Mohon tunggu...
Bob Soeryadi
Bob Soeryadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Suara Pemred Kalbar

Yakin Usaha Sampai..

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

"Tidayu" Jadi Simbol Pemersatu Suku di Kalbar

21 Juli 2019   08:18 Diperbarui: 21 Juli 2019   19:20 1582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Tarian Tidayu Kalbar/Foto InfoPublik

Tarian adat merupakan suatu kekayaan budaya yang kerap tampil secara turun-temurun. Bahkan, kesenian ini memiliki filosofi dan pesan yang luhur di dalam setiap geraknya. Salah satunya ada pada Tari Tidayu dari Provinsi Kalimantan Barat.

Tarian ini memiliki makna yang kuat untuk merajut kerukunan dan toleransi antar sesama.

Satu tahun belakangan ini, kerukunan dan sikap toleransi di Kalimantan Barat sedang diuji dan mendapatkan tantangan yang sangat besar. Kental terasa di benak, isu-isu keagamaan dan suku bersinggungan dengan isu politik, terutama di fase menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Dinamika itu mengalami ketegangan yang cukup tinggi. Melihat kondisi ini, tentunya semua pihak diliputi kecemasan  dan kekhawatiran yang besar atas apa yang akan terjadi.

Namun, patut disyukuri, kecemasan itu telah terkubur dengan semakin dewasanya masyarakat dalam merajut kerukunan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ini perlu diapresiasi dengan penuh kebahagiaan dan kebanggaan, terutama dengan kesadaran untuk terus merawat dan menjaga sikap toleransi semaksimal mungkin.

Kalimantan Barat merupakan sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Kalimantan dengan ibu kota provinsi Kota Pontianak. Daerah Kalimantan Barat termasuk salah satu daerah yang dijuluki kota "Seribu Sungai".

Julukan ini diberikan karna kondisi geografis Kalbar yang mempunyai ratusan sungai besar dan kecil, dimana sungai tersebut merupakan urat nadi dan jalur utama untuk angkutan antar daerah.

Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang diwarnai dengan bermacam suku bangsa. Hal ini ditandai dengan berbagai macam agama yang dianut, bahasa, logat, pola kebudayaan, serta sistim nilai budaya yang terdapat dalam masyarakat  sangat beragam. 

Meskipun tingkat keragaman masyarakatnya cukup tinggi, namun toleransi kehidupan masyarakat yang berbeda agama maupun suku bangsa cukup terpeliharan dengan baik.

Ada tiga etnis mayoritas yang telah lama bermukim di Kalimantan Barat, yakni Tionghoa, Dayak, dan Melayu yang biasa disebut Tidayu.

Makna Tidayu sendiri adalah berdampingnya tiga suku besar tersebut, maka masyarakat tetap bersatu dengan segala perbedaan. Ketiganya masing-masing memiliki kebudaya yang berbeda.

Sebagai contoh, etnis Tionghoa. Di Kalbar komunitas ini sudah ada sejak abad ke-13 dengan ditandai adanya mangkok, cangkir, pot, meja dan keramik bermotif Cina buatan abad XIII. Mereka pun berkembang biak di Pontianak dan masih menjalankan tradisinya hingga saat ini.

Sementara itu, Dayak diketahui, adalah suku yang sangat fenomenal yang ada di Indonesia. Kata Dayak berasal dari kata Daya yang artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan Kalimantan umumnya dan Kalimantan Barat.

Suku dayak adalah salah satu suku asli Kalimantan yang sangat terkenal karena keunikan etnik budayanya, bukan hanya di Indonesia, melainkan juga hingga ke mancanegara.

Suku Dayak dikenal sebagai suku yang memiliki warisan magis yang kuat. Ilmu-ilmu spiritual menjadi simbol kekhasan dari adat suku yang mendiami pedalaman tanah Borneo ini.

Selanjutnya, yakni suku Melayu yang diketahui memiliki rumpun kekeluargaan dengan Brunai Darussalam.

Maka tak heran jika mengunjungi Kalimantan Barat dominan kebudayaan akan sangat terasa, mulai dari bahasa, tradisi atau adat istiadat, hingga pola pikir. Kebudayaan suku melayu di Kalimantan barat pun bermacam- macam mulai dari tarian, kesenian, daerah, hingga permainan daerah.

