan April lalu, enam penari binaannya menampilkan tarian berpakaian etnis Dayak, Melayu, dan Tionghoa. Keenam gadis ini berasal dari suku Melayu.
'Tidak pernah terjadi gesekan antar etnis di daerah kami. Saya mewujudkan pesan-pesan keberagaman lewat tarian kolaboratif multi-etnis. Para pemain musik dominan pemuda Dayak, sementara penarinya gadis Melayu," tutur Yuyun.
Dalam tarian itu, para gadis berbusana penuh aksesoris menampilkan gerakan gemulai, sesekali bergandeng tangan, mengisahkan kebersamaan dan saling membantu. Gerakan mereka padu dengan petikan dan ketukan alat musik tradisional.