Bahkan para penyiar dan pembawa acara pofesional pun kadang masih membuat jeda "eee" secara tak disadari. Saya pun demikian. Sangat manusiawi. Ibarat pemain bola sekelas Cristiano Ronaldo yang mustahil mengoper sempurna dan selalu mencetak gol dalam sebuah laga.
2. Menemukan letak jeda "eee..." dalam pidato atau wicara kita
Nah, langkah kedua adalah dengan menemukan letak jeda "eee..." dalam pidato dan wicara kita. Cara terbaik adalah dengan merekam video dan atau audio pidato kita.Â
Coba temukan kapan Anda tetiba mengatakan "eee..."? Apakah sebelum suatu jenis kata tertentu? Mengapa sebelum kata-kata itu? Apakah karena Anda lupa? Apa karena kata-kata itu tidak akrab dengan Anda?
Beberapa penelitian ilmiah menemukan bahwa jeda "uhm" (atau jeda "eee..." khas kita) terjadi sebagian besar sebelum sebuah kata benda! Wah, kok bisa?
Dilansir Kompas dari Live Science, Selasa (22/05/2018), sebuah penelitian atas pidato dalam 9 bahasa berbeda menyimpulkan bahwa jeda atau gumaman 60 persen lebih mungkin terjadi sebelum kata benda.Â
Dalam percakapan umum, kata benda biasanya digunakan hanya ketika orang ingin menambahkan informasi yang baru atau tak terduga. Hal ini menyebabkan orang perlu lebih banyak "waktu perencanaan" untuk mengatakan kata benda daripada kata kerja, bahkan ketika kata benda yang dimaksud tidak terlalu rumit.
Saya sendiri menyadari, sebagian jeda "eee..." terjadi saat saya harus mengingat sebuah nama atau angka (tahun). Â Sebagian lagi terjadi ketika saya menghadapi pertanyaan yang jawabannya belum saya ketahui dengan baik.Â
Pada intinya, jeda "eee..." terkait dengan hal-hal yang tidak kita kuasai dengan baik dan atau sesuatu yang tidak kita duga. Hal ini wajar saja. Siapa yang tidak gugup saat harus menjawab hal tak terduga dan asing?
Oleh karena itu, judul artikel ini sengaja saya pilih "mengurangi" jeda karena untuk sungguh menghilangkan jeda wicara sungguh sulit!
3. Memperbaiki wicara publik kita dengan latihan teratur dan terencana