Namun kini, semua perbedaan budaya tersebut telah berbaur padu dalam sebuah atraksi kesenian khas di Kalimantan Barat, yakni, Tarian Tidayu.

Tari Tidayu (Tionghoa-Dayak-Melayu), adalah tari kreasi baru yang menggambarkan keharmonisan masyarakat Kalimantan Barat dalam heterogenitas komunitas masyarakatnya yang didominasi tiga etnis besar tersebut.

Tarian ini selalu ditampilkan di setiap kesempatan atau ketika menyambut tamu agung datang ke Tanah Borneo ini. Sebagai bentuk merefleksikan adanya keserasian, harmonisasi dan kerukunan di Kalimantan Barat.

"Tarian Tidayu merupakan simbol kerukunan dan harmonisasi di Kalimantan Barat," ungkap Mantan Kepala Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Barat, Kartius, kala itu.

Ia menyampaikan bahwa hadirnya tarian multi etnis ini di Kalbar, turut memberikan nuansa sejuk dalam hidup berbangsa dan bernegara.

"Saya harap tarian ini tak hanya diisi oleh tiga etnis besar di Kalbar saja, melainkan diikuti pula oleh seluruh suku yang ada, karena Indonesia ini terdiri dari berbagai etnis. Kalau memang kita bisa bersatu seperti itu, Indonesia ini akan semakin hebat dan kuat," ujarnya.

Menurutnya, tidak semua orang berjiwa besar untuk mengkolaborasikan tarian tersebut, sebab masih adanya stigma bahwa sebuah tarian harus dibawakan oleh peretnis.

"Namun,saya mendorong, siapapun harus bisa mengembangkan dirinya lewat kesenian ini, karena budaya merupakan identitas suatu suku maupun bangsa," tutur Kartyus.

Sebuah bangsa, kata Kartyus bisa dikenal oleh dunia, satu di antaranya melalui kebudayaan, bahasa, kesenian, pakaian, makanan dan potensi-potensi yang terdapat di suatu daerah. Hal itulah yang wajib dikembangkan.

"Dampak kebudayaan yang berkolaborasi ini, tentu diharapkannya dapat membuat sikap toleransi masyarakatnya semakin tinggi. Upaya ini secara alamiahnya bisa menyemai kerukunan di Kalbar," tambahnya.

Di samping itu, peran tarian multi etnis, menurutnya sangat besar dalam mendukung potensi pariwisata Kalbar. Pasalnya, tarian Tidayu kerap tampil di setiapeven dan kesempatan.

Misalnya dalam acara adat, seremonial daerah, kenegaraan dan acara keagamaan, serta ketika penyambutan tamu.Hal tersebut tentu akan membuat wisatawan yang hadir terkesanbetapa hebatnya potensi Kalbar dengan keberagaman multi etnisnya yang bersatu padu.

Sejarah dan Perkebangan Tidayu
Tari tiga etnis atau yang biasa disebut dengan Tidayu, muncul pada masa kepemimpinan Usman Djafar sebagai Gubernur Kalimantan Barat.

Ismunandar, Kepala Prodi Pendidikan Seni Tari dan Musik FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak mengatakan, pada saat itu tujuan tarian ini adalah mengharmonisasi keberagaman yang ada di Kalbar, sehingga lewat media kesenian, masyarakat disentuh untuk selalu memiliki rasa toleran, saling menghargai, dan saling bekerjasama tanpa memandang suku dan agama. Niscaya ke depan terhindar dari adanya konflik.

Kala itu, Nandar sapaan akrabnya mengaku menjadi orang yang pertama ditugaskan oleh Gubernur Kalbar untuk menciptakan dan menampilkan tarian yang bisa memadukan etnis besar di Kalbar.

"Kini, hampir setiap sanggar tari di Kalimantan Barat memiliki seni budaya Tari Tidayu," ungkap Pimpinan Artistik Sanggar Seni Kijang Berantai ini.

Menurutnya, perkembangan kesenian yang menjunjung tinggi keberagaman tentu juga akan memicu tumbuhnya rasa toleran di masyarakat.

"Itu tentu sangat penting bagi keberlangsungan pertumbuhan dan pembangunan di Kalbar ke depannya," tambahnya.

