STY mengapresiasi kiprah Iwan Bule dalam memajukan sepakbola nasional. STY sebagai pelatih yang menerima mandat dari PSSI yang diketuai Iwan Bule tentu menghormati pemberi mandat selayaknya dalam hubungan profesional. Ini hal yang wajar saja.
Apalagi STY adalah seorang pelatih berkaliber internasional yang berhasil membawa timnas Korea Selatan mengalahkan Jerman di ajang Piala Dunia. STY tentu sangat paham nilai profesionalitas dan sikap hormat pada pemberi mandat.
Pernyataan yang dipermasalahkan warganet dan memantik perdebatan mungkin adalah "Jika Ketua PSSI mengundurkan diri maka saya pun harus mengundurkan diri".
Akan tetapi, pernyataan itu harus kita pahami dalam konteks keseluruhan pernyataan STY. STY merasa diri sebagai bagian dari keluarga besar PSSI.Â
Jika Ketua Umum PSSI mundur, STY sebagai bagian dari tim juga akan mundur sebaga wujud ikut bertanggungjawab. STY merasa bahwa jika semua beban tragedi Kanjuruhan harus ditanggung Ketua PSSI seorang diri, hal itu tidak adil. Nyatanya, tragedi Kanjuruhan adalah buah kesalahan berbagai pihak.
Dirinya sebagai bagian dari keluarga besar penggawa sepakbola Indonesia juga merasa harus ikut bertanggung jawab jika Ketua PSSI mundur.
Jadi, pernyataan STY itu bukan upaya STY menjadi tameng bagi Ketua PSSI. Bukan pula upaya STY mengancam agar Ketua PSSI tidak diserukan untuk mundur.
Justru STY sebagai seorang yang merasa sudah jadi bagian dari keluarga besar sepak bola Indonesia siap ikut mengundurkan diri jika Ketua PSSI mundur.
Logika STY kiranya adalah: Jika Ketua Umum PSSI mundur (hanya karena kesalahan Tragedi Kanjuruhan dibebankan pada Ketua PSSI saja), maka STY juga akan mundur karena dia tidak sepakat bahwa kesalahan dialihkan pada Ketua Umum PSSI saja.
Apalagi budaya orang Korea Selatan dan Jepang (dua negara bertetangga) adalah bahwa orang harus siap mundur jika tim melakukan kesalahan yang memalukan.Â