Tarian Tidayu perlahan-lahan teru berkembang, menjadi populer serta digarap di berbagai sanggar kesenian yang ada di Kalbar dengan berbagai macam konsep sebagai sebuah seni pertunjukan tanpa menghilangkan sisi dan filosofi dari masing-masing kebudayaan.

"Untuk menjaga eksistensinya, kita harus pandang tarian ini sebagai sebuah aset yang mesti dipertahankan, sehingga kesenian ini bisa tumbuh dan berkembang di masyarakat," kata Nandar.

Untuk itu, selaku pemerhati seni tari di Kalbar, dirinya berharap kepada pemerintah dan instansi terkait untuk selalu memberikan dukungan melalui program maupun lewat media lainnya.

"Sebuah kesenian juga harus terus ditampilkan, diberi ruang untuk ditonton, karena kekuatannya ada di sana," imbuhnya.

Masyarakat diharapkan pula, agar lebih menyadari keberagaman, lebih memahami budaya lainnya, dengan menjalin komunikasi dan bersosialisasi.  Kemudian dibungkus dengan kesenian sebagai media untuk memberikan perekat.

Sementara itu, Pimpinan Sanggar Binua Garantunk, Silvanus Barage mengaku, meski sanggar yang diusungnya memiliki basic dan latar belakang mengakat kebudayaan dan seni masyarakat Dayak, namun kini ia termotivasi juga untuk mengembangkan perpaduan antar etnis yang ada di Kalbar.

Saat ini masyarakat terkadang gampang bergejolak oleh permasalahan etnis, ini memantik rasa keprihatinan saya sebagai seorang penggiat budaya dan seni. Akhirnya, saya bertekad untuk membuat Sanggar Binua Garantunk ini menjadi sanggar yang multi etnis, terang pria yang kerap tampil di pentas seni internasional ini.

Seni-Budaya Daerah
Di Kota Pontianak, ada stasiun televisi lokal telah 9 tahun menampilkan siaran berita tiga bahasa setiap akhir pekan. Tiga penyiar membaca berita dalam bahasa Dayak dialek Kandayan, Melayu, dan Tionghoa dengan logat Tio Ciu.

Karena banyak peminat dan ingin menyampaikan pesan-pesan damai, dalam tiga tahun terakhir televisi itu secara rutin menyiarkan musik kreasi daerah dalam acara Senandung Lagu Daerah (Slada).

Alim (35), perwakilan dari stasiun televisi lokal, menuturkan musik daerah melahirkan seniman lokal dari berbagai etnis, utamanya Dayak dan Melayu.

Program mereka ditonton banyak kalangan karena jangkauan pemancar mampu mencapai seluruh wilayah Kalbar.

Dulu dipastikan lagu Dayak hanya diputar di rumah orang Dayak. Tetapi sekarang orang Melayu dan etnis lain pun senang mendengar lagu Dayak. Begitu juga sebaliknya.

"Saya melihat perkembangan menggembirakan, kerukunan terwujud melalui seni dan budaya," kata Alim.

Setiap sore mulai pukul lima, ditayangkan lagu daerah yang sudah dipersiapkan melalui cakram DVD dan dipandu pembawa acara.

Setiap akhir pekan, Slada disiarkan secara langsung dan menghadirkan narasumber yang menyampaikan pesan-pesan keberagaman dan perdamaian.

Selain televisi lokal, di Putussibau ibukota Kabupaten Kapuas Hulu, lebih dari 800 kilometer dari Pontianak, sanggar seni menjadi media penyemangat keberagaman bagi anak-anak.

Yuyun Syamsul (35), pelatih tari Sanggar Jepin Manis menciptakan banyak tarian kolaborasi multi-etnis.

Dalam resepsi di Pendopo Bupati Kapuas Hulu, pertengahan April lalu, enam penari binaannya menampilkan tarian berpakaian etnis Dayak, Melayu, dan Tionghoa. Keenam gadis ini berasal dari suku Melayu.

'Tidak pernah terjadi gesekan antar etnis di daerah kami. Saya mewujudkan pesan-pesan keberagaman lewat tarian kolaboratif multi-etnis. Para pemain musik dominan pemuda Dayak, sementara penarinya gadis Melayu," tutur Yuyun.

Dalam tarian itu, para gadis berbusana penuh aksesoris menampilkan gerakan gemulai, sesekali bergandeng tangan, mengisahkan kebersamaan dan saling membantu. Gerakan mereka padu dengan petikan dan ketukan alat musik tradisional.

Konflik Sosial di Kalbar
Kalimantan Barat pernah mencatat pengalaman pahit konflik antar-etnis. Pertikaian kecil beberapa orang meluas menjadi konflik komunal yang menelan korban jiwa dan harta benda sehingga diperlukan usaha-usaha untuk merawat keberagaman dalam hidup berdampingan di tengah masyarakat multi-etnis pasca konflik.

Kristianus Atok (50), pengamat sosial di Pontianak, adalah satu dari banyak orang yang bekerja merawat keberagaman tersebut.

Kris menceritakan pengalamannya ketika merasakan ritme kehidupan desa yang mayoritas penduduknya etnis Madura pada tahun 2005-2006.

Bersama dua temannya, warga Dayak itu mengunjungi Desa Rantau Panjang, Kecamatan Sebangki, Kabupaten Landak, sekitar 150 kilometer lebih dari ibukota Pontianak. Di desa itu hidup sekitar seribu jiwa warga Madura. Dengan kepercayaan diri yang tinggi, dia menginap di rumah kepala desa.

Dari semula rencana hanya menginap semalam, malah sampai tiga malam. Ikut merasa ritme kehidupan mereka sejak pagi hingga malam, ungkap alumnus program doktor di Universiti Kebangsaan Malaysia itu.

Bukan tanpa alasan jika dua rekan Kris awalnya khawatir. Konflik Dayak dan Madura di Kalimantan Barat telah tertoreh sejak 1962. Beberapa gesekan dengan intensitas cukup besar terjadi pada tahun-tahun berikutnya.

Terakhir pada 1999, yang dicatat sebagai kerusuhan paling parah yang mengakibatkan ratusan orang tewas, kedua etnis saling mencurigai, kemudian muncul stigma negatif antar keduanya.

"Berkat kerja-kerja sosial di bidang perdamaian, dialog-dialog, pendekatan budaya dan seni, saya menilai dalam sepuluh tahun terakhir harmonisasi kedua etnis semakin erat," tutur Kris, yang juga seorang dosen di Sekolah Tinggi Pastoral St. Agustinus.

"Sudah tidak pernah lagi terjadi konflik skala besar. Jikapun ada gesekan kecil, tak terlalu berarti dan bisa diredam, karena tercipta modal sosial yang memadai antar para tokoh," tambahnya.

Dalam program peace building, Kris dan rekan-rekannya ikut menyertakan anak usia remaja di Kecamatan Sebangki dari etnis Dayak dan Madura untuk saling kunjung dan menginap di kampung berbeda. Awalnya tak mudah. Ada yang sampai menangis ketakutan karena citra negatif yang terlanjur tertanam.

Tapi mereka justru mendapatkan pengalaman hidup di rumah orang yang sebelumnya dicitrakan berseteru terus.

"Kunjungan itu membuahkan pelajaran riil, persaudaraan bisa dibangun jika kita menghapus citra negatif yang ada,"ujarnya.

Menatap Masa Depan
Salah satu kunci membina perdamaian yang berkesinambungan adalah bagaimana membangun kepercayaan yang ada ditingkat grassroot. Dengan membangun kepercayaan yang ada ditingkat grassroot, permasalahan-permasalahan sepele akan dapat segera diselesaikan ditingkat lokal tanpa melibatkan pihak yang diatasnya, masyarakat dapat segera mandiri dapat menyelesaikan konfliknya dengan cara-cara yang tentu saja menjadi kesepakatan umum dan hukum.

Kemandirian warga dalam menyelesaikan konfliknya tak lepas dari seberapa berdayanya kekuatan institusi-institusi lokal yang ada di masyarakat local dan aliran hokum dapat berfungsi dengan baik.

Membina kepercayaan ditingkat grassroot bukanlah pekerjaan yang mudah, harus mesti dimulai dari hal-hal atau kegiatan yang sederhana, namun dapat menjangkau kelompok etnis yang bersangkutan.

Di sinilah sesungguhnya harapan yang besar kepada pemerintah untuk bekerja bersama dengan berbagai komponen masyarakat dalam menyelesaikan agenda-agenda perdamaian.

Penuntasan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang sempat tertunda adalah salah satu upaya untuk memperkuat kepercayaan masyarakat atas niat baik pemerintah pusat untuk mambantu menyelesaikan konflik komunal secara tuntas.

Langkah berikutnya adalah dengan bagaimana visi menjaga perdamaian agar dapat berkesinambungan menjadi mainstream program pembangunan di Kalbar, yang diterjemahkan dalam kebijakan dan operasional program yang sifatnya integrative dan komprehensif.

Harus ada ukuran-ukuran yang jelas dan kompeten untuk menunjukkan perdamaian di Kalbar. Sampai dalam tahapan mana perubahan-perubahan telah terjadi.

Seperti apa yang disarankan oleh John Paul Lederach(2003) dalam konsepnya tentang Transformasi Konflik (Conflict Transformation) dimana setiap proses untuk mencapai perdamaian yang berkesinambungan sebaiknya dapat menyentuh empat dimensi perubahan yang signifikan, yaitu dimensi perubahan yang ada tingkat personal, relasional, structural, dan yang paling ideasional adalah tingkatan cultural, atau perubahan yang ada ditingkat pengetahuan budaya yang menjadi acuan bagi kelompok dalam bertindak.

Ketua Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kalbar, Chairil Effendy mengatakan, tidak ada ajaran dari semua suku dan agama yang mengajarkan bertikai.

"MABM juga sudah mengambil sikap, kita minta pihak yang berkompeten menyelesaikan masalah, karena juga merupakan proses demokrasi," ujarnya.

Ia pun berharap pihak aparat keamanan dapat bersikap adil, dan tidak melarang jika ada ormas atau masyarakat yang ingin menyampaikan pendapat dimuka umum.

"Saya harap semua elemen proaktif agar tidak terjadi konflik sosial," katanya.

Karena menurutnya, harga konflik sosial sangatlah mahal, dan sudah cukup kelam yang juga memberikan trauma 17 kali terjadi konflik di Kalbar.

"Dan saya harap pula, pada pihak yang ingin menyampaikan pendapat dapat dengan baik dan tanpa anarkis dengan selalu mentaati peraturan," tandasnya.

Mantan Kapolda Kalbar Brigjen Pol Erwin Triwanto mengajak seluruh lapisan masyarakat tetap menjaga perdamaian.

"Harapan saya selaku Kapolda tentunya mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk tetap menjaga kedamaian antar umat," katanya.

Orang nomor satu di Kepolisian Kalbar ini juga berharap, agar seluruh elemen tidak mudah terprovokasi dan menggunakan sosial media dengan bijak.

"Tidak mudah terprovokasi serta gunakan media sosial secara bijak," tukasnya.

Sementara itu, terkait pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kalbar, Pengamat Politik dari Universitas Tanjungpura Pontianak, Jumadi mengatakan, perlu dilakukan antisipasi dini dalam mencegah konflik pada Pilkada Kalbar sacara serentak.

"Aparat kepolisian harus memetakan daerah mana saja yang memiliki potensi tinggi akan terjadi konflik, sehingga bisa membuat langkah dalam mengantisipasi masalah tersebut," kata Jumadi di Pontianak.

Dia mengatakan, sikap dan tindakan tegas dari aparat keamanan sangat penting dalam pengamanan Pilkada, sehingga jangan sampai ada celah untuk memicu konflik yang disebabkan oleh oknum-oknum tertentu. Akibat dari perbedaan dukungan dan pandangan politik tersebut.

Dalam kesempatan itu, dia mengimbau masyarakat agar tidak mudah terpancing dan terprovokasi terhadap informasi yang tidak benar (hoaks), karena kini informasi di media sosial sudah tak bisa dikontrol lagi.

"Masyarakat harus bisa memilah informasi, serta harus cerdas dalam menggunakan media sosial," katanya.

Dia juga berharap kepada semua pasangan calon kepala daerah yang diusung oleh partai politik maupun independen, agar tidak menggunakan isu SARA sebagai instrumen utama politiknya.

"Kedepankanlah visi dan misi serta program yang dapat menyejahterakan masyarakat dan kemajuan daerah, dan jangan isu SARA yang dijadikan alat, karena di Kalbar politik indentitas masih tinggi," katanya.

Terimakasih,
Penulis, Bob Soeryadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun